Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

4574587568Avatar border
TS
4574587568
Kematian Presiden Raisi Membuat Warga Iran Terbagi Jadi Dua Kubu
Kematian Presiden Raisi Membuat Warga Iran Terbagi Jadi Dua Kubu

SETELAH Presiden Iran, Ebrahim Raisi, dipastikan tewas dalam kecelakaan helikopter pada hari Minggu (19/05/2024), Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei mengumumkan bahwa negara itu melakukan perkabungan selama lima hari.

Walau begitu, tidak semua warga Iran memanfaatkan masa berkabung tersebut sebagaimana mestinya. Kematian Presiden Raisi yang tiba-tiba tampaknya justru telah membagi warga Iran menjadi dua kubu. Di satu sisi, banyak warga Iran yang menggunakan waktu berkabung itu untuk mengekspresikan kesedihannya atas kematian Presiden Raisi. Namun, adapun warga Iran yang justru merasa lega bahkan senang atas kematian presidennya tersebut.

Kematian Presiden Raisi Dirayakan Banyak Warga

Setelah Presiden Raisi dipastikan meninggal, kumpulan warga yang berkabung terlihat di banyak kota di Iran. Mereka yang berkabung itu berpakaian serba hitam sambil mengangkat foto mendiang Presiden Raisi. Beberapa bahkan tampak menangisi kematiannya.
Namun banyak juga warga Iran yang memilih untuk tidak menghadiri perkumpulan perkabungan apapun dan justru merayakan kematian Presiden Raisi selayaknya sebuah “kabar baik”.

Banyak warga yang merayakan kematian Presiden Raisi dengan kembang api bahkan tarian. Mereka mengabadikan momen tersebut melalui foto dan video lalu mengunggahnya ke media sosial.

Sebuah tulisan yang diunggah melalui platform media sosial X berkata: “Suasananya sangat gembira di sini, rezim mungkin ingin mempertimbangkan untuk mengumumkan jam malam militer selama tiga hari daripada tiga hari berkabung.”

Saeed Afkari, saudara laki-laki pegulat Iran, Navid Afkari, yang dieksekusi pada September 2020, menulis di X: “Saya belum pernah melihat ibu saya begitu bahagia selama ini.”


Mehrdad Darvishpour, profesor di Universitas Malardalen di Swedia mewajarkan peristiwa ini. Darvishpour menjelaskan bahwa semasa hidupnya, Presiden Raisi tak hanya merupakan figur paling kriminal di rezim tersebut, tetapi juga kandidat yang paling memungkinkan untuk menggantikan Khamenei sebagai Pemimpin Tertinggi.
Menurutnya, akan adil jika Presiden Raisi dibawa ke pengadilan internasional untuk diadili atas kejahatannya. Namun, kini Presiden Raisi telah tewas, maka wajar saja banyak warga Iran yang senang dan merayakannya.

Meski begitu, tindakan ini dapat banyak kecaman, terutama dari para pendukung Presiden Raisi. Beberapa pendukung Presiden Raisi menggunakan media sosial untuk mengecam hingga mengancam mereka yang secara terbuka merayakan kematian Raisi.

Seorang ulama bernama Mohammad Mohammadi Tabar menulis di X bahwa menurutnya, Iran harus “memberikan pukulan keras kepada mereka yang sedang tidak bersungguh-sungguh.” Seorang pengguna lain mengancam dengan mengunggah foto anak-anak muda yang dibunuh oleh rezim untuk menunjukkan bahwa tidak ada belas kasihan bagi mereka yang berani menantang Presiden Raisi.
Tak sebatas media sosial, kecaman juga dikeluarkan oleh para pejabat peradilan. Mereka memperingatkan bahwa siapapun yang diketahui merayakan kematian presiden akan kemudian dituntut.

Presiden Raisi Dikenal Kontroversial
Raisi baru berusia 18 tahun ketika Iran pertama kali diproklamirkan pasca revolusi tahun 1979. Namun, Raisi dengan cepat naik ke tampuk kekuasaan. Dia pertama kali diangkat menjadi jaksa agung di Karaj, pinggiran Kota Teheran. Pada akhirnya, ia menjabat sebagai wakil jaksa di ibu kota.

Pada akhir tahun 1980-an, ia diduga memainkan peranan penting dalam eksekusi ribuan tahanan politik. Ia membantah telah terlibat. Meski begitu, secara bersamaan ia juga memuji keputusan untuk melanjutkan proses eksekusi tersebut.
Di tahun 1989, ia dipromosikan menjadi kepala jaksa Teheran. Tahun 2004, ia diangkat menjadi kepala kehakiman. Posisi tersebut ia pegang selama satu dekade. Begitu pun tindakan keras terhadap protes massal yang terjadi tahun 2009 juga terjadi di bawah kekuasaan Raisi.

Pada tahun 2021, Raisi memenangkan pemilihan presiden yang mana para saingan utamanya sebelumnya telah dilarang untuk ikut mencalonkan diri. Jumlah pemilih dalam pemilu tersebut pun mencapai rekor terendah, yaitu hanya sekitar 48 persen. Raisi saat itu memenangkan hampir 62 persen dari total suara. Mayoritas suara yang didapatkan Raisi berasal dari kelompok agama konservatif. 


Kepresidenan Raisi diwarnai dengan berbagai kontroversi. Sebuah misi pencari fakta independen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada awal tahun ini menemukan bahwa pemerintahan Raisi telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan melalui “penindasan dengan kekerasan” terhadap protes dan diskriminasi terhadap perempuan. 

sumber
nge.weAvatar border
nge.we memberi reputasi
1
260
9
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan