- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Langkah Kecil di Kota Besar


TS
yantosau
Langkah Kecil di Kota Besar

Di tengah gemerlap lampu kota Jakarta yang tak pernah benar-benar tidur, seorang pemuda bernama Damar melangkah perlahan di trotoar yang basah oleh gerimis. Jaket jeans tipis yang ia kenakan tidak cukup menghalau dingin malam, tapi ia terus berjalan, menatap lurus ke depan seolah tahu persis ke mana arah tujuannya. Padahal, kenyataannya tidak demikian.
Damar baru saja menyelesaikan shift malamnya di sebuah minimarket 24 jam di kawasan Kuningan. Ia telah bekerja di sana selama enam bulan terakhir, setelah memutuskan keluar dari kampung halamannya di Brebes dengan harapan bisa "menemukan hidup yang lebih baik" di ibu kota. Nyatanya, hidup di Jakarta tidak semudah cerita yang ia dengar dari teman-teman lamanya.
Gaji pas-pasan, kos kecil yang pengap, dan perut yang sering kali harus menahan lapar karena harus memilih antara makan malam atau menyimpan uang untuk ongkos bulan depan. Namun Damar tidak menyerah. Di sela-sela pekerjaannya, ia selalu menyempatkan membaca buku-buku bekas dari pasar loak, dan kadang-kadang ia menulis puisi atau cerita pendek di buku catatan kecil yang sudah usang di saku jaketnya.
"Kalau kamu terus nulis, siapa tahu suatu hari bisa jadi penulis beneran," kata Bu Rina, pemilik warteg tempat Damar biasa makan.
Ia hanya tertawa waktu itu, tapi diam-diam kata-kata itu tinggal di kepalanya. Setiap kali ia merasa dunia terlalu berat, ia menulis. Tentang apa saja—tentang pelanggan menyebalkan yang marah karena diskon tak berlaku, tentang suara klakson malam hari, bahkan tentang aroma kopi sachet yang ia minum diam-diam di pojokan toko.
Suatu malam, Damar memberanikan diri mengirimkan salah satu ceritanya ke sebuah lomba menulis online. Cerita itu ia tulis saat hujan deras mengguyur kota dan listrik mati selama dua jam. Judulnya “Langkah Kecil di Kota Besar” — kisah fiksi tentang seorang pemuda yang merantau dan belajar mengenali dirinya sendiri lewat keheningan kota yang sibuk. Ia tak berharap banyak, hanya ingin tahu bagaimana rasanya "mengirimkan karyaku ke dunia luar", katanya.
Beberapa minggu kemudian, saat sedang merapikan rak minuman, ponselnya bergetar. Pesan dari panitia lomba: **"Selamat, naskah Anda terpilih sebagai pemenang utama!"**
Damar terpaku. Ia membaca pesan itu tiga kali, takut kalau-kalau ia salah baca. Tapi tidak. Namanya ada di sana. Ia benar-benar menang.
Malam itu, untuk pertama kalinya, Damar berjalan pulang dengan senyuman yang tidak dibuat-buat. Langit masih kelabu, gerimis masih turun, dan jalanan masih penuh kendaraan yang bising. Tapi malam itu berbeda. Di tangannya, buku catatan kecil itu terasa lebih ringan—atau mungkin justru lebih berat oleh harapan yang baru tumbuh.
Ia tahu perjuangannya belum selesai. Tapi kini, untuk pertama kalinya, ia percaya bahwa langkah kecilnya—meski perlahan—sedang menuju ke tempat yang tepat.
---


intanasara memberi reputasi
1
20
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan