- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Motivasi Islami - Ketika ALLAH Murka.


TS
8caseofdeath
Motivasi Islami - Ketika ALLAH Murka.
Bekasi, Selasa Pagi, 25 Maret 2025 | Pukul 08.15
(Renungan Usai Tadarus di Tengah Hujan)
Pagi ini hujan turun perlahan. Angin dingin menyapu dedaunan di luar jendela. Aroma tanah basah menyelinap ke dalam kamar, membawa ketenangan yang sulit dijelaskan.
Aku duduk bersandar di kursi kerja, membuka mushaf digital, lalu melanjutkan tadarus seperti biasa.
Sampai kemudian, mataku terpaku pada Surat At-Taubah, ayat 80 sampai 87.
Dan di sana…
Hatiku bergetar.
Rabb Semesta Alam berbicara langsung kepada Nabi Muhammad ﷺ.
Tegas.
Keras.
Penuh murka.
“Jika kamu (wahai Muhammad) memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali pun, Allah tidak akan mengampuni mereka. Itu karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.”
(QS. At-Taubah: 80)
Hatiku mencelos.
"Ya Allah… ini Engkau berbicara kepada Rasul-Mu, kepada Nabi-Mu yang paling Engkau cintai… tapi tetap tidak Engkau ijinkan untuk memohon ampun bagi orang-orang munafik."
Aku menunduk.
Ini bukan kemarahan biasa.
Ini kemarahan Allah.
Sesuatu yang tidak bisa dibandingkan dengan marahnya mahluk apapun dialam semesta.
Dalam ayat-ayat ini, aku bisa mengambil kesimpulan bahwa jika Allah murka, maka pengampunan pun bisa tertutup.
“Maka (Allah) menanamkan kemunafikan dalam hati mereka sampai kepada waktu mereka menemui-Nya, disebabkan mereka telah memungkiri Allah dan Rasul-Nya dan mereka tetap dalam kedurhakaan.”
(QS. At-Taubah: 77)
YA ALLAH....
Durhaka sama Allah....
Seandainya Mereka Tahu Allah Marah...
Aku berpikir.
Mereka—orang-orang munafik di zaman Nabi—beralasan tidak ikut perang.
Mereka mencari-cari uzur, padahal mereka sehat, kuat, dan mampu.
“Dan di antara mereka ada yang berkata, ‘Izinkanlah aku (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menyebabkan aku terjerumus.’ Ketahuilah bahwa mereka telah terjerumus (ke dalam fitnah).”
(QS. At-Taubah: 49)
Kalau saja mereka tahu...
Bahwa Allah sedang marah kepada mereka.
Kalau saja mereka sadar, betapa mengerikannya murka Allah, tentu mereka akan takut, berlari, dan tidak akan berani meminta izin.
Tapi mereka tertipu.
Tertipu oleh dunia.
Tertipu oleh nafsu dan bisikan setan.
Lalu Aku Mengalihkan Pandangan ke Zaman Ini
"Bukankah ini juga terjadi hari ini?"
Ada orang yang tahu sholat itu wajib, tapi tetap memilih untuk meninggalkannya.
Ada yang sengaja menunda-nunda sholat padahal waktunya sempit.
Ada kaum laki-laki yang sehat, mampu, dan dekat dengan masjid—tapi memilih sholat di rumah tanpa uzur.
Bukankah ini juga bentuk "berpaling" dari perintah Allah?
Bukankah ini juga seperti berkata, "Izinkan aku, ya Allah… nanti saja aku ikut perintah-Mu."
Lalu apa bedanya dengan kaum munafik yang berkata kepada Nabi, "Izinkan aku tidak ikut berperang"?
Jika Allah murka pada mereka, apakah kita merasa aman?
Ketika Allah Marah
Marahnya Allah bukan seperti marahnya mahluk Allah.
Marah Allah itu...
• Bisa mencabut iman dari hati
• Bisa membuat amal menjadi sia-sia
• Bisa menutup pintu hidayah
• Bisa membuat doa tidak diterima
“Mereka itulah orang-orang yang Allah tidak akan mensucikan mereka, dan bagi mereka azab yang pedih.”
(QS. At-Taubah)
Bahkan Nabi pun dilarang menyalatkan mereka.
Janganlah engkau (Nabi Muhammad) melaksanakan salat untuk seseorang yang mati di antara mereka (orang-orang munafik) selama-lamanya dan janganlah engkau berdiri (berdoa) di atas kuburnya. Sesungguhnya mereka ingkar kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik"
(QS: At-Taubah : 84)
Aku Menunduk. Terdiam. Lalu Menangis Dalam Hati.
"Ya Allah, betapa sebagian hamba MU sering menunda sholat."
"Betapa sering sebagian hamba MU lalai dari seruan-Mu."
"Betapa ringan sebagian hamba MU memilih kenyamanan dibanding panggilan azan."
Dan betapa banyak laki-laki yang memilih rebahan di rumah, padahal masjid hanya berjarak beberapa langkah dari pintunya.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sungguh aku ingin memerintahkan agar shalat ditegakkan, lalu aku menyuruh seseorang untuk mengimaminya. Kemudian aku pergi bersama beberapa orang yang membawa kayu bakar kepada orang-orang yang tidak menghadiri shalat berjamaah, lalu aku bakar rumah-rumah mereka.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Ini bukan sekadar perintah ringan. Ini peringatan keras.
Karena meninggalkan perintah Allah itu bukan urusan sepele.
Hujan masih turun perlahan di luar jendela.
Aku menutup mushaf digitalku.
Tapi ayat-ayat tadi masih menggema di dadaku.
Hari ini aku diingatkan:
Jangan tunggu Allah marah.
Karena ketika Allah murka,
bukan hanya pintu rezeki yang tertutup, tapi juga pintu hidayah.
"Ya Allah, jangan Engkau marah kepadaku. Jangan Engkau palingkan aku dari petunjuk-Mu. Jadikan aku termasuk hamba yang patuh, bukan yang mencari-cari alasan."
Aamiin.
Sebuah kisah klasik di 10 hari terakhir Ramadhan, Ah, Semalam malam ke - 25 kataku tersenyum.
(Renungan Usai Tadarus di Tengah Hujan)
Pagi ini hujan turun perlahan. Angin dingin menyapu dedaunan di luar jendela. Aroma tanah basah menyelinap ke dalam kamar, membawa ketenangan yang sulit dijelaskan.
Aku duduk bersandar di kursi kerja, membuka mushaf digital, lalu melanjutkan tadarus seperti biasa.
Sampai kemudian, mataku terpaku pada Surat At-Taubah, ayat 80 sampai 87.
Dan di sana…
Hatiku bergetar.
Rabb Semesta Alam berbicara langsung kepada Nabi Muhammad ﷺ.
Tegas.
Keras.
Penuh murka.
“Jika kamu (wahai Muhammad) memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali pun, Allah tidak akan mengampuni mereka. Itu karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.”
(QS. At-Taubah: 80)
Hatiku mencelos.
"Ya Allah… ini Engkau berbicara kepada Rasul-Mu, kepada Nabi-Mu yang paling Engkau cintai… tapi tetap tidak Engkau ijinkan untuk memohon ampun bagi orang-orang munafik."
Aku menunduk.
Ini bukan kemarahan biasa.
Ini kemarahan Allah.
Sesuatu yang tidak bisa dibandingkan dengan marahnya mahluk apapun dialam semesta.
Dalam ayat-ayat ini, aku bisa mengambil kesimpulan bahwa jika Allah murka, maka pengampunan pun bisa tertutup.
“Maka (Allah) menanamkan kemunafikan dalam hati mereka sampai kepada waktu mereka menemui-Nya, disebabkan mereka telah memungkiri Allah dan Rasul-Nya dan mereka tetap dalam kedurhakaan.”
(QS. At-Taubah: 77)
YA ALLAH....
Durhaka sama Allah....
Seandainya Mereka Tahu Allah Marah...
Aku berpikir.
Mereka—orang-orang munafik di zaman Nabi—beralasan tidak ikut perang.
Mereka mencari-cari uzur, padahal mereka sehat, kuat, dan mampu.
“Dan di antara mereka ada yang berkata, ‘Izinkanlah aku (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menyebabkan aku terjerumus.’ Ketahuilah bahwa mereka telah terjerumus (ke dalam fitnah).”
(QS. At-Taubah: 49)
Kalau saja mereka tahu...
Bahwa Allah sedang marah kepada mereka.
Kalau saja mereka sadar, betapa mengerikannya murka Allah, tentu mereka akan takut, berlari, dan tidak akan berani meminta izin.
Tapi mereka tertipu.
Tertipu oleh dunia.
Tertipu oleh nafsu dan bisikan setan.
Lalu Aku Mengalihkan Pandangan ke Zaman Ini
"Bukankah ini juga terjadi hari ini?"
Ada orang yang tahu sholat itu wajib, tapi tetap memilih untuk meninggalkannya.
Ada yang sengaja menunda-nunda sholat padahal waktunya sempit.
Ada kaum laki-laki yang sehat, mampu, dan dekat dengan masjid—tapi memilih sholat di rumah tanpa uzur.
Bukankah ini juga bentuk "berpaling" dari perintah Allah?
Bukankah ini juga seperti berkata, "Izinkan aku, ya Allah… nanti saja aku ikut perintah-Mu."
Lalu apa bedanya dengan kaum munafik yang berkata kepada Nabi, "Izinkan aku tidak ikut berperang"?
Jika Allah murka pada mereka, apakah kita merasa aman?
Ketika Allah Marah
Marahnya Allah bukan seperti marahnya mahluk Allah.
Marah Allah itu...
• Bisa mencabut iman dari hati
• Bisa membuat amal menjadi sia-sia
• Bisa menutup pintu hidayah
• Bisa membuat doa tidak diterima
“Mereka itulah orang-orang yang Allah tidak akan mensucikan mereka, dan bagi mereka azab yang pedih.”
(QS. At-Taubah)
Bahkan Nabi pun dilarang menyalatkan mereka.
Janganlah engkau (Nabi Muhammad) melaksanakan salat untuk seseorang yang mati di antara mereka (orang-orang munafik) selama-lamanya dan janganlah engkau berdiri (berdoa) di atas kuburnya. Sesungguhnya mereka ingkar kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik"
(QS: At-Taubah : 84)
Aku Menunduk. Terdiam. Lalu Menangis Dalam Hati.
"Ya Allah, betapa sebagian hamba MU sering menunda sholat."
"Betapa sering sebagian hamba MU lalai dari seruan-Mu."
"Betapa ringan sebagian hamba MU memilih kenyamanan dibanding panggilan azan."
Dan betapa banyak laki-laki yang memilih rebahan di rumah, padahal masjid hanya berjarak beberapa langkah dari pintunya.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sungguh aku ingin memerintahkan agar shalat ditegakkan, lalu aku menyuruh seseorang untuk mengimaminya. Kemudian aku pergi bersama beberapa orang yang membawa kayu bakar kepada orang-orang yang tidak menghadiri shalat berjamaah, lalu aku bakar rumah-rumah mereka.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Ini bukan sekadar perintah ringan. Ini peringatan keras.
Karena meninggalkan perintah Allah itu bukan urusan sepele.
Hujan masih turun perlahan di luar jendela.
Aku menutup mushaf digitalku.
Tapi ayat-ayat tadi masih menggema di dadaku.
Hari ini aku diingatkan:
Jangan tunggu Allah marah.
Karena ketika Allah murka,
bukan hanya pintu rezeki yang tertutup, tapi juga pintu hidayah.
"Ya Allah, jangan Engkau marah kepadaku. Jangan Engkau palingkan aku dari petunjuk-Mu. Jadikan aku termasuk hamba yang patuh, bukan yang mencari-cari alasan."
Aamiin.
Sebuah kisah klasik di 10 hari terakhir Ramadhan, Ah, Semalam malam ke - 25 kataku tersenyum.
Diubah oleh 8caseofdeath 25-03-2025 10:28
0
105
2


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan