- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
POHON NANGKA DI LADANG TEBU


TS
okushi
POHON NANGKA DI LADANG TEBU
"Pak, kok tiba-tiba ibu pengen bakso ya", bisik wanita yang sedang hamil 4 bulan itu pada suaminya.
"Ini sudah jam 2 dini hari bu, mana mungkin ada tukang bakso yang masih jual dagangannya jam segini..?? gimana kalau besok pagi aja, ya", sahut suaminya ogah-ogahan masih dengan kedua matanya yang terpejam, setengah tertidur.
"Awas nanti anaknya ngileran loo, jangan salahin ibu ya..", sambil bercanda, wanita itu setengah mengancam.
"Gak mungkin lahh, lahir aja belum. Udah bilang aja kalau ibu yang pengen bakso, malah anaknya yang dijadikan alas an. Ayo tidur lagi aja, ntar pagi-pagi tak beliin dipasar dehh ya", rayu suaminya.
"Huhh, bapak gak pengertian banget..!!", gerutu istrinya yang merajuk lalu keluar kamar meninggalkan suaminya.
Duduklah wanita muda itu manyun sendiri di kursi teras depan rumah sembari termenung. Suaminya terdengar melanjutkan dengkurannya, suasana yang sepi dan sunyi melancarkan laju suara dengkuran dari dalam kamar sampai ke teras depan rumah.
"Kaaannn..!! malah molor lagi, huhh, bener – bener dehh bapak..!!.", masih dengan menggerutu.
Sudah 15menit wanita itu duduk termenung di teras rumah, yang didapatnya hanya rasa kantuk namun masih malas kembali ke dalam kamar. Lalu dia mulai merasa bosan dan tanpa pikir panjang langsung memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar di sekitar jalan depan rumah.
Ya, tepat di depan rumah kami ada jalan besar yang biasa dilalui kendaraan berlalu-lalang, baik itu kendaraan umum maupun kendaraan pribadi. Meskipun jalanan di desa, namun aktivitas lumayan ramai dari pagi hari sampai menjelang malam hari. Karna jalan tersebut juga merupakan jalan desa tembusan ke jalan utama/jalan propinsi, keramaiannya sangat berbanding terbalik saat malam hari. Saat matahari mulai menarik paksa cahayanya, jalanan tersebut akan sangat jarang dilalui kendaraan umum maupun kendaraan pribadi. Selain kendaraan umum hanya beroprasi sampai sore hari, ada cerita lain yang sudah melekat pada warga masyarakat di desa tempat saya tinggal.
Jadi, di sepanjang jalan desa depan rumah berbatasan langsung dengan kebun tebu yang lumayan luas, kebun tebu tersebut ada sejak jaman penjajahan belanda, begitu juga pohon nangka yang sudah bertahun-tahun tumbuh dan berkembang disana. Pohon Nangka yang sudah tua tersebut menurut penduduk desa konon katanya angker, lokasinya juga pas dipinggir jalan desa. Banyak penduduk desa menghindari pohon tersebut karena sering terdengar suara, penampakan, ataupun kejadian mistis di malam hari.
Setelah memakai sweeter dan berjalan sekitar 50meter, wanita itu merasakan udara menjadi sangat dingin, bulu kuduk mulai berdiri, suasana berubah menjadi semakin aneh dan sedikit menyeramkan. Tanpa dia sadari, wanita itu sudah mendekati lokasi Pohon Nangka yang memang umurnya sudah sangat tua dan terkenal dikalangan masyarakat angker.
Dengan penuh keyakinan dan niat baik, pikirnya tidak mungkin ada kejadian aneh yang akan dia temui. Wanita itu terus membesarkan hatinya dan menepiskan pikiran/prasangka buruknya lalu melanjutkan langkah kakinya.
Setelah tepat berada di depan pohon Nangka tersebut, mulai dia merasa seperti ada yang memperhatikan, "Tidak bisa, sepertinya tidak bisa dilanjutkan lagi. Aku memang harus pulang", pikiran wanita itu tiba-tiba berubah 180 derajat dari yang awalnya optimis menjadi pesimis. Lalu si wanita tersebut berbalik arah dan segera berjalan kembali ke arah pulang.
Masih beberapa langkah pulang menuju arah rumah, dia melihat sang suami dan motornya sudah siap berada di depan pagar rumah. Dari yang awalnya punya pikiran negatif, saat melihat suaminya didepan rumah, pikiran itu langsung hilang.
Seketika perasaan hatinya seperti ada boost dan kembali tenang.
"Bapak ngapain..??", tanya sang istri setelah sampai depan rumah.
"Bakso..??", ucap si bapak dengan suara agak parau sambil mengangguk tanda ajakan. "Baru bangun pak, suaranya aneh, serak tuh ketahuan baru bangun tidur, bukannya tadi bapak lanjut tidur..?? Huhh.", ledek wanita itu dengan tipikal lantunan kata yang khas dan biasanya banyak orang bilang cerewet. Si bapak tak banyak kata, hanya menjawab ocehan itu dengan senyuman lembutnya.
Dengan perasaan senang karna kemauannya akan terkabulkan, akhirnya wanita itupun mengiyakan ajakan si bapak. Tidak banyak yang aneh, namun aura dingin tetap konsisten terpaku di benak wanita itu. "Bapak kedinginan ya, mukanya pucet tuh. Makanya kalo keluar tuh pake jaket", omel si wanita itu dengan lantunan kata khasnya.
Si bapak hanya tersenyum mendengar ocehan wanita itu. Aroma bau wangi yang khas tercium di sepanjang perjalanan, tidak ada rasa mual, tidak ada rasa sakit pinggang, sangat menyenangkan, serasa ditenangkan.
Hanya 10menit perjalanan akhirnya mereka tiba di kang dagang bakso.
Terlihat lumayan ramai pembeli yang makan di tempat itu, walaupun pakai rombong/gerobak dorong dan dipinggir jalan. Terasa sangat normal, tidak menunjukkan adanya gelagat aneh, si wanita itu tetap percaya akan situasi dihadapannya, dan merekapun duduk di tempat duduk yang sudah disediakan.
"Kok aku gak pernah ngeh/sadar kalau ada yang jual bakso disini ya pak..??", celetuk si wanita itu. Tanpa kalimat ataupun kata-kata yang keluar dari bibir, senyuman lembut yang tersungging tetap menjadi jawaban si bapak.
"Bukannya disamping ini kuburan ya pak, kok ada yang berani jualan disini jam segini, dan rame pula.", tanya sang wanita dengan kepenasarannya. Tetap senyuman lembut yang tersungging yang dijadikan jawaban oleh bapak.
Datanglah kang bakso yang mempunyai senyum lembut mirip senyum pada bapak saat ini sembari membawakan 2 porsi bakso ukuran normal. Saos, kecap, dan sambalnya sudah tersedia lengkap dimeja makan. Jelas kang bakso sudah memprepare dagangannya dengan baik.
"Terima kasih", wanita itu terlihat sangat bahagia mendapatkan apa kemauannya, dan langsung menyantapnya tanpa ragu.
"Bapak sering makan bakso disini tapi gak pernah sekalipun ajak-ajak istrinya pak..?? kenapa pak, takut istrinya nagih terus kesini ya, atau karena istrinya gak mau nyobain makanan baru ya..??", selidik si wanita itu setengah menyindir sembari menyikut-nyikut si bapak.
Dingin, terasa dingin saat sikut wanita itu menyentuh badan si bapak. Padahal dia memakai sweeter yang lumayan tebal, namun dinginnya masih terasa di kulitnya.
"Ayo makan dong pak, keburu dingin loo", timpal si wanita cuek dengan pikirannya sendiri dan mengalihkan ke semangkuk bakso yang siap santap dihadapannya.
“Mmmm… Enak lohh pak, mau lah diajak kesini tiap hari, hihihi”, celoteh wanita itu.
Memang bakso merupakan makanan favorit di keluarga kami dari dulu, apalagi bakso dengan olahan pentol besar sangat digemari, meskipun tempatnya jauh akan tetap didatangi hanya untuk sekedar mencobanya.
Setelah menghabiskan 1 porsi baksonya, mulailah dia melihat suasana sekitar.
"Sangat lambat, apa karna begitu sangat menikmati kah..??", pikir wanita itu setelah melihat pelanggan disana memakan baksonya. "Memang enak sih, lebih enak dari bakso manapun yang pernah aku makan. Tapi kenapa mereka makannya lambat sekali, padahal tidak ada obrolan diantara mereka, hanya tertunduk dan makan. Tapi kok gerakan makan mereka semua aneh.", lirih wanita itu berbisik kepada bapak.
"Menikmati, kita menikmati", ujar sang bapak sembari memasukkan satu suapan lagi ke mulutnya. "kalau sudah selesai makan, ajaklah anakmu jalan-jalan disekitar sini, lebih baik tanpa alas kaki.", usul bapak.
"Iya", sahut wanita itu.
"Hmmm... Nyamannya, jam segini udaranya bener-bener seger. Enaknya hidup di desa, aromanya juga wangi bunga kopi. Apa disekitar sini ada kebun kopi ya..??", gumamnya.
Lama bolak - balik berjalan-jalan tak membuat tubuh bahkan kakinya pegal / capek, terasa biasa saja, seperti ada banyak sekali energi yang tersimpan, atau mungkin energi yang di tambahkan, entahlah.
Kalau tidak salah perhitungan sepertinya sudah 2jam berjalan-jalan di seputaran jalan itu, namun saat melihat jam mungil di tangannya kirinya, jarum panjang hanya beralih 2angka atau hanya 10menit waktu terlewati dan dengan jarum kecil masih menunjukkan angka yang sama.
"Ayo pulang", ajak wanita itu pada bapak. Anggukan dan senyum si bapak menandakan tanda setuju.
"Terima kasih, mari, kami pulang dulu", pamit si wanita itu kepada kang bakso dan para pembeli disana. Sama, anggukan dan senyuman lembut menjadi jawaban kang bakso dan pembeli disana.
Tidak ngeh/sadar akan hal aneh dari kang bakso dan para pelanggan, si wanita itu cuek lalu naik ke boncengan motor.
"Sudah..??", tanya si bapak dengan suara paraunya. "Sudah pak", jawab wanita itu.
Pulanglah mereka berdua ke rumah, disepanjang perjalanan kembali ditemani aroma khas bunga yang sudah sering kita dengar namun sangat jarang kita cium wanginya. "Tumben jalanan wangi bunga kopi ya pak", tanya wanita itu. Hanya senyuman yang tersungging dari bibir si bapak.
Setelah sampai rumah, disuruhnya wanita itu masuk terlebih dahulu.
"Masuklah dulu nak, saya bantu tutup pintu gerbangnya", ucap si bapak.
"Iya pak", jawab wanita itu setengah ngantuk masih tidak ngeh/sadar.
Saat sampai di teras rumah dan berbalik badan, matanya mulai berat menahan kantuk, terlihat sosok kakek-kakek berbaju putih dan bersarung serta memakai peci lengkap dengan sajadah dipundaknya.
"Selamat nggih pakdhe, selamat badhe nggadah puthu", (selamat ya pakdhe, selamat akan punya cucu) tiba-tiba ucapan itu terdengar. Suara parau yang mirip tapi dengan intonasi yang berbeda, lebih ke suara wanita.
Terlihat sekelebat wanita tua yang memakai konde diatas kepalanya.
Tidak tampak jelas, namun suaranya terdengar sangat familiar. Bahkan si kakek-kakek dengan serba pakaian putihnya tadi juga tidak masuk kedalam rumah, melainkan hanya menganggukkan kepala pada wanita itu tanda berpamitan sembari berjalan ke arah pohon Nangka dan samar-samar lalu menghilang.
"Bapak, loh bapak mau kemana pak..?! Lohh, mau kemana pak..?! Pak... Pakkk..!!?", wanita itu terus berteriak memanggil si bapak yang dari tadi dia anggap suaminya. Kerasnya teriakan wanita itu sampai membuat pita suaranya bengkak dan tidak lagi mengeluarkan suara yang jelas, seakan tercekik leher wanita itu setiap mencoba berteriak.
"Bu... Bangun bu, pindah kekamar... Bu...", sayup-sayup suara suaminya terdengar lirih masuk ke telinga wanita itu. "Bu ayo bangun", suaminya mencoba menbangunkan.
Seketika istrinya bangun dan memeluk suaminya erat, "Jangan ninggalin aku pak", kata istrinya dengan suaranya yang parau. "Bapak gak kemana-mana kok bu", jawab suaminya.
"Eh, kok bau aroma bakso..??", tanya suaminya. "Kan tadi kita memang makan bakso bareng di langganannya bapak yang di sebelah kuburan besar", jawab istrinya.
"Makan bakso dimana..?? Kuburan besar mana..?? Ibu jangan ngelantur dong, bapak baru aja nyusul ke teras karna liat ibu tadi ngambeg trus keluar kamar. Belum 15menit ibu keluar kamar, bapak liat ibu sebenernya tadi udah ngantuk, makanya bapak susul. Eh, beneran kan tidur di teras, ngigo lagi.", jelas suaminya.
"Enggak pak, enggak. Ibu gak ngelantur, ini nyata pak, baru aja kita makan bakso bareng di tempat langganan bapak, sumpah pak ibu gak bohong.", dengan histeris istrinya menceritakan kembali apa yang dia alami setelah keluar kamar.
"Kalau gak percaya, sini ayo ikut, kita check motor itu, kita pergi pakai motor tua itu", bersikeras istrinya bahwa dia tidak bohong dan mereka berdua pergi untuk mengecheck motor cb tua di garasi.
"Benar kan, coba bapak lihat, mesinnya masih panas, masih bau asap kenalpot juga. Jangan bercanda pak, kita pergi makan bakso di langganan bapak", jelas istrinya.
"Tapi kang bakso langgananku sudah meninggal 10tahun yang lalu sayangku, dan tempatnya 2.5 jam dari sini, masih harus melewati 2 desa lagi. Jadi gak mungkin kita kesana.", jawab suaminya lembut dan menenangkan.
"Kalian semua tidak salah, dan tidak ada yang perlu disalahkan.", tiba-tiba suara wanita tua yang familiar itu datang.
"Nek ijah", bebarengan suami dan istri itu menyapa dan menghentikan perdebatan mereka.
"Bapakmu le...", sebut nek Ijah. "Bapakmu tadi yang mengajak cucunya makan bakso menggunakan motor kesayangannya itu.", jelas nek Ijah lagi."Tidak heran kalau istrimu tidak tau, memang karna wajah kalian yang sangat mirip. Wajah mu persis seperti wajah bapakmu saat seumuranmu dulu, hehe..".
"Tapi bapak kan...", terhenti ucapan sang suami masih berpikir keras dan belum percaya apa yang telah terjadi.
"Ya, bapakmu yang telah meninggal tertabrak mobil di pohon nangka kebun tebu samping jalan itu, saat akan berangkat sholat Jumatan ke masjid", terang nek Ijah.
"Bapak...", sambil terisak dan meneteskan air mata, sang suami teringat kembali momen itu.
"Jadi, yang mengajakku makan bakso tadi...", tanya kaget sang istri terpotong. "Iya, bapak mertuamu.", terang nek Ijah. "Lalu suara yang tadi mengucapkan selamat di pagar depan rumah adalah...". tanya sang istri terpotong lagi, "Itu aku, aku yang tadi berpapasan dengan bapak mertuamu.", jelas nek Ijah.
"Satu hal yang harus kalian pahami bahwa, penghuni alam tersebut bisa menampakkan diri kapanpun dan dimanapun mereka inginkan, dengan ataupun tanpa persetujuan dari kita para manusia terlebih dahulu. Beliau hanya coba membantu menengahi, beliau mengerti kelelahanmu dan permintaan calon anakmu yang butuh diperhatikan melalui ibunya.", jelas nek Ijah lagi.
"Mendiang bapakmu bangga dengan kalian, bangga dengan kesabaran kalian satu sama lain, bangga dengan kehidupan kalian berdua.", tambah nek Ijah.
"Bapak, maaf, terima kasih", ucap suami istri tersebut terisak.
"Sudah, sudah, sebentar lagi masuk waktu subuh, istirahat sebentar dan siap-siap. Tetap ingat almarhum dalam setiap lantunan doamu ya le, nduk. Siapapun itu, kita harus ingat terhadap semua sanak saudara yang telah mendahului kita, tetap kita doakan ya.", tutup nek Ijah.
"Nggih nek Ijah, terima kasih banyak", jawab suami istri tersebut.
Suatu kejadian yang tidak akan pernah mereka lupakan dalam kisah hidup mereka, dan akan selalu dijadikan bahan cerita kepada anak-anaknya kelak.
(Tamat)
Terima kasih telah meluangkan waktu dan perhatiannya dalam membaca cerita ini, sampai jumpa di cerita-cerita berikutnya.
"Ini sudah jam 2 dini hari bu, mana mungkin ada tukang bakso yang masih jual dagangannya jam segini..?? gimana kalau besok pagi aja, ya", sahut suaminya ogah-ogahan masih dengan kedua matanya yang terpejam, setengah tertidur.
"Awas nanti anaknya ngileran loo, jangan salahin ibu ya..", sambil bercanda, wanita itu setengah mengancam.
"Gak mungkin lahh, lahir aja belum. Udah bilang aja kalau ibu yang pengen bakso, malah anaknya yang dijadikan alas an. Ayo tidur lagi aja, ntar pagi-pagi tak beliin dipasar dehh ya", rayu suaminya.
"Huhh, bapak gak pengertian banget..!!", gerutu istrinya yang merajuk lalu keluar kamar meninggalkan suaminya.
Duduklah wanita muda itu manyun sendiri di kursi teras depan rumah sembari termenung. Suaminya terdengar melanjutkan dengkurannya, suasana yang sepi dan sunyi melancarkan laju suara dengkuran dari dalam kamar sampai ke teras depan rumah.
"Kaaannn..!! malah molor lagi, huhh, bener – bener dehh bapak..!!.", masih dengan menggerutu.
Sudah 15menit wanita itu duduk termenung di teras rumah, yang didapatnya hanya rasa kantuk namun masih malas kembali ke dalam kamar. Lalu dia mulai merasa bosan dan tanpa pikir panjang langsung memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar di sekitar jalan depan rumah.
Ya, tepat di depan rumah kami ada jalan besar yang biasa dilalui kendaraan berlalu-lalang, baik itu kendaraan umum maupun kendaraan pribadi. Meskipun jalanan di desa, namun aktivitas lumayan ramai dari pagi hari sampai menjelang malam hari. Karna jalan tersebut juga merupakan jalan desa tembusan ke jalan utama/jalan propinsi, keramaiannya sangat berbanding terbalik saat malam hari. Saat matahari mulai menarik paksa cahayanya, jalanan tersebut akan sangat jarang dilalui kendaraan umum maupun kendaraan pribadi. Selain kendaraan umum hanya beroprasi sampai sore hari, ada cerita lain yang sudah melekat pada warga masyarakat di desa tempat saya tinggal.
Jadi, di sepanjang jalan desa depan rumah berbatasan langsung dengan kebun tebu yang lumayan luas, kebun tebu tersebut ada sejak jaman penjajahan belanda, begitu juga pohon nangka yang sudah bertahun-tahun tumbuh dan berkembang disana. Pohon Nangka yang sudah tua tersebut menurut penduduk desa konon katanya angker, lokasinya juga pas dipinggir jalan desa. Banyak penduduk desa menghindari pohon tersebut karena sering terdengar suara, penampakan, ataupun kejadian mistis di malam hari.
Setelah memakai sweeter dan berjalan sekitar 50meter, wanita itu merasakan udara menjadi sangat dingin, bulu kuduk mulai berdiri, suasana berubah menjadi semakin aneh dan sedikit menyeramkan. Tanpa dia sadari, wanita itu sudah mendekati lokasi Pohon Nangka yang memang umurnya sudah sangat tua dan terkenal dikalangan masyarakat angker.
Dengan penuh keyakinan dan niat baik, pikirnya tidak mungkin ada kejadian aneh yang akan dia temui. Wanita itu terus membesarkan hatinya dan menepiskan pikiran/prasangka buruknya lalu melanjutkan langkah kakinya.
Setelah tepat berada di depan pohon Nangka tersebut, mulai dia merasa seperti ada yang memperhatikan, "Tidak bisa, sepertinya tidak bisa dilanjutkan lagi. Aku memang harus pulang", pikiran wanita itu tiba-tiba berubah 180 derajat dari yang awalnya optimis menjadi pesimis. Lalu si wanita tersebut berbalik arah dan segera berjalan kembali ke arah pulang.
Masih beberapa langkah pulang menuju arah rumah, dia melihat sang suami dan motornya sudah siap berada di depan pagar rumah. Dari yang awalnya punya pikiran negatif, saat melihat suaminya didepan rumah, pikiran itu langsung hilang.
Seketika perasaan hatinya seperti ada boost dan kembali tenang.
"Bapak ngapain..??", tanya sang istri setelah sampai depan rumah.
"Bakso..??", ucap si bapak dengan suara agak parau sambil mengangguk tanda ajakan. "Baru bangun pak, suaranya aneh, serak tuh ketahuan baru bangun tidur, bukannya tadi bapak lanjut tidur..?? Huhh.", ledek wanita itu dengan tipikal lantunan kata yang khas dan biasanya banyak orang bilang cerewet. Si bapak tak banyak kata, hanya menjawab ocehan itu dengan senyuman lembutnya.
Dengan perasaan senang karna kemauannya akan terkabulkan, akhirnya wanita itupun mengiyakan ajakan si bapak. Tidak banyak yang aneh, namun aura dingin tetap konsisten terpaku di benak wanita itu. "Bapak kedinginan ya, mukanya pucet tuh. Makanya kalo keluar tuh pake jaket", omel si wanita itu dengan lantunan kata khasnya.
Si bapak hanya tersenyum mendengar ocehan wanita itu. Aroma bau wangi yang khas tercium di sepanjang perjalanan, tidak ada rasa mual, tidak ada rasa sakit pinggang, sangat menyenangkan, serasa ditenangkan.
Hanya 10menit perjalanan akhirnya mereka tiba di kang dagang bakso.
Terlihat lumayan ramai pembeli yang makan di tempat itu, walaupun pakai rombong/gerobak dorong dan dipinggir jalan. Terasa sangat normal, tidak menunjukkan adanya gelagat aneh, si wanita itu tetap percaya akan situasi dihadapannya, dan merekapun duduk di tempat duduk yang sudah disediakan.
"Kok aku gak pernah ngeh/sadar kalau ada yang jual bakso disini ya pak..??", celetuk si wanita itu. Tanpa kalimat ataupun kata-kata yang keluar dari bibir, senyuman lembut yang tersungging tetap menjadi jawaban si bapak.
"Bukannya disamping ini kuburan ya pak, kok ada yang berani jualan disini jam segini, dan rame pula.", tanya sang wanita dengan kepenasarannya. Tetap senyuman lembut yang tersungging yang dijadikan jawaban oleh bapak.
Datanglah kang bakso yang mempunyai senyum lembut mirip senyum pada bapak saat ini sembari membawakan 2 porsi bakso ukuran normal. Saos, kecap, dan sambalnya sudah tersedia lengkap dimeja makan. Jelas kang bakso sudah memprepare dagangannya dengan baik.
"Terima kasih", wanita itu terlihat sangat bahagia mendapatkan apa kemauannya, dan langsung menyantapnya tanpa ragu.
"Bapak sering makan bakso disini tapi gak pernah sekalipun ajak-ajak istrinya pak..?? kenapa pak, takut istrinya nagih terus kesini ya, atau karena istrinya gak mau nyobain makanan baru ya..??", selidik si wanita itu setengah menyindir sembari menyikut-nyikut si bapak.
Dingin, terasa dingin saat sikut wanita itu menyentuh badan si bapak. Padahal dia memakai sweeter yang lumayan tebal, namun dinginnya masih terasa di kulitnya.
"Ayo makan dong pak, keburu dingin loo", timpal si wanita cuek dengan pikirannya sendiri dan mengalihkan ke semangkuk bakso yang siap santap dihadapannya.
“Mmmm… Enak lohh pak, mau lah diajak kesini tiap hari, hihihi”, celoteh wanita itu.
Memang bakso merupakan makanan favorit di keluarga kami dari dulu, apalagi bakso dengan olahan pentol besar sangat digemari, meskipun tempatnya jauh akan tetap didatangi hanya untuk sekedar mencobanya.
Setelah menghabiskan 1 porsi baksonya, mulailah dia melihat suasana sekitar.
"Sangat lambat, apa karna begitu sangat menikmati kah..??", pikir wanita itu setelah melihat pelanggan disana memakan baksonya. "Memang enak sih, lebih enak dari bakso manapun yang pernah aku makan. Tapi kenapa mereka makannya lambat sekali, padahal tidak ada obrolan diantara mereka, hanya tertunduk dan makan. Tapi kok gerakan makan mereka semua aneh.", lirih wanita itu berbisik kepada bapak.
"Menikmati, kita menikmati", ujar sang bapak sembari memasukkan satu suapan lagi ke mulutnya. "kalau sudah selesai makan, ajaklah anakmu jalan-jalan disekitar sini, lebih baik tanpa alas kaki.", usul bapak.
"Iya", sahut wanita itu.
"Hmmm... Nyamannya, jam segini udaranya bener-bener seger. Enaknya hidup di desa, aromanya juga wangi bunga kopi. Apa disekitar sini ada kebun kopi ya..??", gumamnya.
Lama bolak - balik berjalan-jalan tak membuat tubuh bahkan kakinya pegal / capek, terasa biasa saja, seperti ada banyak sekali energi yang tersimpan, atau mungkin energi yang di tambahkan, entahlah.
Kalau tidak salah perhitungan sepertinya sudah 2jam berjalan-jalan di seputaran jalan itu, namun saat melihat jam mungil di tangannya kirinya, jarum panjang hanya beralih 2angka atau hanya 10menit waktu terlewati dan dengan jarum kecil masih menunjukkan angka yang sama.
"Ayo pulang", ajak wanita itu pada bapak. Anggukan dan senyum si bapak menandakan tanda setuju.
"Terima kasih, mari, kami pulang dulu", pamit si wanita itu kepada kang bakso dan para pembeli disana. Sama, anggukan dan senyuman lembut menjadi jawaban kang bakso dan pembeli disana.
Tidak ngeh/sadar akan hal aneh dari kang bakso dan para pelanggan, si wanita itu cuek lalu naik ke boncengan motor.
"Sudah..??", tanya si bapak dengan suara paraunya. "Sudah pak", jawab wanita itu.
Pulanglah mereka berdua ke rumah, disepanjang perjalanan kembali ditemani aroma khas bunga yang sudah sering kita dengar namun sangat jarang kita cium wanginya. "Tumben jalanan wangi bunga kopi ya pak", tanya wanita itu. Hanya senyuman yang tersungging dari bibir si bapak.
Setelah sampai rumah, disuruhnya wanita itu masuk terlebih dahulu.
"Masuklah dulu nak, saya bantu tutup pintu gerbangnya", ucap si bapak.
"Iya pak", jawab wanita itu setengah ngantuk masih tidak ngeh/sadar.
Saat sampai di teras rumah dan berbalik badan, matanya mulai berat menahan kantuk, terlihat sosok kakek-kakek berbaju putih dan bersarung serta memakai peci lengkap dengan sajadah dipundaknya.
"Selamat nggih pakdhe, selamat badhe nggadah puthu", (selamat ya pakdhe, selamat akan punya cucu) tiba-tiba ucapan itu terdengar. Suara parau yang mirip tapi dengan intonasi yang berbeda, lebih ke suara wanita.
Terlihat sekelebat wanita tua yang memakai konde diatas kepalanya.
Tidak tampak jelas, namun suaranya terdengar sangat familiar. Bahkan si kakek-kakek dengan serba pakaian putihnya tadi juga tidak masuk kedalam rumah, melainkan hanya menganggukkan kepala pada wanita itu tanda berpamitan sembari berjalan ke arah pohon Nangka dan samar-samar lalu menghilang.
"Bapak, loh bapak mau kemana pak..?! Lohh, mau kemana pak..?! Pak... Pakkk..!!?", wanita itu terus berteriak memanggil si bapak yang dari tadi dia anggap suaminya. Kerasnya teriakan wanita itu sampai membuat pita suaranya bengkak dan tidak lagi mengeluarkan suara yang jelas, seakan tercekik leher wanita itu setiap mencoba berteriak.
"Bu... Bangun bu, pindah kekamar... Bu...", sayup-sayup suara suaminya terdengar lirih masuk ke telinga wanita itu. "Bu ayo bangun", suaminya mencoba menbangunkan.
Seketika istrinya bangun dan memeluk suaminya erat, "Jangan ninggalin aku pak", kata istrinya dengan suaranya yang parau. "Bapak gak kemana-mana kok bu", jawab suaminya.
"Eh, kok bau aroma bakso..??", tanya suaminya. "Kan tadi kita memang makan bakso bareng di langganannya bapak yang di sebelah kuburan besar", jawab istrinya.
"Makan bakso dimana..?? Kuburan besar mana..?? Ibu jangan ngelantur dong, bapak baru aja nyusul ke teras karna liat ibu tadi ngambeg trus keluar kamar. Belum 15menit ibu keluar kamar, bapak liat ibu sebenernya tadi udah ngantuk, makanya bapak susul. Eh, beneran kan tidur di teras, ngigo lagi.", jelas suaminya.
"Enggak pak, enggak. Ibu gak ngelantur, ini nyata pak, baru aja kita makan bakso bareng di tempat langganan bapak, sumpah pak ibu gak bohong.", dengan histeris istrinya menceritakan kembali apa yang dia alami setelah keluar kamar.
"Kalau gak percaya, sini ayo ikut, kita check motor itu, kita pergi pakai motor tua itu", bersikeras istrinya bahwa dia tidak bohong dan mereka berdua pergi untuk mengecheck motor cb tua di garasi.
"Benar kan, coba bapak lihat, mesinnya masih panas, masih bau asap kenalpot juga. Jangan bercanda pak, kita pergi makan bakso di langganan bapak", jelas istrinya.
"Tapi kang bakso langgananku sudah meninggal 10tahun yang lalu sayangku, dan tempatnya 2.5 jam dari sini, masih harus melewati 2 desa lagi. Jadi gak mungkin kita kesana.", jawab suaminya lembut dan menenangkan.
"Kalian semua tidak salah, dan tidak ada yang perlu disalahkan.", tiba-tiba suara wanita tua yang familiar itu datang.
"Nek ijah", bebarengan suami dan istri itu menyapa dan menghentikan perdebatan mereka.
"Bapakmu le...", sebut nek Ijah. "Bapakmu tadi yang mengajak cucunya makan bakso menggunakan motor kesayangannya itu.", jelas nek Ijah lagi."Tidak heran kalau istrimu tidak tau, memang karna wajah kalian yang sangat mirip. Wajah mu persis seperti wajah bapakmu saat seumuranmu dulu, hehe..".
"Tapi bapak kan...", terhenti ucapan sang suami masih berpikir keras dan belum percaya apa yang telah terjadi.
"Ya, bapakmu yang telah meninggal tertabrak mobil di pohon nangka kebun tebu samping jalan itu, saat akan berangkat sholat Jumatan ke masjid", terang nek Ijah.
"Bapak...", sambil terisak dan meneteskan air mata, sang suami teringat kembali momen itu.
"Jadi, yang mengajakku makan bakso tadi...", tanya kaget sang istri terpotong. "Iya, bapak mertuamu.", terang nek Ijah. "Lalu suara yang tadi mengucapkan selamat di pagar depan rumah adalah...". tanya sang istri terpotong lagi, "Itu aku, aku yang tadi berpapasan dengan bapak mertuamu.", jelas nek Ijah.
"Satu hal yang harus kalian pahami bahwa, penghuni alam tersebut bisa menampakkan diri kapanpun dan dimanapun mereka inginkan, dengan ataupun tanpa persetujuan dari kita para manusia terlebih dahulu. Beliau hanya coba membantu menengahi, beliau mengerti kelelahanmu dan permintaan calon anakmu yang butuh diperhatikan melalui ibunya.", jelas nek Ijah lagi.
"Mendiang bapakmu bangga dengan kalian, bangga dengan kesabaran kalian satu sama lain, bangga dengan kehidupan kalian berdua.", tambah nek Ijah.
"Bapak, maaf, terima kasih", ucap suami istri tersebut terisak.
"Sudah, sudah, sebentar lagi masuk waktu subuh, istirahat sebentar dan siap-siap. Tetap ingat almarhum dalam setiap lantunan doamu ya le, nduk. Siapapun itu, kita harus ingat terhadap semua sanak saudara yang telah mendahului kita, tetap kita doakan ya.", tutup nek Ijah.
"Nggih nek Ijah, terima kasih banyak", jawab suami istri tersebut.
Suatu kejadian yang tidak akan pernah mereka lupakan dalam kisah hidup mereka, dan akan selalu dijadikan bahan cerita kepada anak-anaknya kelak.
(Tamat)
Terima kasih telah meluangkan waktu dan perhatiannya dalam membaca cerita ini, sampai jumpa di cerita-cerita berikutnya.




bukhorigan dan bangrobby1372 memberi reputasi
2
61
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan