spaghettimiAvatar border
TS
spaghettimi
Raja Selingkuh || Cerita Drama Romansa Sosial
emoticon-exclamationPERHATIAN emoticon-exclamation
CERITA INI MENGANDUNG PERBUATAN TERCELA YANG TIDAK PANTAS DITIRU



Malam yang dingin justru nampak cerah nan gerah di restoran Hotel Taiskam. Lampu-lampu di ujung restoran itu menyala menerangi hiasan-hiasan antik. Para pelayan menggunakan seragam lengan panjang rapi, sementara para pengunjung wanita menggunakan pakaian layaknya musim panas.

Suara langkah kaki sepatu pria yang lembut diikuti suara high heels yang keras. Dengan pakaian serba hitam, Tristan dan Niksi datang dengan elegan di satu meja privat yang sudah dipenuhi dengan makanan dan minuman. Tristan lekas duduk, lalu ia menatap isi meja yang berlebihan itu.

Dengan terkejut, Niksi menggerakkan bibir merahnya, "Hidangan kali ini lebih banyak dari biasanya, apa ada yang spesial?"

"Hmm? Tidak kok, mejanya penuh karena kamu adalah yang pertama bagiku. Kamu haru dapat yang terbaik," Tristan dengan acuhnya menjawab.

Wanita itu sekarang nampak kesal dan berkata, "Jawab yang betul dong. Ini juga sudah larut, apa istrimu tidak akan mencari? Kamu tidak perlu bohong padaku, wanita itulah yang pertama bagimu. Aku sadar diri kok."

"Pokoknya makan saja, nanti aku yang bayar."

Niksi menarik kursi, lalu duduk berhadapan dengan Tristan. Mereka berdua pun mulai mengangkat-angkat piring, sambil diiringi suara anggur yang dituangkan oleh seorang pelayan. Mereka membukanya dengan saling menyuap cocktail shrimp, dan satu gigitan cukup untuk membuat suasana menjadi cerah.

"Hmm, udang di hotel ini memang yang paling enak ya," ucap Niksi sambil tersenyum.

"Haha, aku tahu kamu paling suka udang buatan sini. Menurutku sih rasanya biasa-biasa saja, tapi jadi enak kalau ditemani kamu," jawab Tristan.

"Ih, sudahlah. Masih saja pura-pura gombalnya," jawab Niksi dengan mulut yang penuh.

"Tapi betul loh, kamu adalah yang pertama bagiku. Aku bahkan tidak keberatan menikahimu."

"Lalu kenapa kita sembunyi-sembunyi seperti ini? Aku bahkan gak tau wajah istri dan anak-anakmu. Toh, kamu kan juga masih punya banyak wanita-wanita lain."

"Eh eh, aku sudah banyak putus dengan mereka kok," jawab Tristan kaget.

Wanita itu menunjuk dan berkata, "Masih berapa selingkuhanmu yang lain?"

"Sudah, sudah, aku sungguh berpikir kalau kamu yang terbaik dari mereka semua. Kamu ingat kan, kita bertemu sejak aku baru saja menikah? Waktu itu aku hanya baru berhubungan dengan istriku, dan kamu jauh lebih baik darinya. Aku jatuh cinta pada pandangan pertama."

Niksi tidak memberikan jawaban, wanita itu hanya terdiam sambil menyayat-nyayat ikan yang dihidangkan dengan saus tomat. Wajahnya cemberut, nampak tidak nyaman, tetapi ia sebenarnya sangat tersentuh di dalam hatinya. Sebetulnya, ada satu hal yang mengganjal pikirannya, Tristan nampak lebih baik hari ini.

Wanita itu meneguk setengah gelas anggur dengan cepat dan langsung berkata, "Mas, apakah ini pertemuan terakhir kita?"

Suasana menjadi sepi. Musik klasik yang dimainkan di restoran ini tidak membantu apa-apa, dan waktu seakan-akan membeku beberapa detik.

Pria itu perlahan berkata, "Aku akan pergi dari kota ini."
"Aku mencoba membuat malam ini menjadi spesial sebelum kita berpisah selamanya, tapi kamu sudah menyadarinya sendiri ya? Kamu memang.. Kita berdua sehati."

Perkataannya kali ini terasa lebih jujur, namun dingin. Niksi seakan-akan sudah menduga jawaban itu, wajahnya membeku tanpa tahu harus berbuat apa.

"Niksi, maaf. Aku akan pindah rumah bersama istri dan anak-anakku di kota lain, aku tidak bisa meninggalkan tanggung jawabku. Jagalah dirimu baik-baik."

Wanita itu hanya mengangguk dan mengiyakan dengan pelan. Tangannya yang penuh perhiasan masih memegang garpu dan makan seperti biasa. Makan malam berlanjut dengan sangat sunyi. Bagaimanapun Tristan mencoba, suasana meja mereka tetaplah kelam. Memangnya apa yang diharapkan dari sebuah perpisahan? Kata-kata semangat tetap mengandung kesedihan di baliknya.

Hujan perlahan turun mengiringi momen terakhir mereka bersama. Seberapa berisiknya suara rintikan air, Tristan masih terfokus ke Niksi sambil merasa bersalah.

Malam yang diawali dengan riang gembira diakhiri dengan perasaan tidak enak bercampur kesedihan. Niksi berjalan sendiri, menolak untuk diantar pulang. Ia hanya terdiam, mengeluarkan payung berwarna cerah. Payung bergambar wajah smile yang pernah mereka pakai bersama, kini menjadi pemandangan yang mengakhiri pertemuan mereka. Tristan hanya bisa melihat wajah kuning cerah itu menjauh secara perlahan, diiringi suara hujan.





Beberapa jam berlalu, Tristan duduk melihat isi ponselnya di depan hotel, masih ditemani oleh hujan. Apakah ia menyesal?

Ia mengecek isi galerinya, melihat banyak folder wanita-wanita yang pernah ia pacari atau bahkan masih ia pacari. Ia melakukan beberapa scroll dan ditemukanlah folder Niksi di paling bawah. Dalam satu kali sentuh, jarinya membuka memori yang telah lama mereka bentuk.

Di tengah itu semua, suara hujan tiba-tiba menghilang, "CIIIIIT....." "DUUAARRR!!!!"

Tristan menengok ke kanannya, asal suara yang jelas ia rasakan. Matanya melihat semuanya dengan jelas. Payung kuning yang tidak asing baginya, terbang diikuti cairan merah yang muncul di balik mobil kecelakaan.

Hingga di saat terakhir, wanita itu tidak benar-benar pergi. Ia hanya terdiam, melihat pria kesayangannya dari jarak jauh, mengabaikan keselamatannya sendiri. Ia sadar, ia hanya wanita murahan yang tidak pantas berharap. Tidak ada yang bisa diubah.

Di saat-saat terakhirnya, ia melihat Tristan berlari menerjang air hujan. Tangan pria itu langsung menghangatkan badan Niksi yang dingin. Sama saja, mati tidak mati, wanita itu tak akan pernah melihat Tristan lagi.

Di saat-saat terakhir, Tristan berteriak, "Maafkan aku.. Maafkan aku yang sudah mempermainkanmu. Aku sangat menyayangimu, cinta pertamaku. Sejak kita bertemu, engkau membantu hidupku, lama-lama aku bisa tumbuh seperti ini itu juga karenamu. Tolong jangan pergi!!!"

Dalam pikirannya, Niksi hanya melihat dan mendengar samar-samar. Ia tak bisa membalas apa-apa. Ia bahagia bisa mengenal pria itu. Orang-orang datang kebingungan, tak tahu apa tahu Tristan bicarakan.

Interaksi mereka berakhir selamanya dengan Tristan yang berbisik, "Engkaulah, istri pertamaku."





Bulan semakin menguasai langit, hujan pun tunduk dan pergi. Bekas kecelakaan itu masih dikerubungi polisi, sementara Tristan masih duduk di depan hotel.

Satu mobil mewah datang di hadapannya, dan seorang wanita di dalamnya berkata, "Apa kamu sudah siap?"

Tristan berdiri, lalu masuk ke mobil itu. Sang wanita pun lanjut berkata, "Apakah betul tidak papa kita pergi dari kota ini? Kau yakin mau meninggalkan istri dan anakmu?"

"Istri dan anakku, baru saja tertabrak mobil," jawab pria itu lemas.

"Hah?" Dalam sekali tengok, wanita itu sadar, "Dia tertabrak di sana ya?"

"Iya. Sayangku... sekarang mari kita mulai hidup baru yang jauh dari sini. Engkaulah yang paling berharga bagiku, tak ada yang lain lagi."

Setetes air mata mengalir di pipi wanita itu, lalu ia berbisik, "Mari, Sayangku."

Mobil itu mulai berjalan, melewati bekas kecelakaan, melewati batas kota. Malam yang panjang akhirnya berakhir, bagitu pula kehidupan Tristan yang lama.
azhuramasdaAvatar border
bukhoriganAvatar border
leehoneyAvatar border
leehoney dan 2 lainnya memberi reputasi
3
277
4
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan