- Beranda
- Komunitas
- Komunitas Penggemar Cerita Horor
PINTU KETUJUH DI RUMAH PAK UJANG


TS
yantosau
PINTU KETUJUH DI RUMAH PAK UJANG

Di sebuah desa terpencil di kaki Gunung Salak, berdiri rumah tua milik Pak Ujang—seorang duda tua yang dikenal pendiam dan tak banyak bicara. Rumah itu besar, bertingkat dua, berdinding kayu jati tua yang warnanya sudah pudar dimakan waktu. Tapi bukan itu yang membuat warga desa menghindari rumah Pak Ujang. Konon, rumah itu memiliki tujuh pintu utama… dan pintu ketujuh **tidak pernah boleh dibuka**.
Anak-anak yang bermain bola dekat pekarangan sering mengaku melihat bayangan perempuan berdiri di balik jendela lantai atas. Kadang terdengar suara tangisan lirih menjelang tengah malam, padahal rumah itu hanya dihuni satu orang. Tapi tak satu pun warga berani bertanya lebih jauh. Sebab, mereka tahu, setiap orang yang terlalu ingin tahu… **tidak pernah kembali dengan akal sehat yang utuh.**
Suatu hari, datanglah seorang mahasiswa bernama Dimas, yang sedang menyusun skripsi tentang arsitektur rumah kolonial di desa-desa tua. Ia mendapat info tentang rumah Pak Ujang dari dosennya dan datang dengan penuh rasa penasaran. Pak Ujang awalnya menolak, namun setelah dibujuk dan dijanjikan akan dibantu membersihkan rumah, ia mengizinkan Dimas tinggal selama seminggu.
Hari pertama dan kedua berjalan biasa. Dimas mencatat banyak detail menarik dari ukiran pintu, langit-langit, sampai denah bangunan. Tapi malam ketiga, Dimas mulai mendengar suara ketukan lembut dari salah satu lorong di lantai dua—tempat semua pintu berada. Saat ia menelusuri sumber suara itu, ia mendapati sebuah pintu berwarna merah tua, yang berbeda dari pintu lainnya yang berwarna coklat muda. Di bagian atasnya tergantung kertas bertuliskan aksara Sunda kuno, yang tak ia pahami.
Ia bertanya ke Pak Ujang keesokan paginya. Wajah Pak Ujang langsung berubah pucat. Dengan suara bergetar, ia berkata, **"Itu pintu ketujuh. Jangan pernah mendekat. Apalagi membukanya. Di situ bukan tempat manusia."**
Namun, larangan itu malah membakar rasa penasaran Dimas. Malam kelima, saat Pak Ujang tidur, Dimas membawa kamera dan senter. Ia kembali ke lantai dua, mendekati pintu merah itu. Semakin dekat, udara di sekitarnya terasa lebih dingin. Ketika ia menyentuh gagang pintu, tangan kirinya gemetar hebat, namun entah kenapa, ia tetap memutar kenopnya dan perlahan… membukanya.
Apa yang ia lihat pertama kali adalah **lorong gelap tak berujung**, seperti bukan bagian dari rumah itu. Di dalamnya tercium bau bunga melati yang sangat menyengat, bercampur dengan aroma darah besi yang menusuk. Di kejauhan, terdengar suara perempuan tertawa kecil, lirih tapi menyayat.
Tiba-tiba pintu di belakangnya menutup sendiri dengan keras. Dimas menjerit dan berlari ke dalam lorong gelap, berharap menemukan jalan keluar. Tapi lorong itu seperti memutar dan memutar, membawa dia semakin dalam ke kegelapan. Saat senter dan kameranya mati, ia sadar: **ia tidak berada di dunia yang sama lagi.**
Keesokan harinya, Pak Ujang menemukan pintu ketujuh terbuka. Di lantainya, hanya tersisa satu hal: **kamera Dimas yang retak**, merekam detik-detik terakhir ketika Dimas berbalik dan menangis, memohon ampun kepada sesuatu yang tak tampak di layar.
Sejak saat itu, rumah Pak Ujang dikurung garis polisi. Namun warga tahu, tak akan ada yang bisa menutup **pintu menuju dunia lain**. Pintu ketujuh kini terkunci rapat kembali. Tapi kadang, jika malam cukup sunyi, dari arah lantai dua, suara Dimas masih terdengar…
**"Pak Ujang… tolong saya…"**


intanasara memberi reputasi
1
30
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan