- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Atasi Sengkarut Ekonomi, Guru Besar UI Sarankan Prabowo Ikut Jejak Ayahnya


TS
Novena.Lizi
Atasi Sengkarut Ekonomi, Guru Besar UI Sarankan Prabowo Ikut Jejak Ayahnya
Atasi Sengkarut Ekonomi dengan Genjot Pajak, Guru Besar UI Sarankan Prabowo Ikut Jejak Ayahnya
Selasa, 15 Oktober 2024 - 17:51 WIB

Jika ingin ekonomi Indonesia stabil atau baik-baik saja, sebenarnya bukan perkara sulit untuk pemerintahan Prabowo Subianto. Ikut jejak begawan ekonomi, Prof Soemitro Djojohadikusumo, ayahanda Prabowo.
Guru Besar Ilmu Kebijakan Pajak Universitas Indonesia (UI), Prof Haula Rosdiana menyebut sang begawan yang pernah menjabat menteri perdagangan di era Orde Baru (Orba), berhasil membanun ekonomi dengan cepat tanpa memicu inflasi. Sejatinya, Prof Soemitro menjabat bidang menteri bidang ekonomi sejak Orde Lama (Orla).
Kuncinya, Prof Soemitro fokus mengerek pajak hingga 35 persen dari pendapatan nasional (tax ratio). “Suka atau tidak, tax ratio kita masih rendah. Ternyata, Prof Soemitro itu menuliskan dalam buku ekonomi pembangunan bahwa tax ratio yang ideal itu, 35 persen. Angka itu jauh dari rasio penerimaan yang tersemat dalam Asta Cita,” kata Haula dalam peluncuran dan diskusi buku karyanya bertajuk 'Sambung Pemikiran Politik Pajak Transformatif Soemitro Djojohadikusumo' di Jakarta, Selasa (15/10/2024).
Dia beberkan, Prof Soemitro membagi tax ratio sebesar 35 persen menjadi 15 persen untuk pengeluaran administratif atau konsumtif, sisanya yang 20 persen dialokasikan untuk pembentukan modal.
Sementara visi dan misi Prabowo-Gibran yang disebut Asta Cita, mematok target rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 23 persen. Atau 12 persen di bawah tax ratio yang dicanangkan Prof Sumitro.
“15 persen itu untuk administratif operasional jadi untuk spending yang sifatnya itu rutin dan seterusnya, 20 persennya itu adalah yang untuk tabungan dalam arti untuk investasi. Kalau itu tercapai, pembangunan ekonomi bergerak cepat tanpa khawatir inflasi dan lain-lain," terang Prof Haula.
Menurut Prof Haula, pemikiran ekonomi dari Prof Semitro, masih sangat relevan untuk kondisi saat ini, salah satunya terkait politik pajak. Di mana, Prof Soemitro menekankan pentingnya politik pajak yang progresif dalam rangka menghimpun penerimaan negara untuk pembangunan ekonomi.
Pada hakekatnya, lanjut Prof Haula, politik pajak merupakan proses dalam pengambilan keputusan untuk menentukan dan mencapai tujuan bernegara dengan menggunakan pajak sebagai instrumen social, political and economic engineering.
“Pajak itu bukan sekadar undang-undang tapi sejatinya dia merupakan relasi yang terdekat antara negara dengan rakyat, bagaimana menjadi instrumen social, political and economic engineering,” ujarnya.
Dengan adanya pembangunan ekonomi, maka terjadi proses perubahan struktural, yaitu suatu perubahan dalam struktur ekonomi masyarakat. Peranan pembangunan ekonomi dilihat dalam sumbangannya terhadap pendapatan nasional maupun dalam kaitannya dengan kesempatan kerja dan kedudukan negara dalam lalu lintas pembayaran luar negeri.
“Pajak itu harus menjadi sumber penerimaan andalan karena relasi yang paling dekat antara negara dengan rakyat yang menunjukkan bela negara sejatinya adalah pajak, maka Pak Sumitro juga menyakini bahwa quick win untuk mencapai hal tersebut adalah transformasi kelembagaan,” ujarnya
Mengingatkan saja, Prof Soemitro merupakan ekonom Indonesia yang pernah menjabat sebagai menteri perdagangan dan perindustrian di Kabinet Natsir (1950-1951), menteri keuangan di Kabinet Wilopo (1952–1953), menteri keuangan di Kabinet Burhanuddin Harahap (1955–1956), menteri perdagangan di Kabinet Pembangunan I (1968–1973), dan terakhir menteri riset di Kabinet Pembangunan II (1973–1978).
Begawan ekonomi Indonesia itu memulai kariernya sebagai pembantu staf perdana menteri Sutan Sjahrir (1946), presiden direktur Indonesian Banking Corporation (1947), dan kuasa usaha KBRI Washington DC (1950).
Prof Soemitro lahir di Kebunen pada 29 Mei 1917, meninggal dunia 9 Maret 2001 pada usia 83 tahun. Dia merupakan putra dari Raden Mas Margono Djojohadikusumo, pendiri Bank Negara Indonesia (BNI), dan Ketua Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS), serta anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI).
https://www.inilah.com/atasi-sengkar...-jejak-ayahnya
Selasa, 15 Oktober 2024 - 17:51 WIB

Jika ingin ekonomi Indonesia stabil atau baik-baik saja, sebenarnya bukan perkara sulit untuk pemerintahan Prabowo Subianto. Ikut jejak begawan ekonomi, Prof Soemitro Djojohadikusumo, ayahanda Prabowo.
Guru Besar Ilmu Kebijakan Pajak Universitas Indonesia (UI), Prof Haula Rosdiana menyebut sang begawan yang pernah menjabat menteri perdagangan di era Orde Baru (Orba), berhasil membanun ekonomi dengan cepat tanpa memicu inflasi. Sejatinya, Prof Soemitro menjabat bidang menteri bidang ekonomi sejak Orde Lama (Orla).
Kuncinya, Prof Soemitro fokus mengerek pajak hingga 35 persen dari pendapatan nasional (tax ratio). “Suka atau tidak, tax ratio kita masih rendah. Ternyata, Prof Soemitro itu menuliskan dalam buku ekonomi pembangunan bahwa tax ratio yang ideal itu, 35 persen. Angka itu jauh dari rasio penerimaan yang tersemat dalam Asta Cita,” kata Haula dalam peluncuran dan diskusi buku karyanya bertajuk 'Sambung Pemikiran Politik Pajak Transformatif Soemitro Djojohadikusumo' di Jakarta, Selasa (15/10/2024).
Dia beberkan, Prof Soemitro membagi tax ratio sebesar 35 persen menjadi 15 persen untuk pengeluaran administratif atau konsumtif, sisanya yang 20 persen dialokasikan untuk pembentukan modal.
Sementara visi dan misi Prabowo-Gibran yang disebut Asta Cita, mematok target rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 23 persen. Atau 12 persen di bawah tax ratio yang dicanangkan Prof Sumitro.
“15 persen itu untuk administratif operasional jadi untuk spending yang sifatnya itu rutin dan seterusnya, 20 persennya itu adalah yang untuk tabungan dalam arti untuk investasi. Kalau itu tercapai, pembangunan ekonomi bergerak cepat tanpa khawatir inflasi dan lain-lain," terang Prof Haula.
Menurut Prof Haula, pemikiran ekonomi dari Prof Semitro, masih sangat relevan untuk kondisi saat ini, salah satunya terkait politik pajak. Di mana, Prof Soemitro menekankan pentingnya politik pajak yang progresif dalam rangka menghimpun penerimaan negara untuk pembangunan ekonomi.
Pada hakekatnya, lanjut Prof Haula, politik pajak merupakan proses dalam pengambilan keputusan untuk menentukan dan mencapai tujuan bernegara dengan menggunakan pajak sebagai instrumen social, political and economic engineering.
“Pajak itu bukan sekadar undang-undang tapi sejatinya dia merupakan relasi yang terdekat antara negara dengan rakyat, bagaimana menjadi instrumen social, political and economic engineering,” ujarnya.
Dengan adanya pembangunan ekonomi, maka terjadi proses perubahan struktural, yaitu suatu perubahan dalam struktur ekonomi masyarakat. Peranan pembangunan ekonomi dilihat dalam sumbangannya terhadap pendapatan nasional maupun dalam kaitannya dengan kesempatan kerja dan kedudukan negara dalam lalu lintas pembayaran luar negeri.
“Pajak itu harus menjadi sumber penerimaan andalan karena relasi yang paling dekat antara negara dengan rakyat yang menunjukkan bela negara sejatinya adalah pajak, maka Pak Sumitro juga menyakini bahwa quick win untuk mencapai hal tersebut adalah transformasi kelembagaan,” ujarnya
Mengingatkan saja, Prof Soemitro merupakan ekonom Indonesia yang pernah menjabat sebagai menteri perdagangan dan perindustrian di Kabinet Natsir (1950-1951), menteri keuangan di Kabinet Wilopo (1952–1953), menteri keuangan di Kabinet Burhanuddin Harahap (1955–1956), menteri perdagangan di Kabinet Pembangunan I (1968–1973), dan terakhir menteri riset di Kabinet Pembangunan II (1973–1978).
Begawan ekonomi Indonesia itu memulai kariernya sebagai pembantu staf perdana menteri Sutan Sjahrir (1946), presiden direktur Indonesian Banking Corporation (1947), dan kuasa usaha KBRI Washington DC (1950).
Prof Soemitro lahir di Kebunen pada 29 Mei 1917, meninggal dunia 9 Maret 2001 pada usia 83 tahun. Dia merupakan putra dari Raden Mas Margono Djojohadikusumo, pendiri Bank Negara Indonesia (BNI), dan Ketua Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS), serta anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI).
https://www.inilah.com/atasi-sengkar...-jejak-ayahnya
Diubah oleh Novena.Lizi 20-10-2024 16:52




mnotorious19150 dan kakekane.cell memberi reputasi
2
411
14


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan