- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Saronde, Janji di Ujung Fajar


TS
yantosau
Saronde, Janji di Ujung Fajar

Namanya Rama, seorang pemuda asli Gorontalo yang lahir di pesisir utara, tak jauh dari Pulau Saronde yang terkenal dengan pasir putih dan laut jernihnya. Sejak kecil, Rama menghabiskan hari-harinya bermain di pantai, mendengar kisah-kisah nelayan tua tentang kejayaan laut Gorontalo, tentang penyu yang datang bertelur di malam hari, dan tentang legenda cinta yang mengikat Pulau Saronde dengan Gunung Tilongkabila.
Namun ketika remaja, Rama mulai melihat perubahan. Penyu tak lagi datang, sampah mulai menumpuk di pantai, dan resort-resort baru bermunculan tanpa kontrol. Banyak warga hanya menjadi penonton di tanah mereka sendiri. Lama-lama, Rama merasa kecewa. Ia meninggalkan desanya dan pergi ke kota, membawa harapan akan hidup yang lebih baik.
Tahun berganti, Rama berhasil menjadi fotografer lepas yang sering menjelajahi Indonesia Timur. Namun satu foto lama terus mengusik pikirannya: foto matahari terbit di Saronde, yang ia ambil saat masih SMA. Cahaya oranye keemasan yang menyinari perahu nelayan kecil itu, entah kenapa, terus membuat hatinya gelisah.
Suatu malam, Rama memutuskan pulang.
Ia terkejut melihat keadaan pulau kini lebih rusak daripada yang ia ingat. Pantainya kotor, terumbu karang banyak rusak karena penangkapan ikan dengan bom, dan masyarakat lokal tak lagi semangat menjaga alam. Yang tersisa hanyalah kenangan.
Namun Rama tidak ingin hanya bernostalgia. Ia mulai mengajak anak-anak muda di kampungnya untuk belajar fotografi dan dokumentasi. Ia membuat akun media sosial bertema “Lale Saronde” (Cahaya Saronde), yang menampilkan keindahan pulau sekaligus kerusakannya. Ia juga mulai mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga ekosistem laut. Setiap akhir pekan, ia dan anak-anak muda melakukan bersih pantai, menanam mangrove, dan menyelam untuk memotret sisa-sisa terumbu karang.
Rama juga mengirim proposal ke Dinas Pariwisata untuk mendukung program wisata edukatif berbasis masyarakat. Ia menawarkan konsep "homestay lokal" yang dijalankan oleh warga asli, dengan aktivitas seperti menyelam, belajar masak makanan Gorontalo seperti binte biluhuta, dan membuat kerajinan dari daun lontar.
Awalnya, banyak yang skeptis. Tapi seiring waktu, orang-orang mulai tertarik. Wisatawan datang tak hanya untuk selfie, tapi juga untuk belajar dan berkontribusi. Mereka membawa ilmu, menanam pohon, bahkan membantu pembangunan fasilitas ramah lingkungan.
Puncaknya terjadi saat festival lokal Molontalo digelar kembali setelah bertahun-tahun vakum. Rama diundang untuk memamerkan foto-fotonya, termasuk potret langka penyu yang kembali bertelur di Saronde setelah 15 tahun.
“Ini bukan hanya tentang alam,” kata Rama dalam pidatonya. “Ini tentang identitas kita. Jika kita tak menjaga warisan ini, kita akan kehilangan lebih dari sekadar pulau.”
Tepuk tangan membahana. Di sudut panggung, seorang nenek tua—guru SD Rama dulu—meneteskan air mata.
Fajar menyingsing di Saronde keesokan harinya. Rama berdiri di pasir putih yang bersih, ditemani anak-anak muda yang dulu hanya kenal media sosial tapi kini juga mengenal laut dan tanah mereka. Dan saat matahari muncul dari ufuk timur, Rama tahu: janji di ujung fajar itu telah ditepati.




intanasara dan indrag057 memberi reputasi
2
96
1


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan