
Suatu hari guru Sd ku memberi sebuah tugas yang aneh. Dia meminta kami menulis surat untuk dikirim ke orang-orang yang berada jauh di sana. Dengan kata lain, beliau ingin kami memiliki sahabat pena. Sebenarnya aku menganggap itu tugas yang melelahkan dan tak ada gunanya, tapi ternyata tugas Bahasa Indonesia itu telah memberiku seorang sahabat seumur hidup.
***
Quote:
Dear Jui,
Hari ini aku mendapat masalah lagi di sekolah. Aku sudah mengikuti saranmu untuk jauh-jauh darinya, tapi entah kenapa Tio terus saja menggangguku. Dia memang jahil, tapi kenapa harus selalu aku yang jadi korban kejahilannya?
Lama-kelamaan aku jadi tidak suka dengan laki-laki. Mereka berisik dan bau. Ayahku dulu juga begitu, makanya aku tidak menyukainya.
Ahh, menulis tentang itu saja membuatku kesal.
Ibuku masih seperti biasa, sibuk bekerja sampai malam. Aku tidak membencinya, bagiku dia ibu yang hebat, tapi aku benar-benar berharap bisa punya sedikit lebih banyak waktu bersamanya. Nenek mencoba sebisa mungkin mengurusku, tapi rasanya tetap saja berbeda.
Aku berharap hidup akan jadi lebih baik ke depannya. Setelah aku lulus Smp aku akan mencoba masuk Sma swasta terkenal dengan beasiswa. Tak pernah ada ruginya punya uang ekstra.
Meskipun aku sudah Sma kita masih akan berkirim surat kan?
Salam sayang,
~Nila.
Surat itu kulipat dan kumasukkan ke amplop lalu menempelkan prangko pada salah satu sisinya. Besok aku akan menaruhnya di kantor pos sebelum berangkat sekolah.
Tiga tahun telah berlalu sejak aku mendapat balasan surat dari Jui dan sejak saat itu kami tak pernah berhenti membalas surat. Terkadang aku menulis sampai beberapa halaman, terkadang juga cuma satu atau dua paragraf. Meski begitu Jui selalu menulis balik dan memberi saran untuk semua keluhanku.
Setiap kali aku ada masalah, setiap kali aku butuh saran, setiap kali ada hal yang tak bisa kuceritakan pada orang lain, aku selalu menulisnya pada Jui. Bahkan dibandingkan ibu, aku merasa lebih akrab dengan Jui.
***
Quote:
Dear Nila,
Tio masih mengganggumu? Hmm … kenapa ya? Mungkin dia benci padamu, tapi kurasa tidak begitu. Mungkin (mungkin lo) dia sebenarnya suka padamu.
Saat masih sekolah dulu aku sering menjahili gadis yang kusuka karena aku ingin mendapat perhatian darinya. Mungkin Tio juga begitu. Dia terlalu malu mengungkapkan perasaannya jadi dia menggunakan cara itu.
Sesekali coba tersenyum padanya dan buat dia salah tingkah, itu akan menghangatkan hubungan kalian. Dan tolong jangan membenci laki-laki, tidak semua dari kami seperti itu.
Aku yakin ibumu pasti ingin menghabiskan waktu lebih banyak denganmu juga. Tak mudah menjadi single mother jadi kau harus mendukung ibumu sebisa mungkin.
Ada banyak cara untukmu mendukung ibumu meski jarang bertemu dengannya. Kau bisa menyiapkan makan malam untuknya, merapikan tempat tidurnya, atau sekedar mengecup keningnya sebelum berangkat sekolah. Aku yakin ibumu akan senang hanya dengan hal-hal kecil semacam itu.
Dan ya, tentu saja kita akan terus berkirim surat meski kau sudah Sma. Tak ada yang akan berubah. Semakin sedikit orang yang berkirim kabar menggunakan surat sekarang, aku bahkan mulai sulit mencari prangko, tapi yang seperti ini jauh lebih menyenangkan dibanding chat whatsapp.
Belakangan ini cuaca mulai mendingin, jangan lupa memakai jaket jika kau harus keluar malam hari. Semoga beruntung dengan beasiswamu.
Salam sayang,
~Jui.
Dari surat-suratnya aku bisa sedikit menebak seperti apa dia. Dia seorang pria yang mungkin lebih tua dariku. Dia sangat bijak, saran-sarannya biasanya berhasil. Benar katanya, saat aku menggoda Tio dia langsung memerah dan salah tingkah. Sayangnya aku sudah terlanjur membencinya.
Aku juga jadi lebih rajin mengerjakan pekerjaan rumah. Nenek bertanya apakah ada yang salah denganku, tapi kurasa dia senang dengan kebiasaan baruku ini.
Hanya ada kami bertiga di rumah jadi aku berusaha untuk membuat rumah senyaman mungkin bagi kami. Nenek sudah tua dan ibu tengah bekerja keras, aku juga harus melakukan yang terbaik. Aku yakin semua akan indah pada akhirnya.
***
Quote:
Dear Jui,
Maaf sudah lama tidak menulis padamu. Aku ….
Aku merasa rumah jadi semakin hangat. Aku bicara banyak hal dengan Ibu saat dia mendapat hari libur. Ibu mendukung apa pun keputusanku dan dia berkata dia bangga padaku. Aku senang sekali melihat Ibu tersenyum. Dia belum pernah tersenyum lagi sejak … yah, kau taulah.
Aku merasa itu menjadi titik balik kebahagiaan kami, tapi … Nenek meninggal.
Sekarang hanya ada kami berdua. Rumah jadi semakin sepi. Saat Ibu bekerja aku merasa begitu kesepian. Aku tahu aku tak boleh larut dalam kesedihan terlalu lama, tapi ternyata kesedihan tak bisa hilang secepat itu.
Sekarang aku sudah jadi siswa Sma. Aku berhasil dapat beasiswa di Sma pilihanku. Dengan ini pemasukan kami bertambah dan pengeluaran berkurang, tapi Ibu tetap bekerja sampai larut malam. Kurasa dia juga mencoba menyibukkan diri agar tidak larut dalam kesedihan.
Kehidupan sekolahku baik-baik saja, tak ada yang terlalu penting. Semua orang giat belajar karena tak ingin tertinggal jadi tak banyak hal menarik yang bisa kuceritakan. Aku harap kami bisa segera melupakan duka ini dan menjalani hidup sebagaimana seharusnya.
Salam sayang,
~Nila.
***
Quote:
Dear Nila,
Aku turut berduka cita atas kehilanganmu. Kau benar, kita tak boleh bersedih terlalu lama.
Saat aku kehilangan ibuku aku sempat mengurung diri di kamar, tapi ternyata perut akan tetap lapar meskipun kita bersedih. Karena itulah aku harus keluar kamar. Dunia ini terus berputar dan kehilangan hanya satu bagian dalam hidup.
Di saat seperti ini kau harus lebih memperhatikan ibumu, jangan sampai beliau bekerja terlalu keras. Kalian hanya punya satu sama lain, pastikan untuk menjaga ikatan itu.
Dan selamat sudah jadi siswa Sma. Aku tak tahu seperti apa rasanya masuk Sma unggulan, tapi kehidupan yang menarik hanya akan terjadi kalau kau membuatnya terjadi. Belajar memang penting, tapi masa-masa muda tak akan terulang kembali.
Kalau kau merasa sanggup kenapa tak coba masuk Osis? Bukankah Osis yang mengatur segala kegiatan dalam sekolah? Kau bisa membuat kegiatan seru dan menyenangkan jika itu memang yang kau inginkan. Dengar-dengar punya prestasi seperti itu juga akan membantumu masuk universitas.
Hidup pasti akan jadi lebih baik selama kita terus berusaha. Yang terpenting adalah jangan sampai kau menyerah. Aku akan selalu menyemangatimu.
Salam sayang,
~Jui.
***
Quote:
Dear Jui,
Aku mengikuti saranmu dan bergabung dengan Osis. Kau benar, ini jauh lebih menyenangkan dari yang kukira.
Ketua Osis kami bernama Adam dan kurasa aku naksir padanya. Ini agak memalukan untuk diceritakan, tapi begitulah adanya. Dia baik dan sangat bisa diandalkan. Bukan cuma aku, ada banyak yang naksir dia. Sayangnya dia sudah punya pacar.
Kabar baik, Ibu mendapat promosi dan jam kerjanya sekarang sudah berkurang. Sekarang Ibu selalu pulang sebelum malam jadi kami bisa makan malam bersama. Dia jadi lebih banyak tersenyum. Ada sesuatu yang membuatnya bahagia. Tebakanku sih itu laki-laki. Aku pernah melihatnya tersenyum lebar saat berbalas pesan dengan seseorang.
Aneh rasanya kalau aku mendapat ayah baru di umur segini, tapi jika itu keputusan Ibu aku tak akan protes. Dia layak dapat suami yang lebih baik daripada … ahh, aku bahkan tak sudi mengakui orang itu sebagai ayahku.
Aku merasa kerja kerasku mulai terbayar dengan hal-hal baik. Aku harus banyak berterima kasih padamu. Kaulah yang selalu mendorongku untuk hidup sebaik mungkin.
Salam sayang,
~Nila.
***
Quote:
Dear Jui,
Tolong lupakan surat yang baru kukirim pagi tadi. Hari ini Ibu pulang sambil menangis. Saat kutanya kenapa dia bilang pacarnya selingkuh dengan wanita lain. Itu menjadi pukulan yang sangat berat bagi Ibu. Untuk kedua kalinya dia dikhianati oleh pria yang dia cintai.
Aku tak mengerti kenapa pria tak pernah puas dan selalu mencari wanita lain. Apa mereka tak tahu wanita juga bisa mencari pria sebanyak-banyaknya? Aku benar-benar kesal sampai-sampai ingin rasanya mengutuk sesuatu. Kalau aku bertemu pria itu di tengah jalan mungkin aku akan benar-benar menusuk matanya.
Jui, kau juga laki-laki kan? Kalau iya maka jangan pernah kau khianati wanita yang mencintaimu. Kalau kau sampai melakukan itu aku akan sangat marah.
Salam sayang,
~Nila.
***
Quote:
Dear Nila,
Aku tak tahu harus menulis apa. Sebagai seorang pria ijinkan aku meminta maaf untuk kelakuan buruk kami. Aku ingin bilang kalau tak semua pria seperti itu, tapi kurasa kau cuma akan menganggapnya alasan yang dibuat-buat.
Aku turut menyesal atas apa yang terjadi pada ibumu, tapi mungkin ada baiknya dia tahu kebenaran sebelum hubungan mereka berlanjut lebih serius. Dalam kondisi seperti itu dia harus benar-benar melepaskan semua stress untuk bisa melupakan semua beban di hatinya. Aku menyarankan untuk memukuli samsak sampai tangannya mati rasa.
Aku juga tak mengerti kenapa banyak pria yang tidak bisa setia. Pria-pria semacam itu tak akan bisa bahagia seumur hidupnya. Ini juga bisa jadi pelajaran bagimu untuk tak terlalu bergantung pada keberadaan pria. Menikah memang penting, tapi kau harus bisa menjadi pribadi yang mandiri tak peduli seperti apa cobaan yang datang.
Kau pasti merasa kesal dengan semua cobaan ini. Bagaimana kalau kau ambil foto ayahmu dan tusuk sebanyak mungkin sampai stressmu hilang? Tak ada gunanya memendam kebencian, kau harus membuangnya. Percayalah, orang-orang seperti mereka sama sekali tidak layak dipikirkan.
Salam sayang,
~Jui.
***
Tanpa terasa aku sudah hampir lulus Sma. Setelah melalui naik dan turun aku akhirnya mencapai akhir kehidupan sekolah wajib. Sesuai rencana aku akan melanjut ke universitas. Statusku sebagai anggota Osis ternyata membuatku unggul dibanding teman-temanku yang lain sehingga aku diterima ke universitas pilihanku.
Ibu mendukung keputusanku. Setelah kejadian itu dia perlahan mulai pulih dan kembali tersenyum. Sekarang kami punya samsak tinju di rumah. Setiap kali Ibu merasa kesal dia akan melampiaskan emosinya ke samsak itu. Dia tak lagi menyinggung tentang hubungan barunya, tapi kurasa dia jauh lebih baik seperti ini.
Semua berjalan baik. Satu-satunya yang kukeluhkan hanyalah Jui yang mulai lamban merespon suratku. Dulu kami bisa bertukar dua surat dalam seminggu, tapi sekarang dua bulan bisa berlalu tanpa jawaban apa pun. Aku ingin percaya kalau dia sibuk dengan kehidupannya, tapi entah kenapa aku merasakan sesuatu yang tidak enak.
Surat Jui datang tepat di hari kelulusanku. Rasanya seperti hadiah. Mungkin dia memang berniat memberikannya di hari ini.
Quote:
Dear Nila,
Selamat untuk kelulusanmu. Ada banyak yang ingin kutulis, tapi kurasa kau tak butuh saran apa-apa lagi.
Maaf karena lama membalas suratmu. Baru-baru ini aku terlibat kecelakaan yang cukup serius, tapi jangan khawatir, aku sudah jauh lebih baik sekarang. Begini-begini aku punya tubuh yang kuat. Hanya dari tubuh yang kuatlah hati yang kuat bisa didapat.
Tapi sekarang kau sudah lulus ya? Tak lama lagi kau akan masuk universitas dan merantau ke kota besar. Aku ingin tetap menulis padamu, tapi kurasa ini adalah titik percabangan jalan bagi kita berdua. Kau akan jadi mahasiswa dan aku akan pergi mengelilingi dunia.
Aku sudah lama ingin keliling dunia dan akhirnya punya kesempatan untuk melakukannya. Aku tak yakin apakah orang-orang di sana masih berkirim surat, mungkin prangko sudah jadi barang antik. Kalaupun bisa, mengirim surat dari luar negeri juga pasti sangat mahal.
Tidak, jangan menangis. Seperti yang pernah kubilang, kehilangan hanyalah satu bagian dari kehidupan. Ini tidak berarti aku mati. Aku hanya pergi untuk memperluas duniaku. Suatu saat aku pasti akan kembali.
Begini saja, suatu saat nanti aku akan mengirimimu surat tentang seluruh perjalananku. Aku tak tahu berapa tahun yang kubutuhkan, tapi aku pasti akan mengirim surat untukmu lagi. Maaf karena harus mengakhirinya seperti ini, tapi aku yakin kau pasti akan baik-baik saja. Kau adalah sahabatku yang kuat dan apa pun masalah di masa depan aku yakin kau bisa menanganinya.
Karena itulah, kumohon tunggu aku. Kisah-kisahku pasti akan membuatmu terpana.
Salam sayang,
~Jui.
Tanpa sadar air mataku menetes dan membasahi surat tersebut. Sedih, tapi bukan duka. Aku senang Jui memilih melakukan apa yang dia inginkan. Dia selalu ada untukku, tapi dia juga yang mengajariku bahwa tak ada hal yang bertahan selamanya.
Duka akan menghilang, kekesalan akan pudar, tapi aku tahu persahabatan kami akan abadi. Aku tak tahu wajahnya, aku tak tahu siapa dia, tapi aku yakin dia pasti akan mengirimiku surat lagi.
Selamat jalan, Sahabat. Aku akan selalu menunggumu.
***