- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Toko Jam Waktu


TS
yantosau
Toko Jam Waktu

Di sudut kota tua yang hampir dilupakan, berdiri sebuah toko kecil berdebu dengan papan nama kayu tua bertuliskan: **“Toko Jam Waktu – Segala Waktu Bisa Dikembalikan.”**
Tak banyak yang memperhatikan toko itu. Letaknya tersembunyi, diapit dua bangunan kosong dan sebagian besar penduduk menganggapnya hanya toko antik biasa yang menjual jam-jam rusak. Tapi bagi mereka yang tahu… toko itu menyimpan sesuatu yang lebih besar dari sekadar mesin pengukur waktu.
---
Alya, seorang gadis berumur 24 tahun, kehilangan ayahnya dalam kecelakaan setahun lalu. Ia masih hidup dengan perasaan bersalah—karena pada pagi hari kecelakaan itu terjadi, ia sempat bertengkar dengan ayahnya hanya karena masalah sepele: sepiring sarapan yang tak disentuh.
Satu tahun penuh ia hidup dengan penyesalan, berharap bisa kembali ke waktu itu dan meminta maaf. Suatu sore yang mendung, saat ia berjalan sendirian pulang kerja, hujan turun tiba-tiba dan ia mencari tempat berteduh. Ia melihat toko tua itu. Toko jam. Ia masuk.
Di dalam, jam-jam tua menggantung di setiap sudut. Denting pelan terdengar dari segala arah. Di belakang meja, duduk seorang pria tua dengan jas rapi dan kacamata bundar. Wajahnya teduh, tapi matanya menyimpan sesuatu yang dalam.
“Selamat datang di Toko Jam Waktu,” katanya lembut.
Alya tersenyum sopan. “Toko antik ya, Pak?”
“Bisa dibilang begitu. Tapi di sini, kami menjual kesempatan kedua.”
Alya tertawa kecil. “Maksud Bapak?”
Pria tua itu mengeluarkan sebuah jam saku emas dari laci. Ia menyerahkannya pada Alya.
“Setiap jam saku di sini memiliki sisa waktu yang bisa digunakan untuk kembali ke masa lalu. Tapi hanya satu momen. Dan waktunya hanya lima menit.”
Alya terdiam. Ia mengira pria itu sedang bercanda, tapi ekspresinya terlalu serius untuk itu. Ia memandangi jam saku itu. Indah, berkilau, dengan ukiran burung kecil di tutupnya.
“Kalau saya percaya, apa yang harus saya bayar?”
“Bukan uang,” jawab pria itu. “Tapi satu kenangan yang kau cintai. Sebagai gantinya, kau bisa mengulang satu momen yang kau sesali.”
Alya memandangi jam itu lagi. Ia tahu kenangan mana yang harus dikorbankan. Kenangan terakhirnya bersama ibunya sebelum sang ibu meninggal bertahun lalu. Tapi ia ingin menebus kesalahan dengan ayahnya, walau hanya lima menit.
“Aku setuju,” katanya akhirnya.
Pria itu tersenyum, mengetuk meja dua kali, dan jam saku terbuka dengan bunyi kecil. Cahaya menyilaukan menyelimuti Alya.
---
Ia terbangun di pagi yang sangat dikenalnya. Dapur rumahnya. Ayahnya masih hidup. Sarapan masih mengepul. Ia tahu ini—momen sebelum pertengkaran itu.
Tanpa berpikir, ia berlari dan memeluk ayahnya.
“Ayah… maaf… aku sayang Ayah,” katanya dengan suara bergetar.
Ayahnya terdiam, lalu tersenyum lembut dan membalas pelukannya. “Ayah juga sayang kamu, Nak. Selalu.”
Detik berikutnya, semuanya pudar.
---
Alya terbangun di bangku taman. Di pangkuannya, jam saku itu telah berubah menjadi batu kecil. Tapi ada kedamaian di dalam dadanya. Ia telah berkata yang tak sempat ia ucapkan.
Namun saat ia mencoba mengingat wajah ibunya—suaranya, pelukannya—semuanya hilang. Ia tahu itulah harga yang dibayarnya.
Toko itu? Sudah tak ada lagi. Ia kembali ke lokasi yang sama minggu depannya, tapi yang tersisa hanyalah bangunan kosong dengan jendela pecah dan pintu rusak.
Namun Alya tahu, toko itu nyata.
Sejak saat itu, ia menjalani hidup berbeda. Ia menulis buku, berbicara tentang penyesalan dan waktu. Tentang pentingnya memaafkan dan mengucapkan cinta sebelum semuanya terlambat.
Dan di setiap akhir seminar, ia selalu mengatakan kalimat yang menjadi tanda:
> “Jika kalian menemukan Toko Jam Waktu... jangan ragu mengetuk pintunya. Tapi ingat, waktu adalah hadiah. Bukan untuk diulang, tapi untuk disyukuri.”
---


intanasara memberi reputasi
1
51
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan