- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Homo erectus dari Sundaland Berusia 140 Ribu Tahun Ditemukan di Dasar Selat Madura


TS
InRealLife
Homo erectus dari Sundaland Berusia 140 Ribu Tahun Ditemukan di Dasar Selat Madura
https://nationalgeographic.grid.id/r...adura?page=all

Ini mungkin penemuan fosil manusia purba dari dasar laut untuk pertama kalinya di dunia.
Seolah mengulang penemuan fosil manusia purba pertama di dunia ("Pithecanthropus erectus" oleh Eugene Dubois).
Lokasinya di Indonesia.
Spesiesnya Homo erectus.

Quote:
Homo erectus dari Sundaland Berusia 140 Ribu Tahun Ditemukan di Dasar Laut Selat Madura
Ade S - Jumat, 16 Mei 2025 | 15:03 WIB
Nationalgeographic.co.id—Temuan arkeologi yang signifikan dari dasar laut Selat Madura telah memberikan wawasan baru tentang kehidupan Homo erectus sekitar 140 ribu tahun yang lalu.
Selama operasi pengerukan, para arkeolog menemukan peninggalan fosil dari 36 spesies vertebrata, menandai penemuan fosil vertebrata pertama di dasar laut Indonesia. Area penemuan ini merupakan bagian dari Paparan Sunda atau Sundaland, sebuah dataran luas yang dulunya terbentang saat permukaan laut rendah. Di antara kekayaan fosil tersebut, ditemukan pula dua fragmen tengkorak Homo erectus.
Secara keseluruhan, temuan ini menyajikan gambaran unik mengenai ekosistem prasejarah Sundaland dan posisi Homo erectus di dalamnya.
Sofwan Noerwidi, Kepala Pusat Riset Arkeometri, Badan Riset dan Inovasi Nasional, menyatakan, “Penemuan penting hasil penelitian kolaborasi ini merupakan bukti pertama persebaran Homo erectus di dataran rendah nan luas, paparan Sunda, yang saat ini terendam di bawah permukaan laut, di Selat Madura.”
Gambaran Baru tentang Homo erectus
Sebelumnya, peninggalan Homo erectus dikenal luas dari berbagai lokasi di Pulau Jawa, termasuk Trinil, Sangiran, dan Ngandong. Para peneliti sebelumnya memperkirakan bahwa populasi Homo erectus di Jawa hidup relatif terisolasi selama ratusan ribu tahun.
Namun, penemuan terbaru di Selat Madura menunjukkan bahwa Homo erectus juga menyebar ke dataran rendah di luar Jawa, melintasi Paparan Sunda yang kini tenggelam, selama periode permukaan laut rendah. Populasi ini diperkirakan hidup di tepi sungai besar.
Harold Berghuis dari Leiden University menjelaskan, "Sepanjang sungai, mereka dapat air, kerang, ikan, buah, biji-bijian sepanjang tahun." Ia menambahkan bahwa Homo erectus memang diketahui mengumpulkan kerang sungai.
Fosil-fosil baru juga menunjukkan adanya bekas potongan pada tulang kura-kura dan banyak tulang sapi yang patah, yang mengindikasikan praktik perburuan dan konsumsi sumsum tulang.
Sofwan menambahkan, “Dengan penemuan ini, kita mungkin selangkah lagi dalam usaha untuk melacak jejak penghunian hominin awal di luar pulau Jawa. Setelah sebelumnya jejak penghunian hominin awal juga ditemukan di Kepulauan zona Wallacea.”
Temuan ini menyiratkan bahwa Homo erectus di Sundaland aktif berburu hewan yang sehat dan kuat. Pola perburuan semacam ini sebelumnya tidak dikenal dari populasi Homo erectus di Jawa, tetapi diamati pada populasi manusia yang lebih modern di daratan Asia.
Hal ini membuka kemungkinan bahwa Homo erectus meniru praktik tersebut dari kelompok-kelompok tersebut, atau bahkan mungkin terjadi kontak dan pertukaran genetik antara kelompok hominin dari daratan Asia dan Sundaland.
Pandangan yang Lebih Luas
Situs penemuan ini telah diteliti secara rinci selama lima tahun terakhir. Harold Berghuis menyampaikan, "Sering, hanya material yang paling menarik yang dipublikasikan dalam jenis penelitian ini, seperti fosil hominin."
"Kami menyajikan hasil penelitian dalam empat artikel yang luas dan kaya ilustrasi. Dengan cara ini, kami menciptakan jendela unik ke Sundaland, 140.000 tahun yang lalu," lanjut Berghuis.
Shinatria Adhityatama dari Griffith University menyoroti potensi arkeologi bawah air Indonesia, menyatakan, “Potensi arkeologi bawah air Indonesia tidak hanya berupa kapal karam tetapi juga kehidupan purba yang saat ini terendam di perairan kita, semoga hasil penelitian ini menjadi pemicu eksplorasi yang lebih luas akan lanskap terendam seperti Sundaland dan Sahul.”
Indra Sutisna, Pamong Budaya dari Kementerian Kebudayaan, menambahkan bahwa penemuan fragmen Homo erectus dan fosil fauna lainnya di Selat Madura membuktikan besarnya potensi kehidupan purba di Indonesia. Beliau berharap hasil penelitian ini menjadi stimulan untuk penelitian yang lebih luas, baik antarlembaga/kementerian maupun dengan peneliti internasional.
Sofwan juga menegaskan, “Penemuan ini juga semakin mengukuhkan Sundaland sebagai kawasan penting dalam kerangka prasejarah kuarter yang perlu dieksplorasi lebih jauh dengan menggunakan pendekatan multidisiplin, dan teknik penelitian Arkeologi bawah air.”
Penelitian kolaboratif ini melibatkan peneliti internasional dari Leiden University, Belanda, bersama tim spesialis dari Indonesia, Australia, Jerman, dan Jepang. Hasil penelitian ini telah dipublikasikan dalam Jurnal Quaternary Environments and Humans.
Saat ini, koleksi fosil dari situs tersebut disimpan di Museum Geologi, Bandung. Unggul Prasetyo dari Museum Geologi membenarkan, “Kumpulan fosil yang berasal dari lokasi fragmen fosil Homo erectus tersebut sekarang disimpan dan dikonservasi di museum geologi.”
Area yang kini dikenal sebagai kepulauan Indonesia dulunya merupakan dataran luas pada zaman prasejarah, terutama saat permukaan laut berada pada kondisi rendah. Pulau-pulau yang ada saat ini sebenarnya adalah perbukitan di dataran yang lebih rendah tersebut.
Harold Berghuis menjelaskan, "Kami menyebut daerah ini Sundaland. Homo erectus menyebar melalui daratan ini dari Asia ke Jawa."
Sebagian besar wilayah Sundaland kini terendam, membentuk dasar Laut Jawa, Laut China Selatan, dan Selat Madura. Hingga temuan ini, fosil belum pernah ditemukan di area yang terendam tersebut, menjadikan penemuan di Selat Madura sangat unik menurut Berghuis. Fosil-fosil ini berasal dari lembah sungai yang kini tenggelam dan seiring waktu terisi oleh pasir sungai.
Umur material ini dipastikan sekitar 140 ribu tahun yang lalu, yaitu pada periode glasial terakhir. Saat itu, sebagian besar belahan bumi utara ditutupi oleh gletser, dan volume air yang tersimpan dalam lapisan es menyebabkan permukaan laut global 100 meter lebih rendah dari kondisi saat ini.
Shinatria menyampaikan, “Hasil penelitian ini menunjukkan rekonstruksi lingkungan Sundaland yang telah tenggelam dan bagaimana kehidupan makhluk hidup penghuninya, seperti yang kita tahu Sundaland memiliki sungai-sungai besar yang pasti dikelilingi oleh kehidupan sehingga akan lebih banyak lagi penemuan semacam ini jika kita melakukan penelitian di perairan kita secara konsisten.”
Sofwan menambahkan bahwa pada 140 ribu tahun yang lalu, Homo erectus hidup dan beradaptasi di tepian sungai yang subur dengan keanekaragaman hayati yang tinggi, mencakup 36 taksa hewan, di tengah savana Sundaland. Kondisi lingkungan ini, imbuhnya, saat ini hanya bisa disaksikan melalui "fosil"nya di Taman Nasional Baluran.
Fauna Sundaland: Gajah, Badak, Kuda Nil, Biawak Komodo, dan Hiu Sungai
Pada periode tersebut, lingkungan Sundaland diyakini menyerupai savana Afrika modern – berupa padang rumput yang cenderung kering dengan jalur hutan sempit di sepanjang sungai-sungai besar – dan didukung oleh fauna yang kaya. Fauna ini mencakup berbagai spesies gajah, sapi, badak, dan buaya.
Sebagian besar spesies ini kini telah punah, sementara yang lain merupakan nenek moyang dari spesies yang masih ada di wilayah ini namun sangat terancam punah. Contohnya, kuda nil Asia telah punah.
Biawak Komodo saat ini hanya terbatas populasinya di pulau Komodo dan Flores. Hiu sungai saat ini sangat langka di sungai-sungai besar India dan Thailand. Namun, semua hewan ini dilaporkan berkembang dengan baik di Sundaland purba.
Pengetahuan mengenai fauna ini sangat penting untuk memahami keanekaragaman ekosistem di seluruh Asia Tenggara pada masa lalu.
Unggul mencatat bahwa fakta bahwa fragmen Homo erectus ini ditemukan berasosiasi dengan fosil-fosil fauna darat pada endapan sedimen sungai yang kini tertutup air laut merupakan data geologi penting dalam mengungkap kondisi lingkungan purba pada masa lalu di Pulau Jawa bagian ujung timur.
Penelitian ini melibatkan sejumlah institusi dari Indonesia dan luar negeri. Institusi dari Indonesia yang turut serta meliputi Badan Riset dan Inovasi Nasional (Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra), Museum Geologi Bandung, Badan Geologi Kementerian ESDM (Pusat Survei Geologi), Universitas Gajah Mada Yogyakarta, dan Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia (dulu Kemdikbud).
Dukungan teknis dalam penelitian ini diberikan oleh PT Van Oord Indonesia Jakarta, PT Berlian Manyar Sejahtera Surabaya, dan PT Pelabuhan Indonesia.
Sementara itu, institusi dari luar negeri yang terlibat adalah Universitas Leiden (Belanda), Universitas Tokyo (Jepang), Universitas Twente (Belanda), Universitas Shandong (China), Universitas Wollongong (Australia), dan Universitas Griffith (Australia).
Ade S - Jumat, 16 Mei 2025 | 15:03 WIB
Nationalgeographic.co.id—Temuan arkeologi yang signifikan dari dasar laut Selat Madura telah memberikan wawasan baru tentang kehidupan Homo erectus sekitar 140 ribu tahun yang lalu.
Selama operasi pengerukan, para arkeolog menemukan peninggalan fosil dari 36 spesies vertebrata, menandai penemuan fosil vertebrata pertama di dasar laut Indonesia. Area penemuan ini merupakan bagian dari Paparan Sunda atau Sundaland, sebuah dataran luas yang dulunya terbentang saat permukaan laut rendah. Di antara kekayaan fosil tersebut, ditemukan pula dua fragmen tengkorak Homo erectus.
Secara keseluruhan, temuan ini menyajikan gambaran unik mengenai ekosistem prasejarah Sundaland dan posisi Homo erectus di dalamnya.
Sofwan Noerwidi, Kepala Pusat Riset Arkeometri, Badan Riset dan Inovasi Nasional, menyatakan, “Penemuan penting hasil penelitian kolaborasi ini merupakan bukti pertama persebaran Homo erectus di dataran rendah nan luas, paparan Sunda, yang saat ini terendam di bawah permukaan laut, di Selat Madura.”
Gambaran Baru tentang Homo erectus
Sebelumnya, peninggalan Homo erectus dikenal luas dari berbagai lokasi di Pulau Jawa, termasuk Trinil, Sangiran, dan Ngandong. Para peneliti sebelumnya memperkirakan bahwa populasi Homo erectus di Jawa hidup relatif terisolasi selama ratusan ribu tahun.
Namun, penemuan terbaru di Selat Madura menunjukkan bahwa Homo erectus juga menyebar ke dataran rendah di luar Jawa, melintasi Paparan Sunda yang kini tenggelam, selama periode permukaan laut rendah. Populasi ini diperkirakan hidup di tepi sungai besar.
Harold Berghuis dari Leiden University menjelaskan, "Sepanjang sungai, mereka dapat air, kerang, ikan, buah, biji-bijian sepanjang tahun." Ia menambahkan bahwa Homo erectus memang diketahui mengumpulkan kerang sungai.
Fosil-fosil baru juga menunjukkan adanya bekas potongan pada tulang kura-kura dan banyak tulang sapi yang patah, yang mengindikasikan praktik perburuan dan konsumsi sumsum tulang.
Sofwan menambahkan, “Dengan penemuan ini, kita mungkin selangkah lagi dalam usaha untuk melacak jejak penghunian hominin awal di luar pulau Jawa. Setelah sebelumnya jejak penghunian hominin awal juga ditemukan di Kepulauan zona Wallacea.”
Temuan ini menyiratkan bahwa Homo erectus di Sundaland aktif berburu hewan yang sehat dan kuat. Pola perburuan semacam ini sebelumnya tidak dikenal dari populasi Homo erectus di Jawa, tetapi diamati pada populasi manusia yang lebih modern di daratan Asia.
Hal ini membuka kemungkinan bahwa Homo erectus meniru praktik tersebut dari kelompok-kelompok tersebut, atau bahkan mungkin terjadi kontak dan pertukaran genetik antara kelompok hominin dari daratan Asia dan Sundaland.
Pandangan yang Lebih Luas
Situs penemuan ini telah diteliti secara rinci selama lima tahun terakhir. Harold Berghuis menyampaikan, "Sering, hanya material yang paling menarik yang dipublikasikan dalam jenis penelitian ini, seperti fosil hominin."
"Kami menyajikan hasil penelitian dalam empat artikel yang luas dan kaya ilustrasi. Dengan cara ini, kami menciptakan jendela unik ke Sundaland, 140.000 tahun yang lalu," lanjut Berghuis.
Shinatria Adhityatama dari Griffith University menyoroti potensi arkeologi bawah air Indonesia, menyatakan, “Potensi arkeologi bawah air Indonesia tidak hanya berupa kapal karam tetapi juga kehidupan purba yang saat ini terendam di perairan kita, semoga hasil penelitian ini menjadi pemicu eksplorasi yang lebih luas akan lanskap terendam seperti Sundaland dan Sahul.”
Indra Sutisna, Pamong Budaya dari Kementerian Kebudayaan, menambahkan bahwa penemuan fragmen Homo erectus dan fosil fauna lainnya di Selat Madura membuktikan besarnya potensi kehidupan purba di Indonesia. Beliau berharap hasil penelitian ini menjadi stimulan untuk penelitian yang lebih luas, baik antarlembaga/kementerian maupun dengan peneliti internasional.
Sofwan juga menegaskan, “Penemuan ini juga semakin mengukuhkan Sundaland sebagai kawasan penting dalam kerangka prasejarah kuarter yang perlu dieksplorasi lebih jauh dengan menggunakan pendekatan multidisiplin, dan teknik penelitian Arkeologi bawah air.”
Penelitian kolaboratif ini melibatkan peneliti internasional dari Leiden University, Belanda, bersama tim spesialis dari Indonesia, Australia, Jerman, dan Jepang. Hasil penelitian ini telah dipublikasikan dalam Jurnal Quaternary Environments and Humans.
Saat ini, koleksi fosil dari situs tersebut disimpan di Museum Geologi, Bandung. Unggul Prasetyo dari Museum Geologi membenarkan, “Kumpulan fosil yang berasal dari lokasi fragmen fosil Homo erectus tersebut sekarang disimpan dan dikonservasi di museum geologi.”
Area yang kini dikenal sebagai kepulauan Indonesia dulunya merupakan dataran luas pada zaman prasejarah, terutama saat permukaan laut berada pada kondisi rendah. Pulau-pulau yang ada saat ini sebenarnya adalah perbukitan di dataran yang lebih rendah tersebut.
Harold Berghuis menjelaskan, "Kami menyebut daerah ini Sundaland. Homo erectus menyebar melalui daratan ini dari Asia ke Jawa."
Sebagian besar wilayah Sundaland kini terendam, membentuk dasar Laut Jawa, Laut China Selatan, dan Selat Madura. Hingga temuan ini, fosil belum pernah ditemukan di area yang terendam tersebut, menjadikan penemuan di Selat Madura sangat unik menurut Berghuis. Fosil-fosil ini berasal dari lembah sungai yang kini tenggelam dan seiring waktu terisi oleh pasir sungai.
Umur material ini dipastikan sekitar 140 ribu tahun yang lalu, yaitu pada periode glasial terakhir. Saat itu, sebagian besar belahan bumi utara ditutupi oleh gletser, dan volume air yang tersimpan dalam lapisan es menyebabkan permukaan laut global 100 meter lebih rendah dari kondisi saat ini.
Shinatria menyampaikan, “Hasil penelitian ini menunjukkan rekonstruksi lingkungan Sundaland yang telah tenggelam dan bagaimana kehidupan makhluk hidup penghuninya, seperti yang kita tahu Sundaland memiliki sungai-sungai besar yang pasti dikelilingi oleh kehidupan sehingga akan lebih banyak lagi penemuan semacam ini jika kita melakukan penelitian di perairan kita secara konsisten.”
Sofwan menambahkan bahwa pada 140 ribu tahun yang lalu, Homo erectus hidup dan beradaptasi di tepian sungai yang subur dengan keanekaragaman hayati yang tinggi, mencakup 36 taksa hewan, di tengah savana Sundaland. Kondisi lingkungan ini, imbuhnya, saat ini hanya bisa disaksikan melalui "fosil"nya di Taman Nasional Baluran.
Fauna Sundaland: Gajah, Badak, Kuda Nil, Biawak Komodo, dan Hiu Sungai
Pada periode tersebut, lingkungan Sundaland diyakini menyerupai savana Afrika modern – berupa padang rumput yang cenderung kering dengan jalur hutan sempit di sepanjang sungai-sungai besar – dan didukung oleh fauna yang kaya. Fauna ini mencakup berbagai spesies gajah, sapi, badak, dan buaya.
Sebagian besar spesies ini kini telah punah, sementara yang lain merupakan nenek moyang dari spesies yang masih ada di wilayah ini namun sangat terancam punah. Contohnya, kuda nil Asia telah punah.
Biawak Komodo saat ini hanya terbatas populasinya di pulau Komodo dan Flores. Hiu sungai saat ini sangat langka di sungai-sungai besar India dan Thailand. Namun, semua hewan ini dilaporkan berkembang dengan baik di Sundaland purba.
Pengetahuan mengenai fauna ini sangat penting untuk memahami keanekaragaman ekosistem di seluruh Asia Tenggara pada masa lalu.
Unggul mencatat bahwa fakta bahwa fragmen Homo erectus ini ditemukan berasosiasi dengan fosil-fosil fauna darat pada endapan sedimen sungai yang kini tertutup air laut merupakan data geologi penting dalam mengungkap kondisi lingkungan purba pada masa lalu di Pulau Jawa bagian ujung timur.
Penelitian ini melibatkan sejumlah institusi dari Indonesia dan luar negeri. Institusi dari Indonesia yang turut serta meliputi Badan Riset dan Inovasi Nasional (Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra), Museum Geologi Bandung, Badan Geologi Kementerian ESDM (Pusat Survei Geologi), Universitas Gajah Mada Yogyakarta, dan Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia (dulu Kemdikbud).
Dukungan teknis dalam penelitian ini diberikan oleh PT Van Oord Indonesia Jakarta, PT Berlian Manyar Sejahtera Surabaya, dan PT Pelabuhan Indonesia.
Sementara itu, institusi dari luar negeri yang terlibat adalah Universitas Leiden (Belanda), Universitas Tokyo (Jepang), Universitas Twente (Belanda), Universitas Shandong (China), Universitas Wollongong (Australia), dan Universitas Griffith (Australia).
Ini mungkin penemuan fosil manusia purba dari dasar laut untuk pertama kalinya di dunia.
Seolah mengulang penemuan fosil manusia purba pertama di dunia ("Pithecanthropus erectus" oleh Eugene Dubois).
Lokasinya di Indonesia.
Spesiesnya Homo erectus.
0
434
Kutip
17
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan