- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Rasa yang Tertinggal


TS
yantosau
Rasa yang Tertinggal

Di sebuah kota kecil yang selalu diselimuti kabut tipis setiap pagi, tinggal seorang pria bernama Reno. Ia adalah seorang peracik parfum rumahan yang hidup sederhana di sebuah rumah tua peninggalan orang tuanya. Setiap hari, ia duduk di ruang kecil di belakang rumahnya, dikelilingi botol-botol kaca bening berisi cairan berwarna-warni, bunga kering, dan catatan-catatan tua tentang aroma.
Reno bukan peracik parfum biasa. Ia percaya bahwa setiap aroma menyimpan kenangan. Ketika seseorang mencium wangi tertentu, itu bukan sekadar bau, melainkan pintu yang terbuka menuju masa lalu. Karena itu, ia tidak menjual parfumnya di toko besar. Ia membuat parfum khusus berdasarkan cerita. Siapa pun yang datang padanya harus bercerita lebih dulu.
Suatu sore yang mendung, seorang wanita muda datang mengetuk pintu rumah Reno. Wajahnya tampak lelah, tetapi matanya menyimpan sesuatu — seolah ada kenangan yang menggantung, menunggu untuk diurai.
“Aku ingin kau membuat parfum dari rasa yang belum sempat kusampaikan,” katanya lirih.
Reno menatapnya lama. Ia tak perlu bertanya lebih banyak. Ia hanya mengangguk dan mempersilakannya masuk.
Wanita itu bernama Sinta. Ia mulai bercerita. Tentang seorang pria yang pernah ia cintai diam-diam selama bertahun-tahun, seorang sahabat bernama Arga. Mereka tumbuh bersama, belajar bersama, bahkan berbagi mimpi bersama. Tapi waktu berlalu, dan hidup membawa mereka ke arah yang berbeda. Sinta pergi ke kota besar, mengejar karier, sementara Arga tetap di kampung halaman, mengurus toko buku kecil peninggalan ayahnya.
“Aku tak pernah sempat bilang kalau aku mencintainya. Saat aku pulang dan mencoba menemuinya… dia sudah menikah,” ujar Sinta sambil menahan air mata.
Reno mencatat setiap detail. Tentang wangi toko buku yang lembap, aroma kopi hitam yang selalu diseduh Arga setiap pagi, bau tanah setelah hujan yang mereka nikmati bersama, dan tentu saja — wangi rambut Arga yang katanya selalu membuat Sinta merasa tenang.
Butuh dua minggu bagi Reno untuk menyelesaikan parfum itu. Ia mencampur essence kayu tua, kopi pahit, dan sedikit vetiver yang beraroma tanah. Ia tambahkan juga bunga lavender — mewakili ketenangan dan kerinduan yang tak pernah tersampaikan. Aroma akhirnya lembut, hangat, dengan sentuhan getir di akhir.
Sinta mencium parfum itu dan menangis. Bukan karena sedih, tapi karena parfum itu benar-benar seperti kenangan yang tak sempat selesai. Aroma yang terasa akrab, sekaligus asing. Seperti perasaan yang pernah ada, namun tak pernah diucapkan.
“Ini… dia,” bisiknya. “Terima kasih.”
Reno hanya tersenyum. Ia tahu, bukan parfumnya yang menyembuhkan luka — tapi keberanian untuk mengenang dan melepaskan.
Sejak saat itu, Sinta tak pernah datang lagi. Tapi Reno tahu, di suatu tempat di kota yang jauh, ada seorang wanita yang akhirnya bisa melangkah maju dengan aroma kenangan yang tak lagi menyakitkan.
---




intanasara dan indrag057 memberi reputasi
2
110
1


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan