- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Sepucuk Surat dari Masa Depan


TS
yantosau
Sepucuk Surat dari Masa Depan

Di sebuah desa kecil yang dikelilingi sawah hijau dan bukit-bukit berkabut, tinggal seorang anak laki-laki bernama Rendi. Ia berusia 14 tahun, bersekolah di SMP satu-satunya di desa itu, dan terkenal sebagai anak yang pendiam. Rendi tak punya banyak teman, bukan karena ia sombong, tetapi karena pikirannya sering melayang ke hal-hal yang orang seusianya tak mengerti—tentang waktu, bintang, dan mengapa manusia bisa lupa.
Suatu sore sepulang sekolah, Rendi duduk di bale-bale belakang rumah sambil membaca buku tua peninggalan ayahnya yang sudah meninggal beberapa tahun lalu. Ia sering merasa rindu, bukan hanya pada sosok ayah, tapi pada masa-masa damai yang kini terasa jauh. Ibunya bekerja keras sebagai penjahit, dan kehidupan mereka tidak mudah.
Hari itu berbeda. Saat membuka halaman terakhir buku tua itu, Rendi menemukan amplop berwarna cokelat tua yang diselipkan rapi. Tidak ada nama pengirim. Hanya tertulis satu kalimat: **“Untuk Rendi, di waktu yang tepat.”**
Penasaran, ia membuka surat itu. Isinya:
> **Halo, Rendi.**
>
> Aku tahu ini terdengar aneh, tapi aku adalah kamu—di masa depan. Saat kau membaca ini, mungkin kamu sedang bingung, takut, atau merasa hidup ini tidak adil. Tapi percayalah, semua akan berubah. Bukan dengan keajaiban, tetapi dengan pilihan-pilihan kecil yang kamu buat mulai sekarang.
>
> Jangan takut bermimpi, meskipun tak ada yang mendukung. Jangan ragu untuk belajar, meskipun kau tak punya fasilitas seperti anak kota. Dan yang terpenting, jangan biarkan kehilangan membuatmu pahit. Ayah kita, meskipun sudah tiada, masih hidup dalam setiap keputusan baik yang kau ambil.
>
> Di masa depan, kamu akan tumbuh menjadi seseorang yang mengubah hidup orang lain. Tapi itu tak akan terjadi jika kamu menyerah sekarang.
>
> Jalanmu panjang. Tapi aku, kita, akan sampai.
>
> — Rendi, tahun 2040.
Tangan Rendi gemetar saat membaca surat itu. Ia ingin percaya, tapi rasanya terlalu ajaib. Bagaimana mungkin ia menerima surat dari dirinya sendiri di masa depan? Namun entah kenapa, hatinya tenang. Kalimat-kalimat dalam surat itu seolah memahami apa yang ia rasakan selama ini—kesepian, ketakutan, dan keraguan akan masa depannya.
Hari-hari setelahnya, Rendi mulai berubah. Ia mulai mencatat mimpi-mimpinya. Ia mulai mencoba menulis cerita, meminjam buku dari perpustakaan sekolah, dan diam-diam belajar komputer di warnet desa. Ia tidak tahu apakah surat itu benar-benar dari masa depan, atau hanya ilusi, tapi ia tidak peduli.
Waktu berlalu. Rendi lulus SMP, lalu SMA dengan beasiswa. Ia terus menulis, terus belajar, bahkan mulai mengirimkan ceritanya ke media online. Beberapa tahun kemudian, ia diterima di universitas negeri di kota, jurusan sastra. Hidupnya tidak mudah, tapi ia tak pernah melupakan isi surat itu.
Dan pada tahun 2040, tepat 20 tahun setelah ia membaca surat itu untuk pertama kalinya, Rendi yang kini telah menjadi penulis terkenal dan pengajar di sebuah sekolah desa, menulis surat baru.
Ia menulis:
> **Untuk Rendi, di waktu yang tepat.**
>
> Aku tahu ini terdengar aneh, tapi aku adalah kamu—di masa depan...
Lalu ia menyelipkan surat itu ke halaman terakhir buku tua peninggalan ayahnya, dan menyimpannya kembali di rak, menunggu waktu ketika Rendi kecil lain akan menemukannya.
---


intanasara memberi reputasi
1
96
1


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan