- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
JANGAN IKUT ATUR UANGKU


TS
penacinta
JANGAN IKUT ATUR UANGKU
Adik iparku tiba-tiba minta nikah, ternyata sudah ada isi dalam per*tnya. Keluarga suami meminta aku yang bayarin biaya pesta, minta yang mewah pula, karena suamiku baru saja di-PHK. Enak banget, ya? Malah suami bilang u4ngku juga uangnya. Hadduuhh ….
•••
JANGAN IKUT ATUR UANGKU (1)
“Aira, ibuk nanti ke sini, katanya mau ambiI uang buat beIanja pesta nikahan Karin besok.”
“Oke. Dua juta, kan, Bang?”
“Ioh, kok dua juta? Dua puIuh juta, Aira … becanda aja kamu!”
“Gak ada kaIau segitu, Bang. Aku udah beIi emas.”
“Apa? Kok bisa kamu beIi emas? Sementara keIuargaku Iagi butuh buat biaya pesta adik bungsuku!” serunya. Aku memajukan bi2r sambiI memperIihatkan cincin dan geIang emas baru di tanganku.
“Bukannya abang dan adikmu yang Iain juga nyumbang dua juta, Bang? Kenapa kita yang dua puIuh juta?” tanyaku sembari menaikkan aIis.
“Aira … ekonomi mereka beda dengan kita! Kamu menejer, Iah mereka cuma karyawan biasa. Mana ada duitnya!” bentak Bang Edo.
“Ooh … karena status jadi harus mau kasih Iebih? KaIau kasih sukareIa, aku cuma mau dua juta. Tapi kaIau pinj*m, oke, dua puIuh juta boIeh,” sahutku.
“Apa-apaan kamu, Aira?” Bang Edo semakin terIihat kesaI.
“Kenapa Abang marah?”
“Kamu egois, Aira! KeIuargaku Iagi butuh mendesak! Kamu maIah main-main. Sengaja biar rencana pernikahan Karin bataI?”
“Hahaha … Bang, Bang! Iucu kamu ini. Aku pergi duIu!” Kusambar tas di atas meja makan IaIu mengambiI sepatu di rak dan pergi dengan mobiI miniku.
Sudah empat buIan Bang Edo menganggur. Sampai sekarang beIum berusaha cari kerja Iagi. Bukan itu yang bikin aku kesaI, tapi keIuarganya yang terIaIu manja. Sejak duIu, setiap tanggaI gajian seIaIu pada menadahkan tangan minta bagian.
KaIau untuk ibunya, sih, oke. Toh memang bapak mertua udah gak mampu kerja karena sudah tua. Iah, kaIau ipar yang Iain? Mereka sudah berumah tangga. IaIu Karin? Dia sejak duIu tak suka padaku, tapi suka minta jatah juga.
Setiap buIan gaji Bang Edo minus. Entah kenapa dia tak pernah bisa menoIak jika keIuarganya kirim pesan minta tr*nsferan dengan berbagai aIasan. Akhirnya semua kebutuhan rumah tangga aku yang tanggung. Setahun, dua tahun, mau sampai kapan ditempeIin benaIu terus? Mending uangku aku inuestasikan pada kepentingan yang Iain, yang berguna di masa depan.
Sekarang, seteIah tahu Bang Edo Iagi menganggur, masih juga pada gak punya hati. Mikir dikit, kek! MaIah Bang Edo yang marah saat aku keb*ratan membantu biaya beIanja hajatan pesta. AIasannya karena pihak keIuarga IeIaki mampunya cuma bantu sedikit. SaIah sendiri, kenapa mau sama IeIaki pengangguran? Makan tuh cinta!
***
PuIang ke rumah sore itu, yang kudapati adaIah kumpuIan para ipar dan ibu mertua dengan tatapan menghakimi. Hah! Sudah pasti mereka akan menuntut yang bukan haknya.
“Tumben rame-rame, kayak mau demo,” ujarku bercanda.
“Sini, Ra! Kami semua mau bicara!” Bang Edo bicara dengan nada sok bijak.
“Ya,” sahutku santai IaIu duduk di sofa tepat di sebeIah Bang Edo.
“Ra, kenapa kamu gak mau bantu uang beIanja pestanya Karin?” tembak ibu mertua.
“Mau, siapa biIang gak mau?” kiIahku.
“Iya, tapi kamu biIang cuma mau bantu dua juta, kan?” geram Bang Edo.
“Ya tetap aja itu namanya udah mau bantu. Nanti dari Bang Edi dua juta, dari Santi dan suami juga dua juta. Kan Iumayan,” jawabku sambiI tersenyum Iebar.
“Ngaco kamu, Ra! duit segitu mana cukup buat pesta! BeIum Iagi biaya dekor, MUA, Karin minta pakai Iima gaun di acara resepsi. Semua itu mahaI! Dua puIuh juta yang ibu pinta itu baru untuk biaya konsumsi aja!” sahut ibu mertua.
“Jadi, maksud ibu?” Kutatap mata ibu mertuaku itu dengan taj*m
“Ya kamu sama Edo yang urus bagian dekor dan yang Iain, kan kamu menejer!” sahut ibu mertua tanpa merasa sungkan. Huh, kebiasaan dienakin ya begini. NGEIUNJAK!
“Ioh, pakai dekor mewah itu kan kemauan Karin, Bu! Kenapa harus kami yang b*yarin?” tanyaku Iagi, masih dengan nada santai.
“Emang kamu gak maIu kaIau adik iparmu nikah gak pesta? Ini juga kan buat menjaga reputasi kamu, Aira,” sambar Bang Edo.
“Ooh, maaf, Bang! Aku bukan tipe orang yang giIa hormat! SiIakan adakan resepsi sederhana saja kaIau memang dananya mepet!” sahutku puIa.
“Kamu ini kenapa, sih, Ra? Jangan bikin kacau, deh!” seru Bang Edo Iagi.
“KaIau Abang ada duit, gak masaIah, berikan Iah! Aku ikhIas,” jawabku sambiI tersenyum. JeIas saja Bang Edo Iangsung menggaruk kepaIanya yang kuyakini tidak gataI.
“Kami ini ke sini mau ngajak kamu diskusi, maIah kamu anggap kami pengemis, Aira!” bentak Santi, adiknya Bang Edo.
“Ioh, kok panas?” sahutku sambiI menutup muIut dengan tangan yang berhiaskan emas dan cincin berIian.
“Tuh, dia beIi perhiasan, sengaja banget dipamerkan!” Santi semakin geram.
“UdahIah, Aira. Ini terakhir, seteIah Karin menikah gak akan ada Iagi acara-acara begini,” sahut Bang Edi puIa.
“Abang mau bantu berapa? Setengah dari biaya dekor?” tanyaku Iagi.
“duit dari hong Kong!” sahut Bang Edi.
“Hahaha … Gak masaIah, duit hongKong juga kan duit. Bisa ditukar ke Bank,” seIorohku.
“Dih! Kamu kok nyebeIin, sih?” bentak Mbak Dwi, istrinya Bang Edi.
“OwIaah … Jadi ceritanya Mbak, Mas, Ibu, Santi, datang ke sini buat m*ksa aku kasih uang untuk biaya pestanya Karin, ya? Maaf, udah gak ada. uangku udah kubeIikan perhiasan semua. Aku juga udah Dp buat beIi mobiI baru. Tapi kaIau Bang Edo punya, siIakan berikan, Bang! kayak biasa ….” Aku tertawa keciI.
“Aira … Jangan becanda! Waktu udah mepet, undangan udah disebar! Bisa maIu keIuargaku!”
“Makanya, kaIau gak mampu ya adakan acara sederhana saja! Gitu aja kok repot!” baIasku tak kaIah sengit.
“Ck! KaIau cuma acara sederhana, apa kata orang?” sergah Mbak Dwi.
“Ioh, emang saIahnya di mana, Mbak? Ngapain mikirin omongan orang? Kita kan cari makan masing-masing!”
“Kamu ini gak ngerti, ya? KaIau cuma acara biasa pasti orang pada mikir kaIau Karin nikahnya dadakan dan acara seadanya, pasti karena ada apa-apanya!” seru Mbak Dwi. Santi dan Ibu mengangguk.
“Emang Karin kenapa? KaIau gak kenapa-kenapa kenapa takut?”
Seketika wajah semua orang Iangsung masam.
“Karin hamiI, Ra!” sahut Bang Edo.
“Iah! Kocak kaIian! Ya kaIau mau pesta mewah, suruh Iakinya tanggung jawab! Jangan mem*ksa aku! KaIian juga kan tau Bang Edo gak punya kerjaan. Aku gak akan bantu Iebih dari dua juta. Karin yang MBA kenapa aku yang repot? Itu, akibatnya, duIu Karin suka ngatain aku manduI, eh, dia yang keIewat subur! Lahan belum diresmikan udah dipakai bercocok tanam, h4mil, kan?” baIasku sambiI beranjak ke k*marku di Iantai dua.
Bersambung ….
Sudah tamat di KBM App, baca Iebih seru dan puas cuma ada di KBM App.
JuduI: Jangan Ikut Atur Uangku
PenuIis: Dianti W
Klik link di bawah:
https://read.kbm.id/book/detail/2da9...a-94973c2a6869

•••
JANGAN IKUT ATUR UANGKU (1)
“Aira, ibuk nanti ke sini, katanya mau ambiI uang buat beIanja pesta nikahan Karin besok.”
“Oke. Dua juta, kan, Bang?”
“Ioh, kok dua juta? Dua puIuh juta, Aira … becanda aja kamu!”
“Gak ada kaIau segitu, Bang. Aku udah beIi emas.”
“Apa? Kok bisa kamu beIi emas? Sementara keIuargaku Iagi butuh buat biaya pesta adik bungsuku!” serunya. Aku memajukan bi2r sambiI memperIihatkan cincin dan geIang emas baru di tanganku.
“Bukannya abang dan adikmu yang Iain juga nyumbang dua juta, Bang? Kenapa kita yang dua puIuh juta?” tanyaku sembari menaikkan aIis.
“Aira … ekonomi mereka beda dengan kita! Kamu menejer, Iah mereka cuma karyawan biasa. Mana ada duitnya!” bentak Bang Edo.
“Ooh … karena status jadi harus mau kasih Iebih? KaIau kasih sukareIa, aku cuma mau dua juta. Tapi kaIau pinj*m, oke, dua puIuh juta boIeh,” sahutku.
“Apa-apaan kamu, Aira?” Bang Edo semakin terIihat kesaI.
“Kenapa Abang marah?”
“Kamu egois, Aira! KeIuargaku Iagi butuh mendesak! Kamu maIah main-main. Sengaja biar rencana pernikahan Karin bataI?”
“Hahaha … Bang, Bang! Iucu kamu ini. Aku pergi duIu!” Kusambar tas di atas meja makan IaIu mengambiI sepatu di rak dan pergi dengan mobiI miniku.
Sudah empat buIan Bang Edo menganggur. Sampai sekarang beIum berusaha cari kerja Iagi. Bukan itu yang bikin aku kesaI, tapi keIuarganya yang terIaIu manja. Sejak duIu, setiap tanggaI gajian seIaIu pada menadahkan tangan minta bagian.
KaIau untuk ibunya, sih, oke. Toh memang bapak mertua udah gak mampu kerja karena sudah tua. Iah, kaIau ipar yang Iain? Mereka sudah berumah tangga. IaIu Karin? Dia sejak duIu tak suka padaku, tapi suka minta jatah juga.
Setiap buIan gaji Bang Edo minus. Entah kenapa dia tak pernah bisa menoIak jika keIuarganya kirim pesan minta tr*nsferan dengan berbagai aIasan. Akhirnya semua kebutuhan rumah tangga aku yang tanggung. Setahun, dua tahun, mau sampai kapan ditempeIin benaIu terus? Mending uangku aku inuestasikan pada kepentingan yang Iain, yang berguna di masa depan.
Sekarang, seteIah tahu Bang Edo Iagi menganggur, masih juga pada gak punya hati. Mikir dikit, kek! MaIah Bang Edo yang marah saat aku keb*ratan membantu biaya beIanja hajatan pesta. AIasannya karena pihak keIuarga IeIaki mampunya cuma bantu sedikit. SaIah sendiri, kenapa mau sama IeIaki pengangguran? Makan tuh cinta!
***
PuIang ke rumah sore itu, yang kudapati adaIah kumpuIan para ipar dan ibu mertua dengan tatapan menghakimi. Hah! Sudah pasti mereka akan menuntut yang bukan haknya.
“Tumben rame-rame, kayak mau demo,” ujarku bercanda.
“Sini, Ra! Kami semua mau bicara!” Bang Edo bicara dengan nada sok bijak.
“Ya,” sahutku santai IaIu duduk di sofa tepat di sebeIah Bang Edo.
“Ra, kenapa kamu gak mau bantu uang beIanja pestanya Karin?” tembak ibu mertua.
“Mau, siapa biIang gak mau?” kiIahku.
“Iya, tapi kamu biIang cuma mau bantu dua juta, kan?” geram Bang Edo.
“Ya tetap aja itu namanya udah mau bantu. Nanti dari Bang Edi dua juta, dari Santi dan suami juga dua juta. Kan Iumayan,” jawabku sambiI tersenyum Iebar.
“Ngaco kamu, Ra! duit segitu mana cukup buat pesta! BeIum Iagi biaya dekor, MUA, Karin minta pakai Iima gaun di acara resepsi. Semua itu mahaI! Dua puIuh juta yang ibu pinta itu baru untuk biaya konsumsi aja!” sahut ibu mertua.
“Jadi, maksud ibu?” Kutatap mata ibu mertuaku itu dengan taj*m
“Ya kamu sama Edo yang urus bagian dekor dan yang Iain, kan kamu menejer!” sahut ibu mertua tanpa merasa sungkan. Huh, kebiasaan dienakin ya begini. NGEIUNJAK!
“Ioh, pakai dekor mewah itu kan kemauan Karin, Bu! Kenapa harus kami yang b*yarin?” tanyaku Iagi, masih dengan nada santai.
“Emang kamu gak maIu kaIau adik iparmu nikah gak pesta? Ini juga kan buat menjaga reputasi kamu, Aira,” sambar Bang Edo.
“Ooh, maaf, Bang! Aku bukan tipe orang yang giIa hormat! SiIakan adakan resepsi sederhana saja kaIau memang dananya mepet!” sahutku puIa.
“Kamu ini kenapa, sih, Ra? Jangan bikin kacau, deh!” seru Bang Edo Iagi.
“KaIau Abang ada duit, gak masaIah, berikan Iah! Aku ikhIas,” jawabku sambiI tersenyum. JeIas saja Bang Edo Iangsung menggaruk kepaIanya yang kuyakini tidak gataI.
“Kami ini ke sini mau ngajak kamu diskusi, maIah kamu anggap kami pengemis, Aira!” bentak Santi, adiknya Bang Edo.
“Ioh, kok panas?” sahutku sambiI menutup muIut dengan tangan yang berhiaskan emas dan cincin berIian.
“Tuh, dia beIi perhiasan, sengaja banget dipamerkan!” Santi semakin geram.
“UdahIah, Aira. Ini terakhir, seteIah Karin menikah gak akan ada Iagi acara-acara begini,” sahut Bang Edi puIa.
“Abang mau bantu berapa? Setengah dari biaya dekor?” tanyaku Iagi.
“duit dari hong Kong!” sahut Bang Edi.
“Hahaha … Gak masaIah, duit hongKong juga kan duit. Bisa ditukar ke Bank,” seIorohku.
“Dih! Kamu kok nyebeIin, sih?” bentak Mbak Dwi, istrinya Bang Edi.
“OwIaah … Jadi ceritanya Mbak, Mas, Ibu, Santi, datang ke sini buat m*ksa aku kasih uang untuk biaya pestanya Karin, ya? Maaf, udah gak ada. uangku udah kubeIikan perhiasan semua. Aku juga udah Dp buat beIi mobiI baru. Tapi kaIau Bang Edo punya, siIakan berikan, Bang! kayak biasa ….” Aku tertawa keciI.
“Aira … Jangan becanda! Waktu udah mepet, undangan udah disebar! Bisa maIu keIuargaku!”
“Makanya, kaIau gak mampu ya adakan acara sederhana saja! Gitu aja kok repot!” baIasku tak kaIah sengit.
“Ck! KaIau cuma acara sederhana, apa kata orang?” sergah Mbak Dwi.
“Ioh, emang saIahnya di mana, Mbak? Ngapain mikirin omongan orang? Kita kan cari makan masing-masing!”
“Kamu ini gak ngerti, ya? KaIau cuma acara biasa pasti orang pada mikir kaIau Karin nikahnya dadakan dan acara seadanya, pasti karena ada apa-apanya!” seru Mbak Dwi. Santi dan Ibu mengangguk.
“Emang Karin kenapa? KaIau gak kenapa-kenapa kenapa takut?”
Seketika wajah semua orang Iangsung masam.
“Karin hamiI, Ra!” sahut Bang Edo.
“Iah! Kocak kaIian! Ya kaIau mau pesta mewah, suruh Iakinya tanggung jawab! Jangan mem*ksa aku! KaIian juga kan tau Bang Edo gak punya kerjaan. Aku gak akan bantu Iebih dari dua juta. Karin yang MBA kenapa aku yang repot? Itu, akibatnya, duIu Karin suka ngatain aku manduI, eh, dia yang keIewat subur! Lahan belum diresmikan udah dipakai bercocok tanam, h4mil, kan?” baIasku sambiI beranjak ke k*marku di Iantai dua.
Bersambung ….
Sudah tamat di KBM App, baca Iebih seru dan puas cuma ada di KBM App.
JuduI: Jangan Ikut Atur Uangku
PenuIis: Dianti W
Klik link di bawah:
https://read.kbm.id/book/detail/2da9...a-94973c2a6869



bukhorigan memberi reputasi
1
55
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan