Kaskus

Entertainment

yantosauAvatar border
TS
yantosau
Hujan di Atas Langit
Hujan di Atas Langit

Di sebuah desa kecil yang terletak di antara pegunungan dan lembah hijau, hiduplah seorang anak laki-laki bernama Raka. Ia tinggal bersama kakeknya yang akrab dipanggil Abah. Desa itu bernama Lembah Bening, tempat yang damai dan seolah terlindungi dari hiruk-pikuk dunia luar.

Raka bukanlah anak biasa. Sejak kecil, ia sering berbicara tentang mimpi-mimpi aneh yang ia alami setiap malam. Dalam mimpinya, ia terbang melintasi awan, menyentuh bintang, dan kadang berbicara dengan sosok-sosok aneh bercahaya yang tinggal di "atas langit." Ia pernah bercerita kepada Abah, “Aku sering melihat hujan turun ke atas langit, Bah. Bukan dari langit ke bumi, tapi dari bumi ke langit.”

Abah hanya tersenyum mendengar cerita itu. "Mungkin kamu punya mata yang berbeda dari kebanyakan orang, Nak," katanya sambil mengelus kepala cucunya.

Waktu berlalu. Raka tumbuh menjadi remaja yang pendiam, lebih sering menyendiri dan menatap langit setiap sore. Teman-temannya menganggap Raka aneh. Tapi Raka tak peduli. Baginya, langit adalah sahabat yang setia, yang selalu mendengarkan semua isi hatinya.

Suatu malam, setelah hujan deras mengguyur desa, Raka kembali bermimpi. Tapi kali ini berbeda. Ia berdiri di tengah padang luas, dan di depannya berdiri seorang wanita tua berjubah putih, bermata biru seperti es, dan berbicara dengan suara yang tak seperti manusia.

“Kau adalah penjaga gerbang mimpi,” katanya. “Kau akan menjadi jembatan antara dunia bawah dan dunia atas. Tapi dunia atas sedang terluka. Langit kehilangan warnanya, dan jika tidak segera dipulihkan, manusia akan lupa cara bermimpi.”

Raka terbangun dengan peluh membasahi tubuhnya. Mimpi itu begitu nyata. Dan sejak hari itu, ia mulai melihat hal-hal yang orang lain tidak bisa lihat. Cahaya biru samar mengambang di sekitar bunga, bayangan gelap menyelinap di balik pohon, dan suara bisikan dari angin.

Ia mulai mencatat semua penglihatannya dalam sebuah buku tua peninggalan almarhum ayahnya. Dalam catatan itu, ia menyusun peta. Peta mimpi. Setiap titik di peta itu adalah tempat di mana ia merasakan sesuatu yang “berbeda.” Bukit Rembulan, Danau Cermin, Hutan Lupa, dan Puncak Langit.

Abah yang mulai menua hanya memperhatikan dengan tenang. Suatu hari, saat kondisi Abah mulai melemah, ia memanggil Raka dan menyerahkan sebuah kunci kecil dari tembaga.

"Kakek juga pernah bermimpi seperti kamu," katanya lirih. "Kunci ini membuka menara tua di Puncak Langit. Di sana, kamu akan menemukan jawaban."

Raka tak menunggu lama. Dengan membawa buku catatannya dan kunci itu, ia mendaki Puncak Langit seorang diri. Di tengah kabut dan hujan, ia menemukan menara tua yang nyaris tak terlihat, tersembunyi oleh pepohonan dan waktu.

Dengan gemetar, ia memasukkan kunci dan membuka pintu yang mengeluarkan derit panjang. Di dalam, dinding menara dipenuhi lukisan-lukisan langit: langit merah, langit biru, langit retak, langit menangis. Di tengah ruangan, sebuah bola kaca besar berputar perlahan, menampilkan bayangan-bayangan mimpi dari seluruh dunia.

Sebuah suara bergema dari dalam bola kaca:
"Raka, kamu telah membangunkan kami. Dunia masih bisa bermimpi. Tapi mimpi harus dijaga."

Sejak malam itu, Raka tak lagi bermimpi sendirian. Ia menjadi penjaga langit. Kadang ia duduk di atas menara, menulis, menggambar, atau sekadar menatap hujan yang jatuh ke langit.

Orang-orang desa menyebutnya pemimpi. Tapi mereka tak tahu, berkat Raka, anak-anak mereka masih bisa tidur dengan mimpi indah. Bunga-bunga masih bermekaran, dan langit masih menyala dengan warna.

Dan jika kau datang ke Lembah Bening suatu malam dan menatap langit cukup lama, kau mungkin akan melihat tetes-tetes cahaya kecil mengalir naik — hujan yang jatuh ke langit.

---
intanasaraAvatar border
intanasara memberi reputasi
1
41
0
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan