Kaskus

Entertainment

kutarominami69Avatar border
TS
kutarominami69
Bagaimana asal-usul ajaran Buddha di Indonesia
Bagaimana asal-usul ajaran Buddha di Indonesia dan mengapa timbul perpecahan setelah tragedi 1965?

Bagaimana asal-usul ajaran Buddha di Indonesia

SUMBER GAMBAR,GETTY IMAGES

Keterangan gambar,Para bhikkhu melepas lentera ke udara di Candi Borobudur saat perayaan Hari Waisak 2023.Informasi artikel

Penulis,Viriya Singgih

Peranan,BBC News Indonesia

22 Mei 2024

Berbagai aliran ajaran Buddha menyesaki Indonesia hari ini, termasuk Theravada, Mahayana, dan Vajrayana. Bagaimana asal-usulnya dan mengapa timbul perpecahan setelah tragedi 1965?

Satu hari di masa SMA, saya main ke rumah kawan di daerah Jakarta Selatan.

Seperti saya, kawan ini adalah keturunan China. Bedanya, ia Nasrani. Saya Buddhis.

Saat mau pulang, saya pamit pada ibunya, yang lantas mengantarkan sampai ke gerbang rumah.

Saat itu, si tante berbasa-basi, "Kamu gerejanya di mana, Vir?"

"Saya Buddhis, Tante," kata saya sambil cengengesan.

"Oh, masih Buddha ya," balasnya.

Saya mengiyakan, sebelum pamit sekali lagi dan pergi.

Komentar "masih Buddha" itu entah kenapa masih membekas hingga kini, lebih dari 15 tahun sejak saya main ke rumah kawan tersebut.

Saya tidak melihat niat jahat apa pun dari si tante. Nada berkomentarnya pun biasa saja, tidak mencemooh.

Namun, terkadang saya teringat komentar itu dan bertanya-tanya sendiri, "Memangnya kenapa kalau masih Buddha?"

Keluarga saya adalah penganut Tridharma, yang secara harfiah berarti tiga ajaran kebenaran.

Tiga ajaran di sini merujuk ajaran Buddha, taoisme ajaran Lao Tzu, dan konfusianisme ajaran Kong Hu Cu, yang kerap dianggap sebagai "tiga pilar" dalam kehidupan bermasyarakat di China.

Di China, ajaran ketiga guru besar ini memang saling mengisi, memengaruhi struktur sosial, sistem pemerintahan, pun kesenian dan kebudayaan setempat.

Saat kecil hingga remaja, saya tentu tak paham soal ini. Yang saya tahu, saya dan keluarga beragama Buddha dengan aliran Tridharma.

Bagaimana asal-usul ajaran Buddha di Indonesia

SUMBER GAMBAR,GETTY IMAGES

Keterangan gambar,Sebanyak 40 bhikkhu asal Indonesia, Thailand, Singapura dan Malaysia akan melakukan perjalanan ritual (Thudong) dari Jakarta ke Candi Borobudur di Jawa Tengah Indonesia untuk menyambut Waisak yang jatuh pada 23 Mei 2024.

Papa saya adalah pandita yang rajin berceramah dari satu vihara ke vihara lain. Saya dan dua saudara lain pun (dulu) rutin kebaktian seminggu sekali, serta sempat aktif di organisasi kepemudaan vihara.

Dari TK sampai SMP, saya selalu dimasukkan ke sekolah Buddha. Barulah saat SMA saya menjajal sekolah Katolik.

Dan, saat SMA itu, barulah untuk pertama kalinya saya mendengar komentar dari sesama warga keturunan China yang menyiratkan keheranan bahwa saya "masih Buddha".

Sebelumnya, saya sedikit-banyak telah menyadari posisi di masyarakat sebagai minoritas keturunan China.

Namun, komentar itu seakan membuka mata bahwa di antara sesama China pun saya adalah minoritas.

Bagaimana asal-usul ajaran Buddha di Indonesia

Hidup sarat dengan duka

Saat SD, pendidikan agama saya dapat dari setidaknya tiga sumber: papa di rumah, pengasuh sekolah minggu di vihara, dan guru pelajaran agama Buddha di sekolah.

Guru pelajaran agama Buddha saya saat itu adalah Pak Jumari. Ia orang Jawa yang ramah. Saya senang dengan caranya mengajar di kelas.

Satu hari di sekolah, Pak Jumari mengatakan satu hal yang masih terus terngiang hingga hari ini: "Hidup ini penuh dengan dukkha."

Dukkha, atau duka dalam bahasa Indonesia, katanya adalah penderitaan yang datang dari kemelekatan kita akan hal-hal yang tak kekal.

Kita terus berusaha menggenggam hal-hal itu, berharap ia setia menjadi sumber kebahagiaan, meski perubahan adalah kenyataan yang tak terhindarkan. Akhirnya, yang ada hanya duka.

Saat SD, saya tertegun mendengar penjelasan Pak Jumari, meski tak sepenuhnya memahami. Semakin ke sini, saya semakin mengamini kata-katanya.

Tak lama setelah Siddhartha Gautama mencapai penerangan sempurna dan menjadi Buddha ketika berusia 35 tahun – diperkirakan pada tahun 528 SM di Bodh Gaya, wilayah timur laut India, hal ini pula yang ia sampaikan kepada lima pertapa sekaligus lima murid pertamanya di Sarnath, tak jauh dari kota Benares.

Bagaimana asal-usul ajaran Buddha di Indonesia

GETTY IMAGES

Keterangan gambar,Patung di Laos menunjukkan Buddha Siddhartha Gautama tengah memberikan ceramah pada lima murid pertamanya.

Buddha menyampaikan pada mereka empat kebenaran mulia, bahwa hidup sarat akan duka; bahwa duka bersumber dari kebencian, keserakahan, dan ketidaktahuan yang memicu rantai karma dan reinkarnasi; bahwa duka dapat dilenyapkan; dan bahwa ada delapan jalan kebenaran untuk melenyapkan duka.

Delapan jalan kebenaran itu adalah pandangan benar, niat benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar.

Dengan menempuh jalan ini, manusia disebut bisa memutus siklus reinkarnasi dan mencapai kedamaian sejati atau nibbana.

"Buddha mengatakan ada duka, ada sebabnya, ada pengakhirannya, ada jalannya," kata Nyanagupta, bhikkhu Mahayana dari Sangha Agung Indonesia (Sagin) – komunitas bhikkhu dan bhikkhuni di bawah payung Buddhayana.

"Kalau kita mengikuti delapan jalan utama, kita bisa melampaui duka ini."

Setelah mendapat lima murid pertama, Buddha berkeliling India selama 45 tahun untuk menyebarkan ajarannya.

Ia lantas wafat atau parinibbana ketika berusia 80 tahun di Kusinara.

Bagaimana asal-usul ajaran Buddha di Indonesia

SUMBER GAMBAR,GETTY IMAGES

Keterangan gambar,Patung Buddha Siddhartha Gautama di Bangkok, Thailand, yang menunjukkan saat-saat terakhir sebelum ia meninggal.

Awal perpecahan sekte

Dalam tiga abad setelah kematian Buddha Siddhartha Gautama, umatnya terpecah sehingga tumbuh banyak sekte atau aliran Buddha di India.

Ada setidaknya 18 sekte yang kerap disebut muncul pada masa itu, meski sejumlah peneliti menyebut angka sesungguhnya mencapai lebih dari 30.

Edward Conze, cendekiawan Buddha kelahiran Inggris, mengatakan perpecahan sekte ini disebabkan "masalah-masalah filosofi" yang dihadapi para bhikkhu ketika menjalani meditasi untuk "menjelajahi fakta-fakta transenden".

"Filsafat berbeda dari cabang ilmu lainnya, dalam hal filsafat memungkinkan terjadinya lebih dari satu penyelesaian untuk tiap masalah," tulis Conze dalam bukunya Sejarah Singkat Agama Buddha (2010).

"Dengan sendirinya, perbedaan pendapat menjadi semakin banyak dengan semakin dalamnya kalangan Buddha menyelami implikasi filosofis doktrin mereka."

Conze mencatat, aliran Buddha baru bernama Mahayana muncul sejak setidaknya tahun 100 SM di India, dan mulai berkembang secara sistematis setelah tahun 150.

Saat itu, muncul anggapan bahwa pernyataan-pernyataan dalam doktrin yang ada "telah usang dan tak berguna", sehingga dirasa perlu "merumuskan ulang" dharma atau ajaran Buddha untuk memenuhi kebutuhan zaman dan keadaan sosial baru.

Bagaimana asal-usul ajaran Buddha di Indonesia

GETTY IMAGES

Kelompok Mahayana lalu memperkenalkan "cara penyelamatan baru" yang tak hanya berlandaskan pada kebijaksanaan, tapi juga belas asih, serta doktrin ontologi yang utamanya terkait konsep "kekosongan".

Dari sana, ada peralihan cita-cita. Sebelumnya, tujuan besar umat Buddha adalah menjadi arahat, seseorang yang berhasil melenyapkan duka dan mencapai nibbana dengan mengikuti jalan Buddha.

Di sisi lain, orang-orang suci Mahayana tergerak menjadi bodhisattva atau seseorang yang beraspirasi menjadi Buddha.

Dalam prosesnya, para bodhisattva berusaha membantu seluruh makhluk – tak hanya dirinya sendiri – mencapai nibbana, meski konsekuensinya ia harus bertahan lebih lama dalam samsara atau siklus reinkarnasi sebelum bisa menjadi Buddha.

Karena itulah gerakan ini disebut Mahayana, yang secara harfiah berarti "kendaraan besar".

Orang-orang Mahayana saat itu menilai 18 sekte Buddha konservatif sebagai Hinayana, yang berarti "kendaraan kecil". Ini utamanya terkait cita-cita kelompok Hinayana menjadi arahat yang dirasa "egois", kata Conze.

Orang-orang kelompok Hinayana sendiri kini lebih senang menyebut aliran mereka sebagai Theravada, yang berarti "jalan para sesepuh".

"Secara singkatnya itu kita [Mahayana] menekankan kepada pengembangan bodhicitta [pikiran luhur], bahwa setiap makhluk memiliki benih ke-Buddha-an, setiap makhluk bisa menjadi sammasambuddha," kata bhikkhuni Bhadra Loka dari Sangha Mahayana Indonesia.

Sammasambuddha adalah seseorang yang tercerahkan dengan usahanya sendiri dan membabarkan dharma yang telah ditemukannya ke sesama.

"Kita bisa bersama-sama berlatih, membina diri untuk mencapai itu semua. Jadi enggak mesti saya jalan duluan, saya sampai di sana, baru saya lempar tali ke kamu untuk menyeberang," tambah bhikkhuni Bhadra.

Dhirapunno, bhikkhu Theravada dari Sangha Agung Indonesia (Sagin), mengatakan para bhikkhu Theravada memang lebih fokus pada usaha mencapai kesucian terlebih dahulu, sebelum berusaha membagikan ajarannya ke orang lain.

"Mereka [yang beraliran Mahayana] punya satu tekad, kalau masih ada makhluk hidup di sekitar saya yang menderita, saya tidak mau mencapai kesucian dulu," kata bhikkhu Dhirapunno.

"Tapi kalau di Theravada, saya harus berusaha mencapai kesucian dulu agar saya bisa menolong semua makhluk di sekitar saya."

Bagaimana asal-usul ajaran Buddha di Indonesia

SUMBER GAMBAR,DOK. TIM BHIKKHU DHIRAPUNNO

Keterangan gambar,Dhirapunno, bhikkhu Theravada dari Sangha Agung Indonesia (Sagin) yang terafiliasi dengan gerakan Buddhayana, sedang mengisi sebuah acara.

Mahayana kemudian terpecah kembali menjadi dua aliran utama: Madhyamika yang berkembang sejak pertengahan abad kedua dan Yogacara sejak kira-kira abad keempat.

Mazhab Yogacara, kata Conze, berusaha "mensistemasikan pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari meditasi trans yang berorientasi ke sebelah dalam diri".

Dari kelompok Yogacara lantas muncul gagasan dan praktik tantra, yang kerap diasosiasikan dengan penggunaan berbagai mantra, simbol, dan ritual gaib untuk mempermudah usaha mencapai pencerahan.

Kemerosotan ajaran Buddha di India dan kegagalan para penganutnya untuk mencapai tujuan-tujuan spiritual disebut jadi alasan berkembangnya gerakan tantra.

"Untuk mempertahankan dan melindungi diri, penganut-penganutnya semakin banyak menggunakan kekuatan mukjizat dan meminta pertolongan dari makhluk-makhluk luhur," kata Conze.

Perkembangan gerakan tantra akhirnya memicu "kekacauan asumsi tentang daya-daya kosmis dan spiritual", tambah Conze.

Dari sana, muncul aliran Vajrayana yang kata Conze berusaha "menertibkan tradisi-tradisi yang telah berkembang luas namun tidak jelas ini".

Vajrayana memperkenalkan konsep Adi-Buddha, atau Buddha pertama.

Sebelum era Buddha Gautama, memang dipercaya telah ada Buddha-Buddha lain yang muncul di dunia. Dan, menurut kelompok Vajrayana, semua diawali oleh Adi-Buddha.

Bagaimana asal-usul ajaran Buddha di Indonesia

SUMBER GAMBAR,GETTY IMAGE

Adi-Buddha dipandang sebagai "sudah ada pada mula pertama, yang tanpa asal, yang berada karena dirinya sendiri, yang tak pernah tampak karena berada di dalam nirwana", kata Harun Hadiwijono, teolog yang pernah menjadi rektor Sekolah Tinggi Theologia Duta Wacana di Yogyakarta, dalam bukunya Agama Hindu dan Buddha (1989).

"Hakikat Adi-Buddha adalah terang yang murni. Ia timbul dari sunyata, kekosongan," kata Harun.

Dengan lima macam permenungan, Adi-Buddha dipercaya mengalirkan dari dirinya lima Buddha atau tathagata.

Kaum Vajrayana lalu membagi semua "kekuatan kosmis" ke dalam lima kelompok, yang masing-masing dipimpin tathagata berbeda.

Sebuah sistem "rumit dan berbelit-belit" lalu disusun untuk menghubungkan semua kekuatan dan fakta-fakta alam semesta dengan lima kelompok ini, kata Conze.

"Makna sebenarnya dari ajaran Vajrayana tidak selalu mudah untuk dipastikan," kata Conze.

"Karena di sini ia dapat menyamarkan bentuk tertinggi dalam bentuk terendah, orang tersuci tampak sebagai orang biasa, yang paling transenden menjadi yang paling membumi, dan pengetahuan yang paling bijaksana disembunyikan dengan paradoks-paradoks yang paling aneh."

Buddha zaman kerajaan

Salah satu hiburan utama saya saat bocah adalah Kera Sakti.

Drama TV asal Hong Kong itu pertama tayang di Indonesia pada 1997. Namun, seingat saya, saya rajin menonton tayangan ulangnya di awal 2000-an ketika SD.

Saat ia tayang pada jam-jam makan malam, saya otomatis anteng di depan TV, larut dalam liku-liku perjalanan bhikkhu Tong Sam Cong ke barat mencari kitab suci bersama tiga muridnya: Sun Go Kong, Cu Pat Kai, dan Sha Wu Cing.

Esoknya di sekolah, saya bakal mendiskusikan episode yang baru berlalu bersama teman-teman sekelas, mengagumi kehebatan Go Kong dalam menaklukkan siluman atau mentertawakan tingkah Pat Kai yang ganjen dan pemalas.

Saya kian kagum saat papa bercerita bahwa Kera Sakti berdasarkan kisah nyata, bahwa bhikkhu Tong benar-benar ada dan berkelana ke barat mencari kitab suci.

Yang fiktif, tentu, adalah tiga muridnya dan para siluman yang ditemui sepanjang perjalanan.

"Tiga murid itu melambangkan sifat-sifat manusia bhikkhu Tong yang kerap muncul sepanjang perjalanannya," kata papa.

Bagaimana asal-usul ajaran Buddha di Indonesia

GETTY IMAGES

Keterangan gambar,Patung bhikkhu Tong Sam Cong bersama tiga muridnya: Sun Go Kong, Cu Pat Kai, dan Sha Wu Cing.

Iseng, saya melakukan riset internet. Dan, memang, banyak warganet di berbagai forum daring, pun beberapa esai akademis, mendiskusikan Kera Sakti sebagai alegori atas kehidupan manusia dan berbagai nilai dalam ajaran Buddha.

Misal, beberapa orang mengatakan Go Kong, Pat Kai, dan Wu Cing masing-masing melambangkan tiga penyebab utama duka: kebencian/amarah, keserakahan/nafsu keinginan, dan ketidaktahuan/kebodohan.

Kera Sakti diadaptasi dari novel legendaris karya Wu Cheng’en berjudul Journey to the West, yang terinspirasi dari perjalanan bhikkhu Xuanzang asal China ke India untuk mempelajari langsung ajaran Buddha di tempatnya berasal.

Xuanzang meninggalkan China pada tahun 629 dan tiba di Kashmir pada 631. Ia disebut sempat berguru pada bhikkhu setempat, sebelum melanjutkan perjalanan dan tiba di tanah suci Buddha di bagian timur Sunggai Gangga pada 633.

Di India, ia banyak menghabiskan waktu di Nalanda, pusat pembelajaran agama Buddha kuno, selain menyambangi berbagai situs suci yang terkait kehidupan Buddha.

Bagaimana asal-usul ajaran Buddha di Indonesia

GETTY IMAGES

Keterangan gambar,Sisa bangunan Nalanda, pusat pembelajaran agama Buddha kuno di India.

Pada 643, Xuanzang meninggalkan India dan tiba kembali di China dua tahun berselang. Ia pulang membawa 657 teks suci Buddha dalam bahasa Sanskerta dan 150 relik. Seluruhnya terbagi ke dalam 520 peti yang dibawa 20 kuda.

Hingga Xuanzang wafat pada tahun 664, ia "hanya" mampu menerjemahkan 75 dari 657 teks tersebut. Namun, itu termasuk sejumlah teks penting Buddha aliran Mahayana.

Xuanzang sendiri disebut menaruh perhatian lebih pada filosofi Yogacara, yang merupakan sub-aliran Mahayana.

Secara umum, para peneliti memperkirakan ajaran Buddha telah masuk ke China pada abad pertama.

Namun Edward Conze, cendekiawan Buddha, menyebut ajaran ini telah dibawa ke China melalui Asia Tengah antara tahun 70 dan 50 SM.

Meski begitu, agama Buddha – utamanya aliran Mahayana – baru berkembang pesat di China setelah runtuhnya Dinasti Han pada abad ketiga.

"Sekitar tahun 500 agama Buddha telah berkembang secara mantap di segenap penjuru China dan dalam suatu kondisi perkembangan pesat, dengan vihara yang tak terhitung jumlahnya, dan gua-gua berukir untuk para bhikkhu," kata Conze.

Perkembangan agama Buddha di China beriringan dengan kebangkitan kembali taoisme ajaran Lao Tzu.

Bagaimana asal-usul ajaran Buddha di Indonesia

SUMBER GAMBAR,GETTY IMAGES

Keterangan gambar,Penganut taoisme menjalankan sebuah ritual di Taiwan.

"Hingga abad kelima, banyak kaum taois menganggap agama Buddha sebagai satu metode lagi untuk menjangkau tujuan-tujuan taois," kata Conze.

Ajaran Buddha pun bisa diterima para penganut konfusianisme atau ajaran Kong Hu Cu.

Alhasil, tiga ajaran ini berkelindan dan berperan penting dalam membentuk kehidupan masyarakat China.

Kepulangan bhikkhu Xuanzang dari India pada 645 yang membawa ratusan teks suci Buddha pun kian mendorong perkembangan ajaran Buddha di China.

Selama tahun 500-800, muncul setidaknya delapan mazhab Buddha di China, termasuk versi lokal dari sub-aliran Madhyamika, Yogacara, dan Vajrayana.

Melalui China, ajaran Buddha Mahayana kemudian menyebar lebih jauh ke Korea dan Jepang.

Di sisi lain, Theravada yang merupakan aliran awal agama Buddha telah menyebar terlebih dahulu ke Nepal, Kashmir, dan Sri Lanka sejak sebelum Masehi.

Ajaran Buddha masuk ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia, setelah kolonisasi umat Hindu, yang tak hanya mendirikan pusat-pusat perdagangan, tapi juga membawa cara-cara pemujaan dan kebudayaan mereka, kata Conze.

Menurut catatan Yi Cing, bhikkhu dari China yang sempat singgah di Sumatra pada abad ke-7 dalam perjalanannya menuju India, agama Buddha aliran Theravada saat itu mendominasi Kerajaan Sriwijaya.

Di sana, disebut ada perguruan Buddha yang tak kalah dengan Nalanda dan lebih dari 1.000 bhikkhu dengan ajaran dan cara kerja yang sama dengan mereka yang ada di India.

Meski begitu, terdapat pula sejumlah pengikut Mahayana di Sriwijaya. Bahkan, ada pula indikasi kehadiran sub-aliran Vajrayana di sana, kata teolog Harun Hadiwijono.

Pengaruh Mahayana, kata Harun, belakangan justru menguat di Sriwijaya, terlihat dari narasi pada sejumlah prasasti yang ditemukan di sekitar Palembang.

Di Jawa Tengah, raja-raja dan rakyat Kerajaan Medang di Dinasti Syailendra disebut sebagai penganut Buddha Mahayana.

Salah satu buktinya, tentu saja, adalah sejumlah relief di Candi Borobudur yang bersumber dari teks Mahayana. Sebagai catatan, candi ini didirikan tahun 800-an pada masa pemerintahan Raja Samaratungga dari Dinasti Syailendra.

Bagaimana asal-usul ajaran Buddha di Indonesia

SUMBER GAMBAR,GETTY IMAGES

Keterangan gambar,Patung Buddha di Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah.

Sementara itu, di era Kerajaan Majapahit sejak abad ke-13 hingga ke-16, Harun mencatat bahwa "sinkretisme mencapai puncaknya".

"Agaknya ada tiga aliran yang hidup berdampingan secara rukun dan damai, yaitu Siwa, Wisnu, dan Buddha Mahayana," kata Harun.

"Pada umumnya rakyat masih memelihara bentuk-bentuk pemujaan, cara hidup, serta peraturan-peraturan yang berlaku bagi ketiga agama."

Conze melihat praktik ini sebagai "bentuk ekstrem" dari agama Buddha berhaluan tantra atau Vajrayana.

Namun, ajaran Buddha terpaksa lenyap seiring keruntuhan kerajaan Hindu-Buddha pada abad ke-14 dan ke-15, yang salah satunya dipicu perkembangan agama Islam di nusantara.

Buddha pasca-kemerdekaan

Pada beberapa dekade awal di abad ke-20, saat Belanda masih menjajah Indonesia, mayoritas umat Buddha adalah warga keturunan China yang kerap beribadah di klenteng dengan paduan unsur Buddha Mahayana, taoisme, dan konfusianisme.

Warga keturunan China menganggap tiga ajaran ini sebagai ajaran leluhur yang telah mendarah daging.

Namun, saat itu tak ada ceramah dharma ataupun kelas agama, dan bhikkhu-bhikkhu asal China yang tinggal di klenteng pun bisa dikatakan adalah "spesialis ritual" yang lebih banyak terlibat dalam upacara penyempurnaan jenazah, seperti dicatat Jack Meng-Tat Chia dalam bukunya Kiprah Para Mahabiksu (2022).

Di sisi lain, kehadiran para penginjil di masa kolonial memicu kekhawatiran ada semakin banyak umat Buddha yang beralih keyakinan.









mexicanasrAvatar border
CaiFukAvatar border
FranchekissAvatar border
Franchekiss dan 3 lainnya memberi reputasi
4
531
20
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan