Kaskus

News

4574587568Avatar border
TS
4574587568
Cari Kerja Susah & Gaji Kecil, Jangan Mimpi Ekonomi RI Tumbuh 8%!
 Cari Kerja Susah & Gaji Kecil, Jangan Mimpi Ekonomi RI Tumbuh 8%!

Jakarta, CNBC Indonesia - Perekonomian Indonesia kini tengah tertekan karena pendapatan masyarakat yang rendah hingga minimnya ketersediaan lapangan kerja. Tercermin dari terus merosotnya jumlah kelas menengah.

Angka Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang baru dirilis S&P Global pada 1 November 2024 lalu juga menangkap kondisi tersebut. PMI Manufaktur kontraksi empat bulan beruntun: Juli (49,3), Agustus (48,9), September (49,2), dan Oktober (49,2), karena tak ada yang membeli barang akibat lemahnya daya beli masyarakat.

"Ini adalah merupakan wake up call, artinya ini sudah warning buat kita bahwa kelas menengah ini penciptaan lapangan kerja dan juga daya beli mereka itu harus diperbaiki ke depan," kata Ekonom senior yang merupaoan co-founder Creco Research, Raden Pardede, dalam program Power Lunch CNBC Indonesia dikutip Senin (4/11/2024).

"Karena tanpa kelas menengah saya pikir akan sangat sulit buat kita bertumbuh dengan baik apalagi kalau kita bercita-cita untuk bertumbuh ke arah 8%," tegas Raden. 


Badan Pusat Statistik (BPS) juga telah mengumumkan jumlah kelas menengah di Indonesia terus menyusut. Pada 2019 mencapai 57,33 juta orang atau setara 21,45% dari total penduduk. Lalu, pada 2024 hanya tersisa menjadi 47,85 juta orang atau setara 17,13%.

Berlainan dengan data jumlah kelas menengah yang anjlok, data kelompok masyarakat kelas menengah rentan atau aspiring middle class malah naik, dari 2019 hanya sebanyak 128,85 juta atau 48,20% dari total penduduk, menjadi 137,50 juta orang atau 49,22% dari total penduduk.

Demikian juga dengan angka kelompok masyarakat rentan miskin yang ikut membengkak dari 2019 sebanyak 54,97 juta orang atau 20,56% menjadi 67,69 juta orang atau 24,23% dari total penduduk. Artinya, banyak golongan kelas menengah yang turun kelas kedua kelompok itu.

Sementara itu, kelompok miskin juga mengalami kenaikan tipis dari 2019 sebanyak 25,14 juta orang atau setara 9,41% menjadi 25,22 juta orang atau setara 9,03% pada 2024. Sedangkan kelompok atas juga naik tipis dari 2019 sebanyak 1,02 juta orang atau 0,38% menjadi 1,07 juta orang atau 0,38% dari total penduduk pada 2024. 


Raden Pardede menjelaskan, bila jumlah kelas menengah terus dibiarkan menyusut, maka tidak ada harapan bagi sebuah negara untuk bisa menikmati laju pertumbuhan ekonomi yang kencang. Sebab, mereka merupakan kelas yang seharusnya kuat dalam konsumsinya, tanpa harus makan tabungan.

"Kembali, seperti yang saya katakan tadi, kelas menengah itulah sebetulnya tenaga dalam atau energi yang sangat besar sekali yang kita punya, kalau mereka sangat kuat sekali maka daya beli mereka dengan jumlah yang besar itu akan menggerakkan motor perekonomian Indonesia ke depan," ucap Raden.

Raden menekankan, keharusan pemerintah untuk menjaga daya beli kelas menengah melalui pengaturan pendapatan yang terjamin dan lapangan kerja yang luas saat ini sangat dibutuhkan, sebab sumber pertumbuhan ekonomi lainnya, seperti ekspor sangat terkait dengan kondisi stabilitas global.

"Kalau kelas menengahnya tidak kuat, maka seperti yang saya katakan tadi, kita tergantung kepada ekspor padahal situasi dunia sekarang ini kelihatannya perekonomian dunia 10 tahun terakhir ini masih lebih buruk dibandingkan dengan keadaan dunia 10 tahun sebelumnya," ujar Raden.

Pemerintah sebelumnya juga telah menyatakan akan kembali fokus menyehatkan konsumsi atau daya beli masyarakat untuk menghadapi terus ambruknya angka Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang baru dirilis S&P Global hari ini, Jumat (1/11/2024).

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, sebetulnya kondisi kontraksi indeks PMI Manufaktur itu tidak hanya dialami Indonesia, namun terjadi juga di berbagai negara ASEAN.

"Berbagai negara masih kontraksi di sektor manufaktur termasuk di ASEAN. Hanya mungkin yang masih baik itu adalah Vietnam," kata Airlangga saat ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat (1/11/2024).

Khusus Indonesia, Airlangga mengatakan merosotnya angka indeks manufaktur itu masih disebabkan oleh pelemahan tingkat konsumsi di dalam negeri. Maka, fokus ke depan pemerintah adalah memperbaiki konsumsi mereka.

"Tentu kita akan melihat kalau bagi kita di Indonesia kita melihat juga dari segi domestik itu terjadi pelemahan konsumen juga. Nah tentu kita berharap ini bisa recover, kalau konsumsinya recover kita juga berharap industri-nya juga bisa akan terdorong," ungkap Airlangga.

sumber
Diubah oleh 4574587568 04-11-2024 09:42
mnotorious19150Avatar border
mnotorious19150 memberi reputasi
1
315
21
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan