Kaskus

Story

ih.sulAvatar border
TS
ih.sul
Short Story #92 : Film Pendek
Short Story #92 : Film Pendek

Sebagai tugas akhir pelajaran Bahasa Indonesia, kami disuruh membuat film pendek bertema kejujuran. Aku tak mengerti kenapa film pendek jadi ujian mapel Bahasa Indonesia, tapi tetap kulakukan karena aku butuh nilai bagus untuk bisa naik kelas.

Masalahnya, aku tak tahu harus memfilmkan apa. Kejujuran, apa yang bisa dituangkan dari tema semacam ini?

Beberapa temanku tak mau ambil pusing dan mencari script dari internet. Beberapa bahkan pakai joki untuk mengerjakan film mereka. Kira-kira di mana letak jujurnya jika aku memakai metode yang sama?

Akhirnya aku memilih memfilmkan sesuatu yang kuanggap sebagai kejujuran. Tak ada kerahasiaan, tak ada kepura-puraan. Saat aku memfilmkan itu di depan kelas, semua terpana tanpa bisa berkata-kata. Film itu cuma dua menit panjangnya, tapi cukup untuk membuatku ditahan di ruang BK selama dua jam.

Keesokan harinya, kepala sekolah langsung dipecat dari jabatannya. Beliau, dan beberapa siswi yang mendadak pindah sekolah, tak pernah terlihat lagi.

***


“Gila ….” Ryan berdecak kagum. “Gila gila gila. Kok bisa kau kepikiran buat yang beginian?”

Dia dan beberapa murid lain terus menonton film itu dari laptopku. Aku tak menjawab apa-apa dan fokus menulis surat permohonan maaf yang harus kuserahkan pada Pak Denis sepulang sekolah. Meski demikian, surat itu masih kosong. Entah apa yang harus kuisi di sini.

“Kalau kau tanya aku, ini baru namanya jujur. Seratus persen asli, tanpa rekayasa,” ucap Ryan lagi yang disusul anggukan setuju murid-murid lain. Tampaknya mereka suka sekali dengan film itu.

“Kalau memang itu jujur terus kenapa aku malah dihukum?”

Aku nyeletuk sembari menekan ujung pulpen ke bagian tengah kertas. Meninggalkan setitik noda hitam di atas putih.

“Aku nganggap Pak Denis itu bodoh, tapi kalo aku jujur dia pasti kasih aku nilai nol. Kadang jujur itu memang nggak baik.”

Ryan menjauh dari laptop dan duduk di sebelahku. Ngomong-ngomong Ryan meminta bantuan kakaknya yang youtuber untuk membuat film, makanya dia dapat nilai tertinggi.

“Namanya film itu yang tampilkan yang terbaik, bukan tampilkan apa adanya. Film dan jujur itu bukan dua kata yang bisa ada di satu kalimat. Untuk membuat film kau harus potong dan ubah di sana-sini lalu tunjukkan yang baik-baiknya saja. Mana ada orang yang mau nonton kisah sukses anak orang kaya, tapi semua orang pasti suka kisah sukses mulai dari nol.”

Aku tak paham kenapa dia tiba-tiba jadi bijak, tapi kurasa yang dia katakan ada benarnya. Yang namanya film dan media itu cuma rekayasa, tak ada kejujuran di sana. Kalaupun ada, mungkin sudah tenggelam di tengah adsense dan selera pasar.

“Ibuku suka nonton film,” ucapku tiba-tiba. “Dia pernah beli kamera dan merekamku setiap hari. Semua video itu diedit dan ditayangkan waktu ulangtahunku yang kesepuluh. Ibuku sering marah-marah, tapi sepanjang film dia selalu tertawa. Kurasa film pendek itu jadi pendek karena semua bagian buruknya sengaja dibuang.”

“Siapa juga yang mau buang waktu melihat yang buruk-buruk?” balas Ryan masuk akal.
Videoku … juga seperti itu. Ada bagian di mana Pak Kepsek memberi tips ke tukang parkir depan hotel, tapi aku memotongnya karena merasa itu tak perlu.

“Film … bisa jadi propaganda juga,” ucapku lagi.

“Yep! Tunjukkan yang mau kau tunjukkan, sembunyikan yang tidak.”

“Kalau gitu jelas nggak ada yang namanya kejujuran di dalam film. Semuanya cuma rekayasa.”

Film, koran, semua media juga seperti itu. Apa yang harus ditunjukkan dan apa yang ingin ditutupi, semua diatur oleh mereka yang punya kepentingan. Semakin jauh aku memikirkannya, semakin aku tak tahu apa yang harus kutulis.

“Terus kejujuran itu ada di mana?” tanyaku sembari menambahkan satu titik lagi di sebelah titik pertama di atas kertas.

“Media bohong, tapi reaksi yang melihat itu jujur,” Jawab Ryan dengan kebijaksanaan yang tak pernah kuharapkan darinya. “Banyak orang bohong di dunia nyata, tapi kalau kau lihat di sosmed … weww, itu baru namanya jujur.”

Dia mengeluarkan ponselnya dan membuka Twitter. Burung biru itu berkicau dengan berita-berita dari seluruh penjuru dunia. Laman Twitter Ryan penuh dengan gambar porno dan berita politik. Punyaku juga begitu.

“Lihat nih: ada yang bodoh-bodohin pejabat, ada yang minta makan gratis, ada yang muja-muji pesantren. Orang banyak yang bodoh, tapi tulisan mereka jujur. Kau tinggal pilih mau yang mana.”

Mana yang mau aku pilih? bodoh tapi jujur atau pintar dengan berbohong? Sebenarnya itu pilihan yang mudah. Toh aku masih Sma, tak masalah berbuat bodoh dan nakal.

Di bawah dua titik di kertas putih kutambahkan satu garis melengkung sehingga membentuk emotikon senyum. Di sebelahnya aku pun menulis. “Minta maaf? Buat apa?”

Suatu hari nanti setelah lulus Sma, aku janji akan jadi reporter. Akan kucari tahu kebenarannya dan kulaporkan sejujur-jujurnya. Mungkin aku bisa mulai dengan menyelidiki Pak Denis. Kalau beruntung, mungkin aku bisa membuatnya dipecat juga.

***TAMAT***
ardian76Avatar border
pulaukapokAvatar border
indrag057Avatar border
indrag057 dan 10 lainnya memberi reputasi
9
360
7
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan