Kaskus

Entertainment

yantosauAvatar border
TS
yantosau
Aroma yang Tertinggal
Aroma yang Tertinggal

Di sebuah kota kecil yang terletak di antara perbukitan dan kebun teh, tinggal seorang pria tua bernama Pak Bram. Ia dikenal sebagai seorang pembuat parfum rumahan yang legendaris. Meski usianya sudah menginjak 70 tahun, tangan dan penciumannya masih setajam dulu. Orang-orang menyebut parfumnya sebagai “aroma kenangan” karena setiap tetesnya seolah membawa kembali memori yang telah lama terkubur.

Setiap pagi, Pak Bram membuka jendela rumah kayunya dan membiarkan aroma bunga melati dan kenanga masuk. Ia akan duduk di meja kerja kayu tua, meracik ramuan demi ramuan dalam botol kaca, dengan catatan-catatan usang berisi formula rahasia yang ia wariskan dari almarhum istrinya, Lestari.

Lestari adalah cinta sejatinya. Mereka bertemu puluhan tahun lalu saat ia masih seorang pemuda penjual minyak wangi keliling, dan Lestari seorang gadis penjual bunga di pasar. Pak Bram selalu berkata bahwa aroma tubuh Lestari seperti wangi sore hari yang tenang—lembut, hangat, dan membuat hati ingin pulang. Ketika Lestari meninggal sepuluh tahun lalu, ia menciptakan parfum khusus untuk mengenangnya. Parfum itu tidak pernah ia jual. Hanya ia simpan di lemari kayu, dan kadang sesekali ia hirup diam-diam jika rindu mulai datang.

Suatu hari, seorang gadis muda datang ke rumahnya. Namanya Rena, seorang mahasiswi jurusan seni dari Jakarta yang sedang liburan ke desa itu. Ia mendengar tentang Pak Bram dari penduduk setempat dan ingin belajar membuat parfum.

“Aku tidak ajarkan sembarang orang,” kata Pak Bram sambil menyipitkan mata. “Parfum bukan hanya soal bau wangi. Ia adalah cerita.”

“Tolong, Pak. Saya ingin belajar bukan karena ingin jualan. Tapi saya ingin membuat parfum untuk mengenang ibu saya. Ia selalu pakai wangi tertentu, tapi saya tidak tahu namanya. Saya cuma ingat aromanya seperti mawar pagi dan kayu manis,” kata Rena dengan suara bergetar.

Pak Bram terdiam. Ia melihat kesungguhan di mata gadis itu. Ada luka yang sama, rindu yang serupa.

Akhirnya, Pak Bram membimbing Rena hari demi hari. Mereka mengumpulkan bunga, mencampur esens, mendistilasi, lalu mencoba ulang. Dalam proses itu, Rena seperti menemukan kembali serpihan memori masa kecilnya—ibunya yang tertawa di dapur, yang menyemprotkan parfum sebelum keluar rumah, yang memeluknya erat saat ia sakit.

Setelah berminggu-minggu, mereka akhirnya menciptakan aroma yang mendekati ingatan Rena: mawar pagi, kayu manis, sedikit musk dan sentuhan vanila. Ketika Rena mencium aroma itu untuk pertama kalinya, ia menangis. “Ini... ini aroma pelukan ibu.”

Pak Bram hanya tersenyum. Ia tahu, parfum bukan hanya cairan wangi. Ia adalah jembatan waktu, penghubung rasa, saksi bisu sebuah cinta, duka, dan harapan.

Hari Rena kembali ke kota, ia memberi Pak Bram sebuah bingkisan kecil. Isinya adalah buku sketsa tentang cerita Pak Bram dan parfum-parfumnya. Di halaman terakhir tertulis:

*"Aroma bisa hilang dari udara, tapi tak akan pernah hilang dari hati. Terima kasih telah mengajarkan bahwa kenangan bisa disimpan dalam botol kecil berisi keajaiban."*

Pak Bram menatap langit senja. Udara membawa harum melati. Ia menutup matanya dan untuk sesaat, ia merasakan tangan Lestari menggenggamnya kembali.

---
intanasaraAvatar border
intanasara memberi reputasi
1
41
0
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan