- Beranda
- Komunitas
- Story
- Heart to Heart
Di Balik Jendela Kamar Sewa


TS
yantosau
Di Balik Jendela Kamar Sewa

Kos-kosan tua di pinggir kota itu punya banyak cerita. Tapi tidak ada yang lebih rumit daripada kisah Arga dan Nayla. Mereka tinggal di lantai yang sama—kamar Arga tepat di sebelah kamar Nayla. Setiap malam, suara radio kecil dari kamar Nayla kadang terdengar hingga ke dinding Arga, yang mulai terbiasa dengan suara pelan penyiar yang membacakan puisi cinta sebelum pukul dua belas.
Nayla datang sebagai penghuni baru tiga bulan lalu. Perempuan mandiri, sederhana, dan jarang bicara. Sementara Arga adalah pria 28 tahun yang bekerja serabutan dan sudah lima tahun menghuni kamar sempit itu. Di balik tubuh kurusnya dan tatapan kosong, ia menyimpan luka yang belum sembuh sejak ditinggal tunangannya menikah dengan orang lain.
Semua berubah saat hujan deras suatu malam membuat listrik padam. Nayla mengetuk pintu kamar Arga, meminta lilin karena ia takut gelap. Sejak saat itu, mereka mulai sering berbincang. Tentang film, buku, dan hidup yang tidak adil. Mereka sama-sama kesepian, dan kehangatan itu tumbuh perlahan—diam-diam.
Namun, cinta mereka tidak pernah seharusnya ada.
Nayla ternyata sudah menikah. Suaminya tinggal di kota lain, bekerja sebagai dosen. Nayla mengatakan mereka sedang “berjeda,” dalam kondisi rumah tangga yang retak. Tapi tidak pernah ada kata cerai, tidak pernah ada keputusan akhir. Hanya jeda yang tidak tahu kapan akan berakhir.
Arga tahu itu salah. Tapi ia juga tahu, perasaan itu bukan sesuatu yang bisa dimatikan begitu saja. Mereka tidak pernah saling bersentuhan, tapi tatapan mata mereka lebih dalam dari pelukan mana pun. Diam-diam, mereka saling menunggu. Diam-diam, mereka saling mencintai.
Suatu malam, Nayla menangis di depan pintu kamar Arga. Suaminya datang menjemput. “Aku harus pulang,” katanya pelan, tanpa menjelaskan apapun. Arga hanya mengangguk, meski hatinya berontak. Ia tidak menahan, karena tahu cinta yang benar kadang berarti melepaskan.
Nayla pergi esok harinya. Tanpa pelukan. Tanpa pesan.
Dua bulan kemudian, Arga menemukan secarik kertas terjepit di bawah pintu kamarnya. Tulisannya tangan Nayla:
> *“Maaf aku tidak bisa jadi apa-apa untukmu, tapi kamu telah jadi segalanya dalam sepi yang menyiksaku. Terima kasih sudah membuatku merasa hidup, meski hanya sebentar. Jika takdir mempertemukan kita lagi suatu hari nanti, aku harap kita sudah bisa memilih tanpa menyakiti siapa-siapa.”*
Sejak itu, suara radio kecil dari kamar sebelah tak pernah terdengar lagi. Tapi Arga tetap mendengarkan, dalam diam.
---


intanasara memberi reputasi
1
32
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan