- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Memberi Secukupnya: Mendidik dengan Adil, Bukan dengan Paksaan


TS
michaeljohnr875
Memberi Secukupnya: Mendidik dengan Adil, Bukan dengan Paksaan
Kadangkala saya merasa, ada sesuatu yang sangat salah dengan pendidikan dasar di Indonesia. Sebelum saya lanjut, saya ingin disclaimer dulu bahwa ini adalah pandangan saya secara subjektif. Sehingga apa yang saya tulis sepenuhnya adalah opini, sehingga benar atau salahnya juga bersifat sangat subjektif.
Apa yang membuat saya berpikir demikian? Karena banyak orang dewasa yang saya kenal tidak bisa benar-benarmerasa nyaman untuk menggunakan gaji yang mereka terima hanya untuk kesenangan pribadinya sendiri. Ketika saya tanya kenapa, itu kan hakmu. Jawaban mereka membuat saya tertegun.
“Nggak enak, merasa bersalah. Harusnya sebagain buat bantu kuliah si A, buat membelikan si B, dan C.”
Memang tidak semua, tapi banyak dan rata-rata adalah anak pertama. Seolah-olah semua kebutuhan keluarga besarnya adalah tanggung jawabnya, hingga menghabiskan sedikit uang untuk dirinya sendiri sudah menjadi semacam dosa. Sehingga saya berpikir, wah ada yang salah dengan sistem pendidikan dasar kita jika banyak orang dewasa memiliki pandangan yang sama.
Ternyata kesalahan terbesar adalah kalimat, “Ayo nak, berbagi sama temanmu. Kan kamu anak baik, anak baik harus berbagi.”
Sering dengar kalimat itu? Pasti.
Siapakah yang sering mengatakan kalimat itu? Orang tua dan guru, 2 sosok yang paling kita hormati dan dengar ucapannya saat kecil. Dan tanpa sadar hal itu terbawa hingga dewasa.
Apakah diajak untuk berbagi adalah hal yang salah? Tidak, itu hal yang sangat baik. Yang salah adalah mengajari anak berbagi dengan paksa sebelum mengajari mereka untuk mengerti apa itu haknya.
Kalau ada anak bertengkar di TK karena sebuah mainan, kebanyakan guru akan menyuruh anak yang sedang bermain untuk memberikan mainan tersebut ke anak yang menangis agar berhenti merengek, dengan bahasa yang menyanjung tinggi tentang sikap berbagi. Tapi apakah itu adil? Tidak. Seringkali guru tidak menanyakan apakah si anak tadi sudah cukup puas bermain dengan mainannya, atau menciptakan sistem gantian berdasarkan waktu sehingga semua adil.
Apa yang ditangkap dan direkam di alam bawah sadar si anak? Bahwa berbagi adalah keharusan, bukan dilandasi oleh keikhlasan.
Ngerinya hal ini terbawa terus hingga dewasa, terutama orang-orang yang lahir jadi anak pertama. Bahkan tanpa diminta pun, mereka membagikan apa yang mereka punya, meskipun itu sama sekali tidak memberikan mereka kebahagiaan.
Kebaikan sejati tidak lahir dari paksaan, melainkan dari pemahaman dan keikhlasan. Mengajarkan anak untuk berbagi memang penting, tapi akan jauh lebih bermakna jika didahului dengan pengenalan terhadap konsep hak dan batasan diri. Jika sejak kecil kita tidak pernah diberi ruang untuk merasa cukup dan memiliki hak atas kebahagiaan sendiri, maka saat dewasa pun kita akan kesulitan menempatkan diri dengan sehat dalam relasi sosial, terutama dalam keluarga.
Sudah saatnya kita mengevaluasi ulang cara kita mendidik dan dididik, agar generasi berikutnya bisa tumbuh dengan kesadaran bahwa memberi adalah pilihan, bukan kewajiban yang meniadakan diri sendiri. Memberi secukupnya bukan berarti egois, tapi bentuk mencintai diri tanpa melupakan orang lain.




zeya dan tiokyapcing memberi reputasi
2
44
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan