- Beranda
- Komunitas
- Story
- Heart to Heart
Senja di Atas Bukit Kenangan


TS
yantosau
Senja di Atas Bukit Kenangan

“Senja di Atas Bukit Kenangan”
Namanya Ardi. Ia lelaki sederhana, bekerja sebagai teknisi di bengkel kecil milik pamannya. Hidupnya biasa saja, tidak banyak drama, tidak pula berlimpah. Namun ada satu hal dalam hidupnya yang luar biasa—seseorang yang membuat jantungnya berdebar hanya dengan menyebut namanya: Nayla.
Nayla adalah sahabat kecil Ardi, yang tumbuh bersamanya di kampung yang sama. Sejak kecil, mereka tak terpisahkan. Main layangan, nyari belalang di sawah, atau sekadar duduk di bawah pohon sambil bercerita. Semuanya indah. Tapi, ketika mereka mulai tumbuh remaja, Ardi mulai menyadari sesuatu: dia jatuh cinta pada Nayla.
Namun Ardi tidak pernah berani mengungkapkannya. Ia hanya menyimpannya dalam diam, menikmati setiap momen kebersamaan mereka dengan penuh syukur, meski hatinya sering gelisah. Nayla, dengan segala kebaikan dan ketulusannya, tidak pernah menyadari bahwa senyumnya adalah cahaya yang paling ditunggu Ardi setiap hari.
Tahun demi tahun berlalu. Mereka berpisah ketika Nayla kuliah di luar kota, sedangkan Ardi tetap tinggal, bekerja membantu paman. Mereka masih sering berkomunikasi, tapi rasanya berbeda. Nayla mulai punya dunia sendiri. Foto-foto dengan teman-teman baru, cerita-cerita tentang kota besar, dan... tentang seorang pria bernama Adrian.
Adrian adalah teman kuliah Nayla. Pintar, mapan, dan menarik. Ardi tahu, cepat atau lambat, Nayla akan memilih jalan hidupnya sendiri. Tapi harapannya tak pernah padam. Ia terus menunggu, berdoa, dan tetap menulis puisi-puisi kecil yang tak pernah ia kirimkan.
Sampai suatu hari, Nayla pulang. Dengan senyum cerah, ia menemui Ardi di bukit kecil tempat mereka biasa duduk memandangi senja.
“Di sini, aku dilamar, Di,” kata Nayla sambil menunjukkan cincin di jarinya.
Ardi diam. Senja di belakang mereka tak seindah biasanya. Angin sejuk terasa seperti menusuk tulang. Tapi ia tersenyum.
“Selamat, Nay... Aku ikut bahagia,” ucapnya pelan, menahan air mata yang hampir jatuh.
Nayla menikah tiga bulan kemudian. Ardi hadir, berdiri di antara keramaian, menjadi saksi ketika wanita yang paling ia cintai mengucap janji suci dengan lelaki lain.
Sejak hari itu, Ardi tak pernah lagi ke bukit kenangan. Ia sibuk dengan pekerjaannya, menahan luka yang hanya bisa dipahami oleh dirinya sendiri.
Beberapa tahun berlalu. Nayla pindah ke luar negeri bersama suaminya. Kontak mereka perlahan hilang. Ardi tetap sendiri. Banyak yang bertanya, “Kenapa belum menikah, Di?”
Ia hanya tersenyum, “Karena aku sudah pernah mencintai seseorang… sepenuhnya.”
Sampai pada suatu malam, di bawah langit yang sama yang dulu mereka pandangi bersama, Ardi duduk sendiri di bukit yang sudah lama tak ia datangi. Ia membaca puisi terakhir yang ia tulis:
"Jika waktu bisa diputar kembali, aku tak akan mengubah apa pun... kecuali keberanianku untuk mengatakan bahwa aku mencintaimu, Nayla."


intanasara memberi reputasi
1
10
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan