- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita Luar Negeri
Jepang Disebut 'Tabuh Genderang Perang' dengan China, Ada Apa?


TS
4574587568
Jepang Disebut 'Tabuh Genderang Perang' dengan China, Ada Apa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Hubungan antara Jepang dan China kembali memanas. Terbaru, eskalasi disebabkan masuknya sebuah kapal perang Jepang ke wilayah perairan milik China di dekat Taiwan.
Sumber diplomatik mengatakan kepada Kyodonews bahwa armada penghancur Jepang, Suzutsuki, berlayar ke perairan China pada tanggal 4 Juli di lepas pantai provinsi Zhejiang. Kapal disebut terus berlayar meski mendapatkan peringatan keras dari armada Beijing.
Suzutsuki, yang sedang menjalankan misi untuk memantau latihan penembakan, didesak oleh kapal China untuk meninggalkan daerahnya ketika kapal tersebut mendekat dalam jarak 12 mil laut (22 kilometer) di lepas pantai Zhejiang. Namun kapal Jepang tersebut melaju dengan kecepatan tinggi dan berlayar ke arah yang berlawanan.
"Beijing telah menyampaikan keprihatinan seriusnya kepada Tokyo atas insiden tersebut, sehingga Kementerian Pertahanan Jepang meluncurkan penyelidikan terhadap kapten kapal tersebut," kata sumber tersebut, dimuat CNBC International Kamis (11/7/2024).
Sehari sebelum Suzutsuki memasuki perairan China, pihak berwenang Zhejiang membuat zona larangan berlayar di daerah itu agar militer Beijing dapat melakukan latihan tembak-menembak. Kejadian ini pun membuka risiko terjadinya salah tembak karena Suzutsuki yang mendekat.
"Pemerintah China mencurigai insiden tersebut merupakan provokasi yang disengaja oleh kapal perusak tersebut, dan telah mengumpulkan dan menganalisis informasi yang relevan," menurut sumber Beijing.
Seorang pejabat diplomatik Jepang menyebutkan bahwa kemungkinan bahwa masuknya mereka adalah sebuah kesalahan prosedural. Pasalnya, Tokyo mengakui hak lintas damai bagi kapal militer asing yang berlayar ke perairan teritorial Jepang, sehingga merasa pihaknya dapat melakukan hal yang sama bagi China.
Profesor hukum internasional di Universitas Meiji Gakuin di Tokyo, Jun Tsuruta, menyebut langkah Jepang ini telah meningkatkan tensi regional. Padahal negara itu sempat mengatakan ingin memperbaiki hubungan dengan China.
"Meskipun niat awak kapal perusak tersebut belum diklarifikasi, Jepang harus menahan diri untuk tidak meningkatkan ketegangan di laut regional," kata profesor tersebut.
Hubungan China dan Jepang sendiri telah dihadapkan pada sejumlah tantangan. Kedua negara bersengketa atas kepulauan di Laut China Timur, di mana Jepang menamai kepulauan itu Senkaku dan China menamainya Diaoyu.
Selain itu, Tokyo juga bersitegang dengan Beijing terkait pelepasan air radioaktif yang telah diolah dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima. Langkah ini mendorong Beijing untuk memberlakukan larangan total impor makanan laut Jepang.
Jepang dan NATO
Titik nyala terbaru juga datang dari kancah global. Jepang menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) aliansi militer NATO di Washington DC, Rabu kemarin.
Meski bukan anggota, Perdana Menteri (PM) Jepang Fumio Kishida menyebut kerjasama dengan pakta pertahanan itu merupakan hal yang penting.
"Batas geografis 'Euro-Atlantik' atau 'Indo-Pasifik' tidak lagi relevan dalam menjaga perdamaian dan keamanan global. Jepang dan mitra Indo-Pasifik dapat memainkan peran besar bagi sekutu NATO dari perspektif ini," ujarnya.
Dalam pertemuan itu, aliansi NATO sendiri sepakat untuk mengkategorikan China sebagai pengaktif perang Rusia di Ukraina. Ini disebabkan langkah Beijing yang belum menjatuhkan sanksi kepada Moskow.
"Hal ini meningkatkan ancaman Rusia terhadap negara tetangganya dan keamanan Euro-Atlantik. Kami menyerukan kepada China, sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB dengan tanggung jawab khusus untuk menegakkan tujuan dan prinsip Piagam PBB, untuk menghentikan semua dukungan material dan politik terhadap upaya perang Rusia," bunyi komunike NATO itu.
Pandangan ini ditentang keras Beijing. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian mengatakan NATO masih memiliki mental Perang Dingin yang terus melampaui batasannya.
"Apa yang disebut sebagai keamanan NATO sering kali dibangun di atas ketidakamanan pihak lain, dan hal ini menempatkan dunia dan kawasan pada risiko keamanan yang tinggi," jelasnya.
"Kami mendesak NATO untuk membentuk persepsi yang benar terhadap China, menyingkirkan mentalitas Perang Dingin dan pendekatan zero-sum game, berhenti menakut-nakuti keamanan dan membuat musuh khayalan, berhenti membentuk kelompok eksklusif atas nama pertahanan kolektif, dan memainkan peran konstruktif," tegasnya.
sumber
0
188
3


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan