Kaskus

Story

ih.sulAvatar border
TS
ih.sul
Short Story #76 : Besek Arisan
Short Story #76 : Besek Arisan

Setiap minggu ibuku biasa membawa pulang besek arisan untukku dan adikku. Besek itu tidak terlalu besar, untuk satu orang pun tak akan kenyang, tapi aku dan adikku menyukainya.

Masakan Ibu memang enak, tapi besek itu punya rasa yang berbeda. Ibarat orang yang lebih suka tempe karena bosan makan daging, seperti itulah perasaan kami saat menanti besek setiap minggunya. Kadang besek itu berisi telur, berisi mie, atau kadang roti dan kue. Aku paling suka mie dengan bumbu kacang sedangkan adikku lebih suka rendang. Dia memang karnivora.

Masalahnya adalah, cuma ada satu besek sedangkan kami dua bersaudara. Tak jarang kami saling memukul dan menendang agar bisa mendapat besek yang Ibu bawa. Bahkan sebelum memasuki dunia kerja kami sudah tahu betapa beratnya berjuang mencari sesuap nasi.

Besek arisan ini memang kasus yang istimewa. Rasanya tak terlalu enak tapi selalu menjadi rebutan. Dari yang awalnya rebutan kecil-kecilan lama-lama jadi rebutan kekuasaan. Karena aku lebih tua dan badanku lebih besar, mudah saja bagiku menerapkan gerakan MMA pada adikku yang berujung pada lebam dan memar. Kalau saja Ibu tidak mencambukku dengan ikat pinggang aku mungkin akan terus melakukan itu.

Kalian pikir aku main curang? Mungkin iya, tapi aku bukan satu-satunya yang main curang. Jika gagal mendapatkan besek biasanya adikku akan menangis semalaman. Ibu yang tak tahan dengan suara tangisan melengking itu akan memaksaku membagi besek yang kumenangkan secara adil pada adikku.

Perang besek itu terjadi selama bertahun-tahun dengan taktik yang semakin keras dan kotor setiap minggunya. Aku sempat mengira perang itu akan berlangsung selamanya, tapi ternyata perang itu berhenti begitu saja pada hari Jumat sore. Aku masih ingat betul insiden di hari itu.

Awalnya semua berlangsung seperti biasa. Ibu pulang membawa besek dan langsung pergi karena mendengar tetangga belakang rumah yang sakit. Minggu itu beseknya adalah nasi goreng, makanan yang aku dan adikku sama-sama suka.

Tanpa aba-aba kami langsung berlari menuju besek yang diletakkan di atas meja. Seperti biasa tangan terjulur, tinju mengepal, dan gigi dipertajam. Kukira semua akan selesai dengan cepat dan menyakitkan seperti biasa, tapi ternyata sesuatu yang lebih buruk terjadi.

Kami saling menendang dan salah satu tendanganku tanpa sengaja menghantam area vitalnya. Aku tak yakin seberapa keras aku menendang, tapi itu adalah teriakan paling keras yang pernah kudengar seumur hidupku. Saking kerasnya tetangga langsung berdatangan. Saat ibuku tahu apa yang terjadi aku langsung dikurung di dalam kamar yang gelap tanpa diperbolehkan keluar semalaman penuh.

Sejak saat itu Ibu tak lagi pernah membawa besek ke rumah dan adikku tak pernah mau bicara padaku lagi. Kukira itu cuma kemarahan sesaat, tapi kemarahannya ternyata berlangsung bertahun-tahun bahkan sampai kami punya keluarga masing-masing.

Aku tahu aku salah, tapi aku tak pernah benar-benar berusaha memperbaiki keadaan. Aku sibuk dengan hidupku dan dia sibuk dengan hidupnya. Kukira akan ada banyak waktu untuk meminta maaf, akan ada banyak waktu untuk memulai dari awal lagi.

“Besek nasi goreng. Seberapa mahal sebenarnya itu? Rupanya anak-anak bisa bertengkar gara-gara itu.”

Kadang aku punya pikiran untuk membawakan besek nasi goreng untuknya. Kubeli dua bungkus agar kami tak perlu saling berebut. Pelan-pelan kuletakkan sebungkus besek di hadapannya.

“Sekarang aku udah kaya, mau beli satu juta besek juga bisa. Kau bisa makan tiap hari tanpa perlu rebutan.”

Tapi ternyata besek-besek yang kubeli tak ada rasanya. Rasanya jauh berbeda dibanding menunggu Ibu membawa kejutan dari arisan. Bahkan besek paling mahal pun tak bisa menandingi perasaan senang dan semangat di masa lalu.

“Uang bisa membeli besek, tapi tak bisa membeli kenangannya. Iya kan, Dik?”

Dia tidak menjawab. Padahal dulu jika melihat besek kedua kakinya akan melompat seperti macan siap menerkam. Kurasa waktu memang bisa merubah total seseorang. Kira-kira jika saat itu aku mengalah dan membiarkannya makan nasi goreng itu, apakah kami masih akan saling berebut?

“Aku balik dulu ya. Besok aku datang lagi.”

Kutinggalkan besek itu di sana. Aku tak tahu apa yang akan terjadi pada besek itu. Mungkin basah terkena hujan atau diambil si penjaga makam. Besok aku akan tahu jawabannya.

Aku pun berbalik dan meninggalkan area pemakaman. Bahkan sampai akhir pun dia tak mau bicara padaku. Alasannya juga sangat konyol, cuma gara-gara besek yang sebenarnya sama sekali tak pantas diperebutkan dengan bertaruh hubungan antar saudara. Satu juta besek pun tak akan cukup untuk membayar hubungan yang telah rusak.

Aku mengusap sudut mataku dan berjalan menjauh. Besok aku akan datang lagi membawa besek. Mungkin anak-anaknya akan suka. Akan kupastikan membeli cukup agar mereka tak perlu berebut.

***TAMAT***
goyangyukkAvatar border
pulaukapokAvatar border
riodgarpAvatar border
riodgarp dan 25 lainnya memberi reputasi
26
897
19
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan