- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Alumni Universitas Udayana Bikin Petisi Tolak Kerja Sama Kampus dan TNI


TS
mabdulkarim
Alumni Universitas Udayana Bikin Petisi Tolak Kerja Sama Kampus dan TNI
Alumni Universitas Udayana Bikin Petisi Tolak Kerja Sama Kampus dan TNI

Dia mengatakan fokus penolakan ini tidak hanya untuk Universitas Udayana, tapi kampus-kampus lain yang juga mengalami militarisasi.
6 April 2025 | 10.06 WIB
Bagikan
Akademisi, TNI, hingga mahasiswa berdiskusi soal UU TNI dalam kegiatan Teras FISIP Universitas Udayana dengan temaMenguak Pengesahan RUU TNI: Apa yang Perlu Diketahui Masyarakat, di Bali, 25 Maret 2025. Tempo/ Ni Kadek Trisna Cintya Dewi
Perbesar
Akademisi, TNI, hingga mahasiswa berdiskusi soal UU TNI dalam kegiatan Teras FISIP Universitas Udayana dengan temaMenguak Pengesahan RUU TNI: Apa yang Perlu Diketahui Masyarakat, di Bali, 25 Maret 2025. Tempo/ Ni Kadek Trisna Cintya Dewi
TEMPO.CO, Jakarta - Alumni Universitas Udayana membuat aliansi untuk menolak kerja sama antara kampusnya dengan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) Komando Daerah Militer (Kodam) IX/Udayana. Kerja sama tersebut terjalin lewat dokumen dengan nomor B/2134/UN14.IV/HK.07.00/2025 yang ditandatangani pada 5 Maret 2025.
Salah seorang perwakilan alumni, I Made Halmadiningrat mengatakan setidaknya terdapat 216 alumni yang mendukung gerakan ini. Ia mengatakan masih membuka kesempatan kepada alumni lainnya untuk bergabung jika membawa aspirasi yang sama.
"Dorongan kami murni, ini emang calling moral. Pertama karena masyarakat sipil yang pernah kuliah di Udayana. Kedua adalah karena kami melihat ada potensi gangguan terhadap kebebasan akademik yang sedang dilakukan dengan upaya militarisasi," kata dia ketika melalui sambungan telepon pada Ahad, 6 April 2025.
Halma, alumnus Fakultas Hukum Universitas Udayana, menyampaikan bahwa bukan hanya BEM yang saat ini masih aktif yang seharusnya bersuara. Menurut dia, semakin banyak pihak yang angkat suara, semakin besar pula kesadaran akan potensi kerja sama ini dalam mendukung kebebasan akademik.
Aliansi alumni ini, kata Halma, menyoroti beberapa pasal kontroversial, salah satunya terdapat di Pasal 8 dalam dokumen tersebut. Ada pembinaan teritorial yang Halma anggap sangat lekat dengan dwifungsi era Orde Baru. "Justru ini berbahaya terhadap ruang kebebasan akademik atas nama stabilitas yang mungkin semu," tuturnya.
Pasal lain yang disoroti adalah keterlibatan TNI dalam kegiatan penelitian. Dalam Pasal 5 dokumen kemitraan tersebut, Halma menilai bahwa hal ini berpotensi menjadi alat filtrasi bagi kepentingan militer terhadap penelitian-penelitian kampus yang bersifat kritis terhadap pemerintah. Akibatnya, TNI bisa saja memiliki wewenang untuk menentukan penelitian mana yang boleh dipublikasikan dan mana yang tidak.
Selanjutnya, soal pertukaran data yang tercantum dalam Pasal 7, Halma menilai hal tersebut sangat rentan bagi mahasiswa. Ia menyoroti kemungkinan pasal ini dimanfaatkan untuk kegiatan spionase atau profiling terhadap civitas akademika, terutama mereka yang aktif menyuarakan pandangan kritis terhadap kebijakan pemerintah.
Aliansi Alumni juga menyoroti ketentuan penerimaan mahasiswa baru bagi prajurit TNI AD. Menurut Halma, aturan tersebut menyimpang dari prinsip penerimaan mahasiswa yang seharusnya menjunjung tinggi asas keadilan.
Berdasarkan sejumlah pertimbangan tersebut, Aliansi Alumni menyampaikan sikap akademiknya dengan menuntut Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi untuk membatalkan Nota Kesepahaman antara Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dengan Tentara Nasional Indonesia terkait sinergi di bidang pendidikan, kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Selain itu, Halma juga menyatakan akan mendesak Universitas Udayana untuk membatalkan Perjanjian Kerja Sama dengan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat soal sinergi di bidang pendidikan, kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
"Saya kira semua punya harapan yang sama. Masyarakat sipil, teman-teman mahasiswa, organisasi mawasiswa dan juga aliansi kami di Udayana, punya satu tujuan yang sama, yakni untuk membatalkan perjanjian kerja sama antara Kodam Udayana dan juga Universitas Udayana," ujar dia.
Ia juga mengatakan bahwa fokus penolakan ini tidak hanya untuk Universitas Udayana, tapi kampus-kampus lain yang juga mengalami militarisasi.
https://www.tempo.co/politik/alumni-...an-tni-1227988
Akademikus Bicara Bahaya TNI Masuk Kampus

Kerja sama antara perguruan tinggi dengan TNI dalam pendidikan bela negara dianggap gaya baru NKK/BKK.
6 April 2025 | 07.10 WIB
Ilustrasi TNI. dok.TEMPO
TEMPO.CO, Jakarta - Universitas Udayana (Unud), Bali, menjalin kerja sama dengan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat atau TNI AD Komando Daerah Militer (Kodam) IX/Udayana. Kerja sama itu tertuang dalam dokumen perjanjian Nomor B/2134/UN14.IV/HK.07.00/2025.
Dokumen itu ditandatangani pada Rabu, 5 Maret 2025, tetapi baru diumumkan ke publik lewat akun Instagram resmi Universitas Udayana pada Rabu, 26 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan,
klik di sini
Ada beberapa klausul yang diatur dalam dokumen yang terdiri dari 20 pasal tersebut. Pasal 2, misalnya, menyebutkan ada enam ruang lingkup kerja sama antara Universitas Udayana dan Kodam IX/Udayana, yaitu dari peningkatan sumber daya manusia, pertukaran data dan informasi, hingga pelatihan bela negara.
Adapun Pasal 4 ayat 3 menyatakan Kodam IX/Udayana dapat mengirim prajurit aktif untuk mengikuti perkuliahan di Universitas Udayana mulai dari strata satu (S-1) hingga strata tiga (S-3). Keluarga besar dari jajaran Kodam IX/Udayana juga dimungkinkan menjalani perkuliahan di universitas itu.
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Udayana menolak adanya perjanjian kerja sama antara kampusnya dan TNI AD Kodam IX/Udayana. Menurut mereka, perjanjian tersebut membuka peluang bagi militer mendominasi ranah pendidikan sipil.
“Penolakan ini muncul sebagai respons kekhawatiran kami terhadap masuknya unsur militerisasi dalam institusi pendidikan, yang seharusnya tetap netral dan bebas dari kepentingan sektoral tertentu,” kata Ketua BEM Udayana I Wayan Arma Surya Darmaputra dalam pernyataan tertulisnya pada Senin, 31 Maret 2025.
Arma menilai perjanjian yang dijalin antara kedua instansi tersebut berpotensi mengganggu iklim kebebasan akademik di Universitas Udayana. Menurut Arma, masuknya unsur militer dapat merusak independensi institusi pendidikan tinggi, terutama dalam hal ini Universitas Udayana.
“Ketidakjelasan mengenai implementasi kerja sama ini menimbulkan berbagai pertanyaan, terutama terkait batasan kewenangan serta dampaknya terhadap kebebasan akademik dan independensi institusi pendidikan,” ujarnya.
Pertukaran data dan informasi tersebut diatur dalam Pasal 7 dokumen perjanjian kerja sama. Klausul ini memungkinkan Kodam IX/Udayana meminta dan mendapatkan data perihal penerimaan mahasiswa baru Universitas Udayana. “Menolak pihak TNI untuk mendapatkan data penerimaan mahasiswa baru tanpa alasan yang jelas,” ucap Arma.
Lalu apa bahayanya TNI masuk kampus?
Dikutip dari Koran Tempo berjudul "Setelah Revisi UU TNI: Tentara Masuk Kampus" edisi 5 April 2025, kehadiran militer di kampus seperti mengulang kebijakan pemerintahan Orde Baru, yaitu Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK). Kebijakan tersebut merupakan langkah pemerintahan Presiden Soeharto untuk membungkam daya kritis mahasiswa terhadap penguasa.
Program NKK/BKK berlaku pada masa Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef pada 1978. Kala itu, Daoed mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 0156/U/1978 tentang Normalisasi Kehidupan Kampus. Kebijakan ini membuat kampus menjadi kawasan yang steril dari kegiatan politik.
Adapun dampak buruk program NKK/BKK adalah terjadinya militerisme di lingkungan kampus. Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), sebelum TNI dan Polri berpisah, serta Badan Intelijen Sipil mengawasi kegiatan mahasiswa secara rutin. Meski demikian, rektor di setiap perguruan tinggi yang bertanggung jawab atas berbagai pelarangan di kampusnya.
Kala itu, ABRI juga menunjuk seorang petugas khusus yang bertugas untuk mengkomunikasikan secara rutin dengan wakil rektor bidang kemahasiswaan di setiap perguruan tinggi.
Koordinator Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik Satria Unggul mengatakan masuknya militer ke dalam kampus saat ini akan menghidupkan kembali program NKK/BKK pada masa Orde Baru. Dia menganggap kerja sama antara perguruan tinggi dengan TNI dalam pendidikan bela negara merupakan gaya baru NKK/BKK.
Menurut Satria, kerja sama tersebut berpotensi merusak kebebasan akademik. Dia menyebut dunia akademik bertumpu pada prinsip kebenaran yang diperoleh melalui metode ilmiah. Prinsip tersebut tak dapat diselaraskan dengan pendekatan militer yang bersifat komando.
"Ini sangat jauh bertentangan dengan prinsip-prinsip otonomi atau independensi perguruan tinggi," ucap Satria kepada Tempo, pada Rabu, 2 April 2025.
Sementara itu, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia Ubaid Matriaki mengatakan, pelatihan bela negara di kampus bisa menjadi pintu masuk indoktrinasi nilai-nilai militer. Sebab, kata dia, TNI berwenang penuh dalam pelaksanaan pelatihan bela negara terhadap mahasiswa.
Dia menjelaskan doktrinasi itu perlahan-lahan akan mengikis daya kritis mahasiswa atau bahkan mengarah pada pembatasan ekspresi kritis mahasiswa terhadap pemerintah. Ubaid turut menyoal adanya kerja sama pertukaran data antara TNI dan Universitas Udayana.
Menurut dia, kerja sama itu akan mengancam privasi mahasiswa dan memfasilitasi pengawasan militer terhadap mahasiswa kritis. "Kehadiran militer di kampus dapat menciptakan ruang ketakutan bagi mahasiswa yang kritis terhadap kebijakan negara ataupun TNI," ujar Ubaid.
Adapun Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur membeberkan beberapa potensi pelanggaran undang-undang dengan masuknya TNI ke kampus. Dia mengatakan UU TNI hasil revisi yang baru disahkan oleh DPR tidak menyebutkan adanya tugas prajurit untuk memberikan pendidikan dan pelatihan kepada mahasiswa.
"Mengisi materi di kampus bukan tugas mereka. Jadi (TNI masuk kampus) ini menyimpang dan bertentangan dengan prinsip UU TNI," kata Isnur.
Sementara, kata dia, pemberian materi bela negara kepada mahasiswa melanggar Undang-Undang nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Regulasi tersebut menjamin kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan.
Menurut dia, penyampaian materi bela negara dengan pendekatan militer justru membatasi ruang lingkup definisi bela negara. Padahal, ucap Isnur, konsep bela negara tidak selalu harus berbau militer.
"Semua orang yang berprestasi adalah bela negara. Di bidang olahraga, contohnya, itu semua bela negara. Jadi ini juga penyimpangan di dunia pendidikan," ucap Isnur.
https://www.tempo.co/politik/akademi...kampus-1227910
Anccaman TNI di kampus

Dia mengatakan fokus penolakan ini tidak hanya untuk Universitas Udayana, tapi kampus-kampus lain yang juga mengalami militarisasi.
6 April 2025 | 10.06 WIB
Bagikan
Akademisi, TNI, hingga mahasiswa berdiskusi soal UU TNI dalam kegiatan Teras FISIP Universitas Udayana dengan temaMenguak Pengesahan RUU TNI: Apa yang Perlu Diketahui Masyarakat, di Bali, 25 Maret 2025. Tempo/ Ni Kadek Trisna Cintya Dewi
Perbesar
Akademisi, TNI, hingga mahasiswa berdiskusi soal UU TNI dalam kegiatan Teras FISIP Universitas Udayana dengan temaMenguak Pengesahan RUU TNI: Apa yang Perlu Diketahui Masyarakat, di Bali, 25 Maret 2025. Tempo/ Ni Kadek Trisna Cintya Dewi
TEMPO.CO, Jakarta - Alumni Universitas Udayana membuat aliansi untuk menolak kerja sama antara kampusnya dengan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) Komando Daerah Militer (Kodam) IX/Udayana. Kerja sama tersebut terjalin lewat dokumen dengan nomor B/2134/UN14.IV/HK.07.00/2025 yang ditandatangani pada 5 Maret 2025.
Salah seorang perwakilan alumni, I Made Halmadiningrat mengatakan setidaknya terdapat 216 alumni yang mendukung gerakan ini. Ia mengatakan masih membuka kesempatan kepada alumni lainnya untuk bergabung jika membawa aspirasi yang sama.
"Dorongan kami murni, ini emang calling moral. Pertama karena masyarakat sipil yang pernah kuliah di Udayana. Kedua adalah karena kami melihat ada potensi gangguan terhadap kebebasan akademik yang sedang dilakukan dengan upaya militarisasi," kata dia ketika melalui sambungan telepon pada Ahad, 6 April 2025.
Halma, alumnus Fakultas Hukum Universitas Udayana, menyampaikan bahwa bukan hanya BEM yang saat ini masih aktif yang seharusnya bersuara. Menurut dia, semakin banyak pihak yang angkat suara, semakin besar pula kesadaran akan potensi kerja sama ini dalam mendukung kebebasan akademik.
Aliansi alumni ini, kata Halma, menyoroti beberapa pasal kontroversial, salah satunya terdapat di Pasal 8 dalam dokumen tersebut. Ada pembinaan teritorial yang Halma anggap sangat lekat dengan dwifungsi era Orde Baru. "Justru ini berbahaya terhadap ruang kebebasan akademik atas nama stabilitas yang mungkin semu," tuturnya.
Pasal lain yang disoroti adalah keterlibatan TNI dalam kegiatan penelitian. Dalam Pasal 5 dokumen kemitraan tersebut, Halma menilai bahwa hal ini berpotensi menjadi alat filtrasi bagi kepentingan militer terhadap penelitian-penelitian kampus yang bersifat kritis terhadap pemerintah. Akibatnya, TNI bisa saja memiliki wewenang untuk menentukan penelitian mana yang boleh dipublikasikan dan mana yang tidak.
Selanjutnya, soal pertukaran data yang tercantum dalam Pasal 7, Halma menilai hal tersebut sangat rentan bagi mahasiswa. Ia menyoroti kemungkinan pasal ini dimanfaatkan untuk kegiatan spionase atau profiling terhadap civitas akademika, terutama mereka yang aktif menyuarakan pandangan kritis terhadap kebijakan pemerintah.
Aliansi Alumni juga menyoroti ketentuan penerimaan mahasiswa baru bagi prajurit TNI AD. Menurut Halma, aturan tersebut menyimpang dari prinsip penerimaan mahasiswa yang seharusnya menjunjung tinggi asas keadilan.
Berdasarkan sejumlah pertimbangan tersebut, Aliansi Alumni menyampaikan sikap akademiknya dengan menuntut Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi untuk membatalkan Nota Kesepahaman antara Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dengan Tentara Nasional Indonesia terkait sinergi di bidang pendidikan, kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Selain itu, Halma juga menyatakan akan mendesak Universitas Udayana untuk membatalkan Perjanjian Kerja Sama dengan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat soal sinergi di bidang pendidikan, kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
"Saya kira semua punya harapan yang sama. Masyarakat sipil, teman-teman mahasiswa, organisasi mawasiswa dan juga aliansi kami di Udayana, punya satu tujuan yang sama, yakni untuk membatalkan perjanjian kerja sama antara Kodam Udayana dan juga Universitas Udayana," ujar dia.
Ia juga mengatakan bahwa fokus penolakan ini tidak hanya untuk Universitas Udayana, tapi kampus-kampus lain yang juga mengalami militarisasi.
https://www.tempo.co/politik/alumni-...an-tni-1227988
Akademikus Bicara Bahaya TNI Masuk Kampus

Kerja sama antara perguruan tinggi dengan TNI dalam pendidikan bela negara dianggap gaya baru NKK/BKK.
6 April 2025 | 07.10 WIB
Ilustrasi TNI. dok.TEMPO
TEMPO.CO, Jakarta - Universitas Udayana (Unud), Bali, menjalin kerja sama dengan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat atau TNI AD Komando Daerah Militer (Kodam) IX/Udayana. Kerja sama itu tertuang dalam dokumen perjanjian Nomor B/2134/UN14.IV/HK.07.00/2025.
Dokumen itu ditandatangani pada Rabu, 5 Maret 2025, tetapi baru diumumkan ke publik lewat akun Instagram resmi Universitas Udayana pada Rabu, 26 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan,
klik di sini
Ada beberapa klausul yang diatur dalam dokumen yang terdiri dari 20 pasal tersebut. Pasal 2, misalnya, menyebutkan ada enam ruang lingkup kerja sama antara Universitas Udayana dan Kodam IX/Udayana, yaitu dari peningkatan sumber daya manusia, pertukaran data dan informasi, hingga pelatihan bela negara.
Adapun Pasal 4 ayat 3 menyatakan Kodam IX/Udayana dapat mengirim prajurit aktif untuk mengikuti perkuliahan di Universitas Udayana mulai dari strata satu (S-1) hingga strata tiga (S-3). Keluarga besar dari jajaran Kodam IX/Udayana juga dimungkinkan menjalani perkuliahan di universitas itu.
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Udayana menolak adanya perjanjian kerja sama antara kampusnya dan TNI AD Kodam IX/Udayana. Menurut mereka, perjanjian tersebut membuka peluang bagi militer mendominasi ranah pendidikan sipil.
“Penolakan ini muncul sebagai respons kekhawatiran kami terhadap masuknya unsur militerisasi dalam institusi pendidikan, yang seharusnya tetap netral dan bebas dari kepentingan sektoral tertentu,” kata Ketua BEM Udayana I Wayan Arma Surya Darmaputra dalam pernyataan tertulisnya pada Senin, 31 Maret 2025.
Arma menilai perjanjian yang dijalin antara kedua instansi tersebut berpotensi mengganggu iklim kebebasan akademik di Universitas Udayana. Menurut Arma, masuknya unsur militer dapat merusak independensi institusi pendidikan tinggi, terutama dalam hal ini Universitas Udayana.
“Ketidakjelasan mengenai implementasi kerja sama ini menimbulkan berbagai pertanyaan, terutama terkait batasan kewenangan serta dampaknya terhadap kebebasan akademik dan independensi institusi pendidikan,” ujarnya.
Pertukaran data dan informasi tersebut diatur dalam Pasal 7 dokumen perjanjian kerja sama. Klausul ini memungkinkan Kodam IX/Udayana meminta dan mendapatkan data perihal penerimaan mahasiswa baru Universitas Udayana. “Menolak pihak TNI untuk mendapatkan data penerimaan mahasiswa baru tanpa alasan yang jelas,” ucap Arma.
Lalu apa bahayanya TNI masuk kampus?
Dikutip dari Koran Tempo berjudul "Setelah Revisi UU TNI: Tentara Masuk Kampus" edisi 5 April 2025, kehadiran militer di kampus seperti mengulang kebijakan pemerintahan Orde Baru, yaitu Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK). Kebijakan tersebut merupakan langkah pemerintahan Presiden Soeharto untuk membungkam daya kritis mahasiswa terhadap penguasa.
Program NKK/BKK berlaku pada masa Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef pada 1978. Kala itu, Daoed mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 0156/U/1978 tentang Normalisasi Kehidupan Kampus. Kebijakan ini membuat kampus menjadi kawasan yang steril dari kegiatan politik.
Adapun dampak buruk program NKK/BKK adalah terjadinya militerisme di lingkungan kampus. Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), sebelum TNI dan Polri berpisah, serta Badan Intelijen Sipil mengawasi kegiatan mahasiswa secara rutin. Meski demikian, rektor di setiap perguruan tinggi yang bertanggung jawab atas berbagai pelarangan di kampusnya.
Kala itu, ABRI juga menunjuk seorang petugas khusus yang bertugas untuk mengkomunikasikan secara rutin dengan wakil rektor bidang kemahasiswaan di setiap perguruan tinggi.
Koordinator Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik Satria Unggul mengatakan masuknya militer ke dalam kampus saat ini akan menghidupkan kembali program NKK/BKK pada masa Orde Baru. Dia menganggap kerja sama antara perguruan tinggi dengan TNI dalam pendidikan bela negara merupakan gaya baru NKK/BKK.
Menurut Satria, kerja sama tersebut berpotensi merusak kebebasan akademik. Dia menyebut dunia akademik bertumpu pada prinsip kebenaran yang diperoleh melalui metode ilmiah. Prinsip tersebut tak dapat diselaraskan dengan pendekatan militer yang bersifat komando.
"Ini sangat jauh bertentangan dengan prinsip-prinsip otonomi atau independensi perguruan tinggi," ucap Satria kepada Tempo, pada Rabu, 2 April 2025.
Sementara itu, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia Ubaid Matriaki mengatakan, pelatihan bela negara di kampus bisa menjadi pintu masuk indoktrinasi nilai-nilai militer. Sebab, kata dia, TNI berwenang penuh dalam pelaksanaan pelatihan bela negara terhadap mahasiswa.
Dia menjelaskan doktrinasi itu perlahan-lahan akan mengikis daya kritis mahasiswa atau bahkan mengarah pada pembatasan ekspresi kritis mahasiswa terhadap pemerintah. Ubaid turut menyoal adanya kerja sama pertukaran data antara TNI dan Universitas Udayana.
Menurut dia, kerja sama itu akan mengancam privasi mahasiswa dan memfasilitasi pengawasan militer terhadap mahasiswa kritis. "Kehadiran militer di kampus dapat menciptakan ruang ketakutan bagi mahasiswa yang kritis terhadap kebijakan negara ataupun TNI," ujar Ubaid.
Adapun Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur membeberkan beberapa potensi pelanggaran undang-undang dengan masuknya TNI ke kampus. Dia mengatakan UU TNI hasil revisi yang baru disahkan oleh DPR tidak menyebutkan adanya tugas prajurit untuk memberikan pendidikan dan pelatihan kepada mahasiswa.
"Mengisi materi di kampus bukan tugas mereka. Jadi (TNI masuk kampus) ini menyimpang dan bertentangan dengan prinsip UU TNI," kata Isnur.
Sementara, kata dia, pemberian materi bela negara kepada mahasiswa melanggar Undang-Undang nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Regulasi tersebut menjamin kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan.
Menurut dia, penyampaian materi bela negara dengan pendekatan militer justru membatasi ruang lingkup definisi bela negara. Padahal, ucap Isnur, konsep bela negara tidak selalu harus berbau militer.
"Semua orang yang berprestasi adalah bela negara. Di bidang olahraga, contohnya, itu semua bela negara. Jadi ini juga penyimpangan di dunia pendidikan," ucap Isnur.
https://www.tempo.co/politik/akademi...kampus-1227910
Anccaman TNI di kampus
0
136
7


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan