Kaskus

Entertainment

yantosauAvatar border
TS
yantosau
Jendela di Kamar Sebelah
Jendela di Kamar Sebelah

Di gang sempit yang jarang tersentuh cahaya kota, terdapat sebuah rumah susun tua yang dindingnya mulai berjamur, dan tangganya berderit setiap kali diinjak. Di lantai paling atas, di kamar nomor 7A, tinggal seorang remaja bernama Alya, 17 tahun, yang lebih banyak berbicara dengan buku dibanding manusia. Ia tinggal bersama ibunya yang jarang pulang karena bekerja sebagai buruh cuci dari pagi hingga larut malam.

Tepat di kamar sebelahnya, 7B, tinggal seorang pemuda bernama Gio, 21 tahun, seorang pengamen jalanan yang juga sering menulis lagu di malam hari. Ayah ibunya meninggal karena kecelakaan, meninggalkannya sendiri tanpa keluarga. Gio selalu menyanyi dengan suara lembutnya dari balik jendela kecil, jendela yang hanya dipisahkan oleh dinding setebal empat jari dari kamar Alya.

Mereka tak pernah bertatap muka. Tapi mereka saling tahu. Alya sering diam-diam mendekatkan telinganya ke dinding setiap kali Gio bernyanyi. Lagu-lagunya menyentuh, seolah tahu isi hatinya. Sementara Gio… ia tahu suara langkah Alya. Ia tahu jam-jam di mana gadis itu menangis pelan. Tapi mereka hanya terhubung lewat jendela kamar kecil—tempat cahaya sore menembus tipis, menyinari sedikit ruang hati yang sepi.

Suatu malam, hujan turun sangat deras. Alya tidak mendengar suara gitar Gio. Tak ada suara napas di balik dinding. Ia mengetuk pelan… tidak ada jawaban. Malam berikutnya pun begitu. Seminggu berlalu.

Akhirnya, Alya memberanikan diri keluar dan mengintip ke jendela kamar 7B. Di dalam kamar kosong itu, hanya tersisa kasur kecil, secarik kertas lirik yang belum selesai ditulis, dan sebuah gitar tua yang bersandar di tembok.

Gio sudah pergi.

Tetangga mengatakan ia dibawa ke rumah sakit dua minggu lalu. Ia sakit parah, kanker tulang stadium akhir, tapi tak pernah mau mengeluh. Tidak ada keluarga yang datang menjemput jenazahnya. Ia dikuburkan tanpa nama, di pemakaman umum di pinggiran kota.

Alya tak berkata apa-apa. Ia hanya mengambil lirik yang tertinggal, membacanya perlahan:

"Bila tak sempat kutatap wajahmu,
Setidaknya biarkan suaraku singgah
Di malam sunyi kamarmu,
Karena di diamnya dinding ini,
Aku menemukan rumah.”

Sejak malam itu, Alya mulai menyanyi. Bukan dengan suara merdu, tapi dengan keberanian. Ia menyanyikan lagu-lagu Gio, berdiri di jendela kecil itu, berharap suaranya menembus waktu, menjangkau tempat Gio kini berada.

Orang-orang di rumah susun mulai memperhatikan. Suara Alya membuat malam terasa lebih hangat. Ia menyanyikan kisah mereka—tentang kehilangan, tentang kesepian, dan tentang cinta yang tak sempat disampaikan.

Alya tak pernah lupa. Setiap sore, ketika cahaya matahari menembus jendela kamar sempit itu, ia tahu: suara Gio masih ada. Di lagu. Di ingatan. Di hatinya.

Akhir Cerita

Kadang, orang yang paling menyentuh hidup kita justru adalah mereka yang tidak sempat kita genggam tangannya—hanya suaranya yang tertinggal, menyala di balik dinding yang tipis, seperti harapan yang tak pernah benar-benar mati.
intanasaraAvatar border
intanasara memberi reputasi
1
47
0
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan