Kaskus

News

mabdulkarimAvatar border
TS
mabdulkarim
Di balik teror Najwa Shihab dan serangan bom molotov di kantor Jubi
Siapa di balik 'teror' terhadap Najwa Shihab dan serangan bom molotov di kantor redaksi Jubi Papua – Sinyal upaya membungkam pers kritis?
Di balik 'teror' Najwa Shihab dan serangan bom molotov di kantor Jubi

Keterangan gambar,Perbincangan merespons video berisi aksi pembakaran buku karya jurnalis Najwa Shihab yang ramai di media sosial X atau Twitter bermula dari konten TikTok.
31 Oktober 2024
Peristiwa pembakaran buku karya jurnalis Najwa Shihab dan serangan bom molotov terhadap kantor redaksi Jubi di Papua merupakan 'bentuk kekerasan simbolis' terhadap wartawan. Apakah aksi-aksi teror ini dirancang guna menciptakan ketakutan yang berujung pada pembungkaman terhadap media?

Sepekan setelah Presiden Joko Widodo lengser, jagat media sosial diwarnai perbincangan soal konten aksi pembakaran buku “Catatan Najwa” diikuti komentar yang mengandung ujaran kebencian terhadap jurnalis Najwa Shihab.

Analisis Drone Emprit menemukan lebih dari 45 juta interaksi dan keterlibatan di TikTok, yang didominasi “sentimen negatif” terhadap Najwa.

Sementara, Ika Karlina Idris dari Data & Democracy Research Hub di Monash University Indonesia, menggolongkan komentar di TikTok ada di tahap “berbahaya”, merujuk pada analisis yang dilakukan lembaganya.

“Karena memang sudah seksis, [memuat] kebencian terhadap tokoh agama, kebencian agama, dan kelompok-kelompok keturunan Arab,” papar Ika Idris saat dihubungi wartawan Nurika Manan yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Rabu (30/10).

Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Nany Afrida menyebut aksi pembakaran buku Najwa Shihab sebagai “bentuk kekerasan simbolis”. Meskipun bentuk dan cara kekerasan tersebut beragam, menurutnya, “tapi targetnya sama yaitu jurnalis”.

Serangan lain menarget jurnalis di Papua. Pada 16 Oktober 2024, kantor redaksi Jubi dilempar bom molotov. Ini bukan yang pertama. Sebelumnya, bom rakitan dilempar di dekat rumah jurnalis Jubi, Victor Mambor.

Di balik 'teror' Najwa Shihab dan serangan bom molotov di kantor Jubi
Sepanjang Januari-Oktober 2024, AJI mendokumentasikan 57 kasus kekerasan terhadap jurnalis dan media. Sembilan kasus di antaranya terjadi dalam dua bulan terakhir.

Ketua Dewan Pers, Ninik Yuniati, mengatakan lembaganya sedang merampungkan mekanisme perlindungan menyeluruh bagi jurnalis, sehingga tanggung jawab jaminan keamanan dan keselamatan jurnalis bukan hanya menjadi tanggung jawab perusahaan media tapi juga negara.

Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengeklaim selama ini telah menjalankan komitmen untuk melindungi jurnalis sesuai undang-undang.

Di balik ramai hujatan ke Najwa Shihab
Perbincangan merespons video berisi aksi pembakaran buku karya jurnalis Najwa Shihab yang ramai di media sosial X atau Twitter bermula dari konten TikTok.

Salah satu video yang ditemukan BBC News Indonesia telah dilihat lebih dari 1,8 juta kali, mendulang lebih dari 52.000 suka dan, dibagikan ulang lebih dari 800 kali di TikTok, per Rabu (30/10).

Pengunggahnya menuliskan keterangan: “Ku tak mau lagi kau tipu. #najwashihab #catatannajwa #jokowi”.

Rizal Nova Mujahid, peneliti Drone Emprit—pemantau percakapan di media sosial—mengungkapkan volume engagement atau audiens yang membicarakan tentang Najwa Shihab mencapai lebih dari 45 juta dan dominasi dengan sentimen negatif.
Di balik 'teror' Najwa Shihab dan serangan bom molotov di kantor Jubi
Keterangan gambar,Tangkapan layar dari video berisi pembakaran buku karya jurnalis Najwa Shihab yang ramai di media sosial X atau Twitter yang bermula dari konten TikTok.

Analisis dilakukan sebatas di media sosial TikTok dengan periode pemantauan 20-30 Oktober 2024, sebanyak 77 unggahan.

“Itu hanya dari FYP saja ya. Kami tidak menghitung yang tidak FYP. Karena bisa ada ratusan, banyak sekali,” terang Rizal saat dihubungi wartawan BBC News Indonesia, Rabu (30/10).

FYP yang disebut Rizal adalah singkatan dari "For Your Page" yang berarti halaman rekomendasi atau beranda di aplikasi TikTok. FYP merupakan fitur yang menampilkan video-video yang direkomendasikan oleh TikTok untuk pengguna berdasarkan minat dan preferensi mereka.

Menurutnya, sentimen interaksi negatif sebesar 75%, sentimen positif 18%, dan sisanya netral.

Rizal menerangkan, interaksi di TikTok muncul setelah Najwa melontarkan pernyataan yang menyebut Presiden ke-7 Indonesia Joko Widodo “nebeng pesawat TNI AU” untuk pulang ke Solo pada Minggu, 20 Oktober 2024 lalu.

“Paling awal respons [di TikTok} terjadi pada tanggal 21 [Oktober]. Lalu kemudian naik terus—responsnya negatif ya. Naik terus kritikan pada Najwa hingga mencapai puncaknya pada 24 [Oktober].

"Itu sudah ada lebih dari 10 juta interaksi di media sosial terkait pernyataan Najwa. Interaksinya baik berupa comment, like, share,” papar Rizal.

BBC News Indonesia telah mencoba menghubungi Najwa Shihab mengenai hal ini, tapi dia enggan berkomentar.

Di balik 'teror' Najwa Shihab dan serangan bom molotov di kantor Jubi
pers, najwa shihab, victor mamboSumber gambar,ANTARA FOTO/Novrian Arb
Keterangan gambar,Seniman Wanggi Hoed mementaskan seni pantomim hari kebebasan pers sedunia atau World Press Freedom Day saat penyelenggaraan Anugerah Pewarta Foto Indonesia (APFI) 2024 di Bandung Creative Hub, Bandung, Jawa Barat, Jumat (03/05).
Dalam potongan video yang beredar di media sosial, Najwa Shihab mengatakan, “Enggak jadi [pakai pesawat] komersil, sekarang nebeng TNI AU”.

Komentar itu diucapkan Najwa saat melakukan siaran langsung pelantikan Presiden dan Wakil Presiden 2024-2029 pada pekan lalu.

Menurut Rizal, pola perbincangan yang tertangkap di TikTok cenderung organik atau terjadi natural.

“Kalau dilihat dari pengunggahnya, kita batasi 10 pengunggah terbesar, itu memang diunggah akun-akun yang—selain milik Najwa sendiri—adalah akun-akun yang pro-Jokowi,” kata dia.

Di balik 'teror' Najwa Shihab dan serangan bom molotov di kantor Jubi
Masing-masing konten memiliki narasi yang berbeda dengan waktu unggahan yang berbeda pula.

Unggahan-unggahan bernada negatif itu kemudian diamplifikasi oleh pendukung Jokowi lainnya, menurut Rizal.

“Ternyata banyak yang berkomentar negatif, ditangkap, lalu disampaikan ulang, ya diperbesarlah narasinya.”

Rizal memaparkan, narasi unggahan memiliki kecenderungan bernada “bullying” dan didominasi komentar yang “berbicara tentang adat, tidak sopan pada presiden, tidak sopan pada orang yang berjasa, lalu kemudian pesan itu diperkuat para influencer TikTok”.

Di balik 'teror' Najwa Shihab dan serangan bom molotov di kantor Jubi
Keterangan gambar,Najwa Shihab (2018)
Co-director Data & Democracy Research Hub di Monash University Indonesia, Ika Karlina Idris, menyebut komentar yang ditujukan kepada Najwa Shihab “berbahaya” lantaran mengandung ujaran kebencian, isu identitas SARA hingga bernada seksis.

“Kalau di TikTok itu penuh dengan video yang mengandung toxicity dan pesan-pesan yang mempolarisasi atau memecah belah. Toxicity ini dalam artian mengandung hate speech sudah ke mana-mana.

"Jadi udah ke jilbab, ke [soal] keturunan Yaman, bahkan menyerang Nana [Najwa Shihab] sendiri, misalnya kayak ratu check-in, atau menuduh dia sebagai prostitusi,” kata Ika Idris kepada wartawan Nurika Manan yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Rabu (30/10).

BBC News Indonesia telah mencoba menghubungi Najwa Shihab mengenai hal ini, tapi dia enggan berkomentar.

Di balik 'teror' Najwa Shihab dan serangan bom molotov di kantor Jubi
Pola serupa, ungkap Ika, juga dia temukan saat menganalisis media sosial terkait isu Rohingya, #Peringatan Darurat dan 10 tahun pemerintahan Jokowi.

Para penebar ujaran kebencian tersebut didominasi akun-akun pendukung pemerintahan baik di era Jokowi ataupun Prabowo Subianto, menurut Ika Idris.

“Itu memang kecenderungannya konten para kreatornya itu siding to government. Bukan cuma siding, malah-malah attacking pengkritik pemerintah,” ungkap Ika Idris.

Bendahara Umum relawan Pro-Jokowi (Projo), Panel Barus mengaku tidak bisa banyak menanggapi.

"Saya juga enggak tahu masalahnya apa itu sebenarnya,” tutur Panel Barus saat dikonfirmasi pada Rabu (30/10) malam.

Di balik 'teror' Najwa Shihab dan serangan bom molotov di kantor Jubi
Keterangan gambar,Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Nany Afrida (foto atas) menyebut apa yang dialami Najwa Shihab, yakni aksi pembakaran buku “Catatan Najwa”, “adalah bentuk kekerasan simbolis”.
Sementara Sekretaris Jenderal Relawan Projo, Handoko, tidak mau mengomentari temuan tersebut.

“No comment ya,” tulis Handoko melalui pesan kepada BBC News Indonesia, Rabu (30/10).

Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Digital, Prabu Revolusi, juga tidak merespons pesan maupun panggilan wartawan BBC News Indonesia.

https://www.bbc.com/indonesia/articl...s/cx2dq8xvvygo
lanjutan dibawah
4l3x4ndr4Avatar border
aldonisticAvatar border
bhagarvaniAvatar border
bhagarvani dan 4 lainnya memberi reputasi
5
712
44
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan