yantosauAvatar border
TS
yantosau
Langkah Terbalik Kalumba
Konten Sensitif
Langkah Terbalik Kalumba


Aku tiba di Desa Buhu saat senja terakhir bulan Syaban. Tujuanku sederhana: meneliti budaya lokal Gorontalo untuk skripsi antropologi. Warga menyambutku ramah, namun ada yang janggal—mereka memperingatkanku agar tidak keluar rumah setelah azan Isya.

“Kalumba sedang keliling,” kata Pak Dula, pemilik rumah yang kutumpangi.

“Kalumba itu siapa?” tanyaku penasaran.

Pak Dula hanya memandang ke luar jendela. “Bukan siapa, tapi apa.”

Malam itu, aku sulit tidur. Hujan rintik turun. Sekitar jam sebelas, terdengar suara aneh di atap: krek… krek… krek. Suara berat seperti kuku binatang menggesek genteng.

Lalu aroma menyengat muncul dari luar jendela. Busuk, seperti bangkai tercampur belerang.

Aku mengintip perlahan.

Di depan rumah, berdiri makhluk aneh. Kepalanya kambing, bertanduk panjang dan matanya merah menyala. Namun yang membuatku terdiam: tubuhnya terbalik. Kakinya menyentuh tanah, tapi mengarah ke atas. Sedangkan kepalanya menggantung ke bawah, berayun pelan-pelan, seperti kelelawar menatap mangsanya.

Makhluk itu melangkah… dengan kaki yang bergerak mundur tapi mendekat. Setiap langkahnya mengeluarkan bunyi basah, dan jejak kakinya tertinggal… terbalik.

Aku segera menutup tirai dan membaca doa secepat mungkin.

Keesokan paginya, aku memberanikan diri bertanya pada warga. Seorang nenek tua di warung berkata lirih, “Kalumba muncul jika ada pendatang yang tidak bersih hatinya. Ia mencium dosa yang tersembunyi.”

Aku membeku. Tak ada yang tahu, kecuali aku, bahwa sebelum ke desa ini… aku telah menyembunyikan sesuatu. Satu perbuatan yang tak pernah kutebus: kecelakaan dua tahun lalu, saat aku menabrak seseorang dan kabur.

Malam berikutnya, suara itu datang lagi. Kali ini lebih keras. Seperti kuku mencakar tanah dan merangkak naik ke dinding.

Aku tak tahan. Aku lari keluar kamar, berteriak minta tolong. Tapi rumah Pak Dula kosong. Gelap. Seolah ditinggalkan.

Di halaman, Kalumba berdiri di bawah bulan. Nafasnya seperti dengusan sapi, panas dan tajam. Ia menunduk, dan matanya tepat menatapku. Aku mundur perlahan, lalu terpeleset dan jatuh.

Saat tubuhku terbanting ke tanah, Kalumba melangkah mendekat… dan berjongkok—dengan cara yang tak bisa dijelaskan. Dunia terasa terbalik. Aku mencium tanah, dan dunia menghitam.

Pagi harinya, warga menemukanku di tengah ladang jagung. Tak sadarkan diri, mulut penuh tanah, tangan gemetar.

Sejak itu, aku tak pernah kembali ke desa. Tapi tiap malam Jumat Kliwon, dalam mimpi, suara langkah Kalumba masih terdengar. Selalu mendekat. Selalu berbalik arah, tapi tak pernah menjauh.

Sampai hari ini, aku tak pernah bisa berjalan lurus lagi.
intanasaraAvatar border
intanasara memberi reputasi
1
34
0
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan