- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Short Story #87 : Hutang


TS
ih.sul
Short Story #87 : Hutang
“Syid, tepung sama mentega hutang dulu ya. Nanti kubayar.”
Ojak membawa pulang tepung dan mentega itu dengan motor bututnya. Hari ini ibunya ingin masak kue dan dia disuruh membeli bahan-bahan.
“Ma, ini barangnya kutaruh di meja ya,” ucap Ojak.
“Hmm, kembaliannya ambil aja.”
“Makasih Ma.”
Ojak mengantongi dua puluh ribu yang tadi harusnya dia pakai untuk membayar tepung dan mentega. Bertambah lagi hutangnya di warung, tapi dia tidak peduli. Dua puluh ribu cukup untuk isi bensin biar malam ini dia bisa ajak pacarnya jalan-jalan.
Sembari menunggu ibunya selesai memasak kue, Ojak tanpa sengaja jatuh tertidur. Dia dibangunkan dengan aroma nikmat kue yang baru selesai dipanggang. Ojak makan dengan lahap. Diam-diam dia menyembunyikan sedikit kue untuk dimakan bersama pacarnya nanti.
Malam pun tiba dan Ojak menjemput pacarnya. Mereka pergi ke pasar malam yang baru buka di halaman yang biasanya jadi tempat main sepakbola. Malam minggu itu harusnya berjalan dengan romantis, tapi Ojak hanya bisa menggigit bibir bagian dalamnya akibat rasa sakit dadakan di dasar perutnya.
Ojak nyaris tak bisa mendengar suara kebang api saat perutnya terasa digerogoti kawanan semut. Sungguh memalukan, dia harus lari menahan cepirit dan menghabiskan malam di toilet umum. Entah berapa jam yang Ojak habiskan di sana. Saat pacarnya pulang duluan dengan marah-marah, Ojak masih terus mencoba mengeluarkan apa pun yang menyiksa perutnya itu.
Ojak merasa tak bisa mengeluarkan apa pun lagi, tapi rasa sakitnya tetap tak hilang. Akhirnya dia pun mengerahkan seluruh tenaga yang tersisa untuk kembali ke rumahnya. Sesampainya di rumah dia langsung memohon pada ibunya.
“Ma … sakit … sakit kali perutku.”
“Makan apa rupanya kau kok bisa sampai sakit?”
“Cuma makan nasi, sama kue itu tadi.”
“Mamak makan itu juga nggak ada apa-apa kok.”
Dengan masih menahan sakit Ojak pun minum teh hangat dan memaksa dirinya untuk tidur. Dia berharap besok pagi rasa sakit itu akan hilang, tapi ternyata rasa sakit yang terasa seperti sengatan lebah itu membangunkannya di pagi buta.
Ojak pun merintih, membangunkan ibunya yang sedang tertidur lelap. Ibunya memberinya minyak kayu putih, tapi sama sekali tak ada khasiatnya. Karena beliau harus bekerja, dia memutuskan mengantar Ojak ke rumah sakit sore nanti. Sebelum itu, Ojak harus menahan sakit perutnya.
Detik demi detik terasa seperti siksaan bagi Ojak. Dia mencoba mencari obat di seluruh penjuru rumah, tapi tak ada apa pun yang bisa membantunya. Dia pun memaksa tubuhnya menyalakan motor dan pergi ke warung untuk membeli obat.
“Syid, ada obat sakit perut?”
“Ada. Dua ribu.”
“Tulis aja dulu di bon ku. Nanti kubayar.”
“…. Hutangmu udah—”
“AHH! KAU GITU AJA TERUS KAU TAGIH! KALAU ADA UANG PASTI KUBAYAR! SINI DULU OBAT ITU! SAKIT KALI PERUTKU!”
Tanpa sadar dia sudah meledakkanr asa frustasinya. Kencannya gagal dan dia harus bolak-balik ke toilet semalaman penuh. Dia merampas obat itu dari tangan Rosyid dan tanpa berterima kasih dia langsung tancap gas pulang ke rumahnya.
Ternyata obat itu sama sekali tak ada gunanya. Ojak harus memegangi perutnya menahan sakit. Saat ibunya pulang dan membawanya ke dokter, dokter cuma memberinya obat yang juga tak ada gunanya.
Rasa sakit itu tak pernah hilang. Rasanya seperti ada jarum yang menekan ususnya. Tidak sampai berdarah, tapi terus menyakitinya. Hari demi hari, dokter demi dokter, dukun demi dukun. Akhirnya ibunya berhenti mencoba menyembuhkan Ojak. Ojak pun terus hidup dengan kesakitan.
Anehnya, rasa sakit itu tak mempengaruhi tubuhnya sama sekali. Rasanya sakit, tapi cuma itu. Tubuhnya tetap bekerja sebagaimana manusia sehat pada umumnya. Ojak pun dipaksa bekerja dengan rasa sakit itu terus berdenyut menyita perhatiannya.
Tahun demi tahun pun berlalu. Ojak merasa dia harusnya sudah terbiasa dengan rasa sakit, tapi rasa sakit di perutnya malah semakin menjadi-jadi. Pemeriksaan dokter bilang tubuhnya benar-benar sehat sedangkan orang pintar yang dia temui bilang bahwa Ojak kena santet.
Tak terbayang berapa banyak yang Ojak habiskan untuk menyembuhkan santetnya. Saat akhirnya dia sadar cuma ditipu, surat rumahnya sudah digadaikan. Ibunya telah tiada, pekerjaannya morat-marit, uang pun sudah tak ada. Yang setia menemaninya cuma rasa sakit.
Mungkin sebaiknya Ojak mati saja.
***
“Mungkin itu karma,” ucap orang pintar yang tak sengaja dia temui. “Kau pernah buat salah nggak sama orang?”
Ojak merasa tak pernah melakukan hal yang menyinggung siapa pun. Apa dia pernah benar-benar berbuat salah sampai ada orang yang mengutuknya?
Sembari memikirkan itu tak sengaja Ojak melewati toko yang dulu jadi tempat langganannya berhutang. Toko itu sudah tutup dan dijual. Pemilik barunya menyulap toko itu menjadi bengkel motor. Entah ke mana pemiliknya dulu, Ojak tak tahu. Andai saja toko itu masih ada, Ojak pasti bisa hutang sedikit untuk makan malam.
Dan tiba-tiba saja rasa sakit di perutnya meningkat berkali-kali lipat bersama dengan satu kenyataan yang selama ini tak pernah dia pedulikan. Betul, hutangnya di toko itu tak pernah dia bayar.
Ojak yakin dia bukan satu-satunya yang berhutang di toko itu. Pemilik toko itu terkenal terlalu pengecut untuk menagih hutang sehingga banyak yang memanfaatkannya. Kalau dia memang dikutuk gara-gara itu kenapa orang lain tidak?
Namun rasa sakit yang ekstrim mengacaukan akal sehatnya. Persetanlah, kalau memang itu alasannya maka dia harus bayar semua hutang itu dan menyingkirkan rasa sakit ini untuk selamanya.
Akhirnya Ojak pun mencari keberadaan pemilik toko itu. Sayangnya, tak ada yang tahu ke mana mereka sekeluarga pergi. Dari kabar terakhir yang didengar tetangga mereka dulu, tampaknya pemilik warung itu sudah meninggal.
Sedikit sisa harapan itu pun hilang sehingga yang tersisa dari Ojak hanyalah kesakitan. Persetanlah, pikirnya. Apa gunanya hidup kalau isinya cuma penderitaan?
Akhirnya Ojak pun mengambil tali dan menutup pintu rumahnya. Besok para rentenir akan datang, tapi Ojak tak akan merasa takut lagi. Entah apa kesalahan yang dia perbuat semasa hidup, biarlah dia bayar semua di akhirat sana.
***TAMAT***






riodgarp dan 28 lainnya memberi reputasi
29
1.4K
16


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan