- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Wanita Disabilitas Dirudapaksa Ayah, Kakak dan Adik hingga Ratusan Kali


TS
mnotorious19150
Wanita Disabilitas Dirudapaksa Ayah, Kakak dan Adik hingga Ratusan Kali
Lampung - Inses merupakan hubungan seksual atau perkimpoian antara dua orang yang bersaudara kandung, yang dianggap melanggar adat, hukum, dan agama. Kasus inses pernah menggegerkan Lampung pada 2019.
Tepatnya di Kabupaten Pringsewu, di mana ada seorang wanita disabilitas, AG (18) yang ratusan kali dirudapaksa ayah, kakak dan adik kandungnya. Para pelaku berinisial JM (44), SA (24), dan YF (16).
Awalnya, dengan polos AG bercerita kepada psikolog, bahwa ia sering dirudapaksa oleh ayah, kakak, dan adik kandungnya. Ia tidak tahu bahwa kehormatannya telah direnggut oleh orang-orang yang seharusnya melindunginya.
"Mengejutkan karena anak ini tidak menyadari bahwa dia itu mengalami kekerasan seksual. Karena waktu itu kami tidak boleh masuk, kami diberi informasinya, diberi videonya waktu wawancara berlangsung. Katanya dengan polosnya 'kalau malam bapaknya suka naikin, buka celana, itunya bapak dimasukkin'. Kira-kira seperti itu lah," ujar Tarseno menirukan ucapan AG dalam video wawancara bersama psikolog, kepada detikcom pada Senin (25/2/2019).
Pengungkapan Kasus Inses
Tarseno (51) merupakan anggota Satgas Merah Putih Perlindungan Anak Pekon Panggungrejo. Ia dan 9 rekannya tak tinggal diam. Mereka menyebar di kampung tempat korban dan keluarganya tinggal, untuk menggali informasi lebih jauh mengenai kesaksian AG saat diperiksa psikolog tersebut.
"Kami satgas ada 10 orang yang aktif. Kami menyebarkan anggota untuk mencari informasi ini. Ternyata anak ini suka ke warung tiap pagi. Kemudian kami minta tukang warung ini mengorek keterangan. Lama-lama anak ini ngaku dengan yang punya warung ini. Lebih pasti lagi satgas kami yang perempuan mengorek langsung informasi ke korban pelan-pelan. Dia lalu ngaku bagaimana perlakuan ayahnya, kakaknya, dan adiknya. Terbuka semua," jelas Tarseno.
Mereka melaporkan kasus inses tersebut ke Polsek Sukoharjo pada Rabu (20/2/2019). Tim Tekab 308 yang dipimpin Kapolsek Sukoharjo langsung bergerak ke rumah JM.
"Pada saat keluarga ini digerebek, masyarakat memang tidak banyak yang tahu kasusnya. Kedua, karena memang kebiasaan keluarga ini selalu tertutup. Ketika tim datang, anehnya mereka seperti tidak merasa bersalah, tidak melarikan diri. Bahkan bapaknya bilang 'ada apa ini? Ada apa kok rame-rame?' Seperti nggak merasa ada salah sama sekali," terangnya.
Kasus tersebut kemudian dilimpahkan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Tanggamus. Setelah diperiksa intensif, ketiganya langsung dijadikan tersangka dan ditahan. Mereka dipersangkakan dengan Pasal 76D jo Pasal 81 ayat (3) UU RI No 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dan Pasal 8 huruf a jo Pasal 46 UU RI No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga atau Pasal 285 KUHPidana.
"Persangkaan pasal yang kita terapkan dalam perkara ini kita terapkan Pasal 81 ayat 3 UU RI No 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, yang mana ayat 3 tersebut adalah orang-orang yang melakukan hubungan persetubuhan yang dilakukan oleh orang-orang terdekat, bisa orang tua, wali, orang-orang yang menetap dalam rumah tangga, kemudian tenaga pendidik dan orang-orang yang memiliki hubungan darah. Kita kenakan ke Pasal 81 ayat 3 dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun maksimal 15 tahun karena ini dilakukan oleh orang-orang terdekatnya, notabene adalah saudara kandungnya sendiri, jadi ancaman hukuman ditambah 1/3 dari ancaman maksimal," ujar Kanit PPA Satreskrim Polres Tanggamus Ipda Primadona Laila, Minggu (24/2/2019).
JM mengaku sadar bahwa yang ia rudapaksa berulang kali itu adalah putri kandungnya sendiri. Ia mengaku memanfaatkan kondisi korban yang disabilitas. Selain itu, ia menjadikan putri kandungnya pelampiasan hasrat seksual karena istrinya meninggal.
"Dari bapak kandungnya sendiri menjelaskan bahwa dia melakukan persetubuhan tersebut karena memang melihat kondisi anak tersebut mengalami kekurangan. Jadi keadaan tidak berdaya anak tersebut yang dimanfaatkan oleh ayah kandungnya ini untuk melampiaskan hasrat seksualnya," ujar Ipda Dona.
"Kondisi korban memang masuk dalam kategori disabilitas. Dia tidak dalam kategori disabilitas tunarungu maupun tunawicara, tetapi masih bisa menjelaskan apabila ditanya oleh aparat kepolisian. Mungkin bisa kita katakan kurangnya pendidikan dari si korban sehingga kalau kita lihat secara visual kondisi korban baik, bagus, tetapi dengan pandangan yang kosong. Kami rasa psikisnya mungkin sudah kena," sambungnya.
SA dan YF juga mengakui perbuatannya. Hasrat memerkosa korban muncul karena mereka sering menonton film porno. Korban bahkan kerap diajak menonton film porno bersama.
"Dari dua pelaku lainnya, yaitu kakak kandung dan adik kandungnya, motifnya hanya berdasarkan seringnya atau lazimnya mereka nonton video porno yang ada di handphone. HP itu merupakan milik kakak kandungnya," jelasnya.
detik.com
Tepatnya di Kabupaten Pringsewu, di mana ada seorang wanita disabilitas, AG (18) yang ratusan kali dirudapaksa ayah, kakak dan adik kandungnya. Para pelaku berinisial JM (44), SA (24), dan YF (16).
Awalnya, dengan polos AG bercerita kepada psikolog, bahwa ia sering dirudapaksa oleh ayah, kakak, dan adik kandungnya. Ia tidak tahu bahwa kehormatannya telah direnggut oleh orang-orang yang seharusnya melindunginya.
"Mengejutkan karena anak ini tidak menyadari bahwa dia itu mengalami kekerasan seksual. Karena waktu itu kami tidak boleh masuk, kami diberi informasinya, diberi videonya waktu wawancara berlangsung. Katanya dengan polosnya 'kalau malam bapaknya suka naikin, buka celana, itunya bapak dimasukkin'. Kira-kira seperti itu lah," ujar Tarseno menirukan ucapan AG dalam video wawancara bersama psikolog, kepada detikcom pada Senin (25/2/2019).
Pengungkapan Kasus Inses
Tarseno (51) merupakan anggota Satgas Merah Putih Perlindungan Anak Pekon Panggungrejo. Ia dan 9 rekannya tak tinggal diam. Mereka menyebar di kampung tempat korban dan keluarganya tinggal, untuk menggali informasi lebih jauh mengenai kesaksian AG saat diperiksa psikolog tersebut.
"Kami satgas ada 10 orang yang aktif. Kami menyebarkan anggota untuk mencari informasi ini. Ternyata anak ini suka ke warung tiap pagi. Kemudian kami minta tukang warung ini mengorek keterangan. Lama-lama anak ini ngaku dengan yang punya warung ini. Lebih pasti lagi satgas kami yang perempuan mengorek langsung informasi ke korban pelan-pelan. Dia lalu ngaku bagaimana perlakuan ayahnya, kakaknya, dan adiknya. Terbuka semua," jelas Tarseno.
Mereka melaporkan kasus inses tersebut ke Polsek Sukoharjo pada Rabu (20/2/2019). Tim Tekab 308 yang dipimpin Kapolsek Sukoharjo langsung bergerak ke rumah JM.
"Pada saat keluarga ini digerebek, masyarakat memang tidak banyak yang tahu kasusnya. Kedua, karena memang kebiasaan keluarga ini selalu tertutup. Ketika tim datang, anehnya mereka seperti tidak merasa bersalah, tidak melarikan diri. Bahkan bapaknya bilang 'ada apa ini? Ada apa kok rame-rame?' Seperti nggak merasa ada salah sama sekali," terangnya.
Kasus tersebut kemudian dilimpahkan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Tanggamus. Setelah diperiksa intensif, ketiganya langsung dijadikan tersangka dan ditahan. Mereka dipersangkakan dengan Pasal 76D jo Pasal 81 ayat (3) UU RI No 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dan Pasal 8 huruf a jo Pasal 46 UU RI No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga atau Pasal 285 KUHPidana.
"Persangkaan pasal yang kita terapkan dalam perkara ini kita terapkan Pasal 81 ayat 3 UU RI No 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, yang mana ayat 3 tersebut adalah orang-orang yang melakukan hubungan persetubuhan yang dilakukan oleh orang-orang terdekat, bisa orang tua, wali, orang-orang yang menetap dalam rumah tangga, kemudian tenaga pendidik dan orang-orang yang memiliki hubungan darah. Kita kenakan ke Pasal 81 ayat 3 dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun maksimal 15 tahun karena ini dilakukan oleh orang-orang terdekatnya, notabene adalah saudara kandungnya sendiri, jadi ancaman hukuman ditambah 1/3 dari ancaman maksimal," ujar Kanit PPA Satreskrim Polres Tanggamus Ipda Primadona Laila, Minggu (24/2/2019).
JM mengaku sadar bahwa yang ia rudapaksa berulang kali itu adalah putri kandungnya sendiri. Ia mengaku memanfaatkan kondisi korban yang disabilitas. Selain itu, ia menjadikan putri kandungnya pelampiasan hasrat seksual karena istrinya meninggal.
"Dari bapak kandungnya sendiri menjelaskan bahwa dia melakukan persetubuhan tersebut karena memang melihat kondisi anak tersebut mengalami kekurangan. Jadi keadaan tidak berdaya anak tersebut yang dimanfaatkan oleh ayah kandungnya ini untuk melampiaskan hasrat seksualnya," ujar Ipda Dona.
"Kondisi korban memang masuk dalam kategori disabilitas. Dia tidak dalam kategori disabilitas tunarungu maupun tunawicara, tetapi masih bisa menjelaskan apabila ditanya oleh aparat kepolisian. Mungkin bisa kita katakan kurangnya pendidikan dari si korban sehingga kalau kita lihat secara visual kondisi korban baik, bagus, tetapi dengan pandangan yang kosong. Kami rasa psikisnya mungkin sudah kena," sambungnya.
SA dan YF juga mengakui perbuatannya. Hasrat memerkosa korban muncul karena mereka sering menonton film porno. Korban bahkan kerap diajak menonton film porno bersama.
"Dari dua pelaku lainnya, yaitu kakak kandung dan adik kandungnya, motifnya hanya berdasarkan seringnya atau lazimnya mereka nonton video porno yang ada di handphone. HP itu merupakan milik kakak kandungnya," jelasnya.
detik.com
Diubah oleh mnotorious19150 28-10-2024 14:48




itkgid dan rizkync108 memberi reputasi
0
352
11


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan