mabdulkarimAvatar border
TS
mabdulkarim
Komite HAM PBB Soroti Isu Pembunuhan di Luar Hukum di Papua


Mahasiswa papua memegang poster bergambar penyiksaan oleh oknum TNI terhadap warga Papua mengikuti Aksi Kamisan 811 di seberang Istana Negara, Jakarta, Kamis 28 Maret 2024. Dalam aksinya mahasiswa Papua mengecam penyiksaan yang dilakukan TNI kepada warga Papua yang belakangan menajdi sorotan publik karena videonya tersebar di media sosial. Mereka menuntut pelaku dipecat dan dihukum sesuai perbuatannya. TEMPO/Subekti.

TEMPO.CO, Jakarta -Komite Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa atau Komite HAM PBB (OHCHR) menyoroti pola pembunuhan di luar hukum terhadap orang Papua sebagai salah satu bentuk pelanggaran HAM di Indonesia.

Hal ini diungkapkan oleh Komite dalam konferensi pers usai sesi pemeriksaan pada Kamis, 28 Maret 2024.

OHCHR memublikasikan temuannya mengenai pelanggaran HAM di Chile, Guyana, Indonesia, Namibia, Serbia, Somalia, dan Kerajaan Inggris Raya dan Irlandia Utara setelah memeriksa tujuh negara tersebut pada sesi terbarunya.

Temuan itu memuat kekhawatiran dan rekomendasi mengenai penerapan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) bagi para negara pihak.

Anggota OHCHR Carlos Gómez Martinez memulai pembacaan temuan untuk Indonesia dengan menyampaikan keprihatinan atas pola pembunuhan di luar hukum atau extrajudicial killing terhadap orang Papua.


Martinez mengatakan OHCHR menyambut baik putusan Mahkamah Agung pada 2023 yang menolak kasasi lima bekas prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) selaku terdakwa dalam kasus mutilasi empat orang Papua di Timika.

“Namun kami prihatin dengan banyaknya laporan pembunuhan di luar proses hukum, yang melibatkan masyarakat adat di Papua, yang belum diselidiki meskipun negara pihak telah berkomitmen untuk melakukan hal tersebut,” katanya.

Komite tersebut kemudian membahas kasus dugaan pembunuhan di luar hukum di Paniai pada 7 Desember 2014.

Terdakwa dugaan pelanggaran HAM dalam kasus itu, Mayor Infanteri (Purn.) Isak Sattu, dijatuhkan vonis bebas oleh Pengadilan HAM pada 2022. Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan bahwa unsur pelanggaran HAM di Paniai tidak terpenuhi.

Peristiwa Paniai diawali dengan terjadinya pertengkaran antara TNI dan warga sipil. Setelah itu, anggota Komando Rayon Militer (Koramil) melakukan penembakan ke arah massa, kemudian mengejar dan melakukan penikaman dengan sangkur.

Empat warga sipil bernama Alpius Youw, Alpius Gobay, Yulian Yeimo dan Simon Degei tewas, sementara 17 orang lainnya terluka.

“Komite menyayangkan bahwa setelah Isak Sattu dibebaskan pada 2022, masih terdapat kekurangan informasi mengenai dakwaan yang diajukan terhadap perwira militer lainnya yang ikut serta dalam laporan pembunuhan di luar proses hukum terhadap empat anak Papua di Paniai pada 2014,” kata Martinez.

OHCHR mengatakan mereka juga membahas insiden penganiayaan terbaru oleh TNI terhadap warga sipil Papua yang diduga anggota Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM).

Video penganiayaan seorang warga Papua beredar di media sosial bulan ini, dan Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen Nugraha Gumilar membenarkan bahwa pelakunya adalah anggota TNI.

Ia mengatakan, warga diduga anggota TPNPB-OPM itu bernama Definus Kogoya. Kejadian penganiayaan dilakukan di Pos Gome di wilayah Kabupaten Puncak Papua.

“Ya, itu sudah dibahas,” kata Martinez saat konferensi pers, menjawab pertanyaan wartawan. Ia mengulangi ucapan di awal bahwa OHCHR menyambut baik putusan Mahkamah Agung pada 2023 dalam kasus pembunuhan berencana dan mutilasi di Timika.

“Meski demikian, kami berpendapat bahwa situasinya tidak baik, dan inilah salah satu alasan mengapa kami merekomendasikan negara pihak untuk mengikuti perjuangan melawan impunitas. Sehingga dalam waktu tiga tahun kita akan melihat apakah sudah dilakukan sesuatu di bidang ini,” ujarnya.
https://dunia.tempo.co/read/1850916/...hukum-di-papua



TNI Ungkap Peran 13 Oknum Prajurit Tersangka Penganiayaan Anggota KKB

Foto: Kapuspen Mabes TNI, Mayjen TNI Nugraha Gumilar (Fadil/detikcom)
Jakarta - TNI menahan 13 oknum prajurit TNI AD yang melakukan penganiayaan terhadap anggota KKB di Papua, Devinus Kogoya. Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Mabes TNI, Mayjen TNI Nugraha Gumilar, mengatakan tidak semua oknum prajurit itu menganiaya, ada yang merekam video penganiayaan dan juga menganiaya.
"Nggak (semua menganiaya), itu ada yang ngirim video, ada yang ngerekam," kata Mayjen Nugraha di Apron Lanud Halim, Jakarta Timur, Jumat (29/3/2024).

Dia mengatakan terhadap 13 oknum prajurit TNI tersebut pun diterapkan berbeda sesuai kesalahannya. Dia menekankan pihaknya tetap mengutamakan asas praduga tidak bersalah dalam mengambil langkah hukum.


"Dilihat hukumnya, kan itu ada yang mukul, ada yang merekam, itu kan tingkat kesalahannya beda. Ya sesuai dengan tingkat kesalahannya mba. kita atas praduga tak bersalah, kita akan lihat. Kita pun ingin juga melindungi hak-hak mereka, tidak serta merta menyalahkan," ungkap Nugraha.

Dia juga menyampaikan sejauh ini pihak TNI masih terus melakukan pendalaman.

"Belum (pelimpahan), kan masih didalami terus nanti baru ada pelimpahan, nanti kan kita sampaikan," ujarnya.

Sebelumnya, sebanyak 13 oknum prajurit TNI AD telah ditetapkan sebagai tersangka penganiayaan Devinus Kogoya, anggota KKB di Papua. Para tersangka ditahan di rumah tahanan (rutan) Pomdam Siliwangi.

"Iya, statusnya sudah tersangka," kata Kadispenad Brigjen Kristomei Sianturi saat dimintai konfirmasi, Selasa (26/3).

Polisi Militer TNI telah memeriksa 42 orang terkait dugaan penganiayaan yang terjadi di Pos Gome, Puncak, Papua Tengah, pada Februari lalu.

Kepala Staf AD (KSAD) Jenderal Maruli Simanjuntak memerintahkan Polisi Militer AD (Pomad) mengusut kasus penganiayaan anggota KKB di Papua. Pomad akan dibantu Pomdam Siliwangi dalam mengusut kasus tersebut.

Dia menjelaskan penganiayaan terjadi karena anggota KKB, Devinus Kogoya, diduga akan membakar puskesmas di Kabupaten Puncak, Papua Tengah.

"Dari permasalahan ini adalah kenapa Devinus Kogoya dianiaya atau dilakukan kekerasan kepada dirinya adalah bahwa Devinus Kogoya itu tertangkap pasca-patroli aparat keamanan TNI-Polri karena ada informasi dari masyarakat akan ada yang membakar Puskesmas Omukia, Kabupaten Puncak. Kemudian, terjadilah tindakan kekerasan ini," ujar Brigjen Kristomei, Senin (25/3).

Dia menyatakan pihak TNI menyayangkan kekerasan yang terjadi. Dia menegaskan penganiayaan tersebut merupakan pelanggaran hukum.


https://news.detik.com/berita/d-7267...n-anggota-kkb.

Kejahatan kemanusian yang dilakukan TNI disorot PBB..
irihatixAvatar border
maniacok99Avatar border
maniacok99 dan irihatix memberi reputasi
0
233
12
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan