dzaki999925Avatar border
TS
dzaki999925
Lahirnya Sang Hamba Iblis Part 6
Konten Sensitif



Lahirnya Sang Hamba Iblis

Part 6. Nyai banowati





Aku diam tertegun, setelah sesaat masuk ke halaman rumah mewah tersebut.
Aku mendengarkan suara gamelan yang begitu lembut merambat ditelinga ku dan merasuk kedalam hatiku.
Namun disaat yang sama, aku merasakan aura mistis yang sangat kental.

Suara gamelan dan tarian itu seolah menyambut kedatangan ku ke rumah mewah ini.

Namun ada sesuatu yang membuat bulu kuduk ku meremang.
Yaitu ketika aku memperhatikan dengan seksama para penari dan penabuh gamelan itu.

Mata dan senyuman para penari itu nampak mengerikan. Mereka menari berlenggak-lenggok dengan tatapan mata datar dan kosong, tatapan matanya seperti menatap jauh kedepan dan tak fokus dengan gerakan tarian mereka sendiri.
Dan dari bibirnya tersungging senyum yang lebar.

Awalnya ku kira mereka menggunakan topeng, tapi ternyata itu raut wajah asli mereka.

Para penabuh gamelan juga sama. Tatapan mereka juga kosong dengan senyuman yang lebar hingga nyaris menyentuh ke telinga.
Dan kepala-kepala mereka menggeleng pelan seirama dengan nada yang mereka main kan.

Dan yang paling membuatku ketakutan adalah, ada beberapa orang sinden, sedang duduk bernyanyi dengan tatapan mata datar dan kosong, tidak-tidak, kali ini bukan tatapan matanya yang datar dan kosong, tapi mata mereka benar-benar kosong, hanya tersisa rongga mata yang menganga tanpa keberadaan bola mata.
Rongga mata itu hanya seperti lobang menganga yang nampak gelap dan mengerikan.

Serta dari mulut-mulut mereka mengeluarkan suara aneh, bukan nyanyian layaknya sinden pada umumnya, tapi yang keluar dari mulut mereka hanya suara dengungan aneh, mirip suara lebah, dan masing-masing dari mereka mengeluarkan suara dengungan yang berbeda, ada yang bernada tinggi dan ada yang mengeluarkan dengungan dengan nada rendah.

Suara itu sangat mengerikan, semakin ku dengarkan, suara itu seperti menyayat-nyayat telinga dan hatiku.

Rasanya aku ingin bunuh diri ketika mendengarkan suara itu. Seperti sebuah suara yang mendorong seseorang untuk mati.

Tanpa kusadari aku makin terbius suara itu, lalu dengan segera pria yang menjemputku tadi langsung menutup telingaku dan meniup ubun-ubun ku.

“Hati-hati Nduk, itu langgam penghantar kematian, mendengarkan langgam itu bisa membuat seseorang terhanyut dan ingin mati. Apalagi orang yang sedang banyak masalah kayak kamu” ucap pria itu mengingatkan ku.

“Langgam penghantar kematian?? Kalau itu sangat berbahaya, kenapa kalian mengijinkan mereka terus-terusan bernyanyi dan menari ditempat ini?” Tanya ku penasaran.

“Itu salah satu penjagaan ditempat ini, langgam itu tak berpengaruh buat kami, hanya berpengaruh buat manusia, kalau mereka mendengar langgam ini sendirian maka, mereka akan merasa ingin bunuh diri, kalau mendengarkan secara bersama atau berkelompok, maka mereka akan saling membunuh”

“Ayo kita masuk ke rumah nyai, soalnya nyai sudah menunggu kamu, dan tak baik juga untukmu terlalu lama disini.” ucapnya mengakiri obrolan kami.

Aku sebenarnya ingin bertanya dimana kah aku sekarang berada, aku makin yakin kalau ini bukanlah alam manusia. Apalagi dengan banyaknya keanehan di depan mataku.

Setelah tak lama berjalan, akhirnya kami tiba di depan dua daun pintu besar. Pintu itu sangat besar dengan di hiasi ornamen ukiran.

Ukiran itu berbentuk ular besar yang melingkar tepat ditengah kedua pintu. Sehingga dengan adanya ukiran ular tersebut, kedua pintu itu tampak menyatu.

Pria itu dengan tenang berjalan hingga sangat dekat dengan pintu tersebut. Dia diam sejenak, lalu bibirnya seperti mengucapkan mantra-mantra yang tak kupahami.

Tiba-tiba mata ukiran ular itu menyala kemerahan, tampak juga lidah nya menjulur-julur. Dan tak lama kemudian ular itu bergerak layaknya ular yang hidup, ular itu menjulur kan tubuhnya dan menuju kearah si pria, pria itu masih sangat tenang menghadapi ular besar yang mendekatinya. Ular itu menatap sekilas ke arahnya, mengamatinya secara seksama dengan mata merah menyala yang tampak menakutkan.

lalu kini ular itu mengarah kearahku,

Kepala ular itu makin dekat ke wajahku, aku takut bukan kepalang, aku merasakan dengusan nafasnya, dan lidahnya menjulur-julur hampir mengenai wajahku, aku memalingkan wajah seraya merasakan kengerian yang luar biasa. Dari dekat bisa kulihat taring ular itu tampak tajam, dengan air liur yang makin menambah kengeriannya.

Ular itu mengamati ku sejenak, kemudian pergi dan naik keatas pintu itu dan melingkar disana, setelah itu, ular tersebut kembali menjadi ukiran lagi. Sehingga ukiran ular yang tadinya berada di tengah pintu kini bergeser diatas pintu tepatnya di tembok rumah mewah tersebut.

Dengan segera pintu itupun terbuka, dan tampak lah ruangan yang sangat besar.
Nampak banyak kursi-kursi tertata dengan rapi diruangan itu.

Sepanjang ruangan itu juga terdapat ukiran-ukiran yang indah. Sudah sangat jelas bahwa rumah ini adalah milik orang yang sangat kaya.

Dan mataku langsung tertuju ke tengah ruangan tersebut, dimana disana terletak sebuah meja besar yang penuh dengan makanan.

Pria yang menjemputku tadi menyuruhku untuk masuk kedalam sendirian, dan dia bilang akan tetap berjaga di luar pintu.

Akupun segera berjalan masuk. Kurasakan lantai rumah itu begitu bersih dan lembut, tak seperti lantai tanah di rumahku.

Telapak kaki ku terasa dingin saat menyentuh permukaan lantai itu.

Aku langsung berjalan mendekat ke arah meja yang penuh makanan itu.

Perutku pun langsung memberontak, minta di isi makanan.

Kulihat banyak sekali buah, daging dan banyak masakan yang tak ku ketahui di meja itu.

Tak lama kemudian datanglah dua orang gadis cantik menyapaku.

“Ayo silakan dinikmati hidangan nya. “ kata mereka dengan lembut kepadaku.

Tapi aku mencoba menahan diri, karena aku mendengar cerita-cerita dari banyak orang, bahwasanya jika kita memakan makanan dari alam ghoib maka, kita tak akan bisa kembali.

Jadi aku mencoba untuk menahan diri, meskipun aku sudah sangat kelaparan.

“Emm… saya sudah kenyang, apakah saya bisa langsung ketemu nyai saja, biar saya bisa langsung memijat beliau” ucapku kepada mereka.

“Oh, begitu, baiklah tak apa, ayo ikut kami” kata salah satu dari mereka.

Aku mengikuti keduanya masuk lebih dalam lagi kerumah besar itu. Rumah itu sangat besar dan terang, sepertinya matahari bersinar di dalam rumah ini karena memang begitu terang.

Aku pun diajak oleh keduanya menuju sebuah kamar yang sangat besar.

Ketika aku memasuki kamar itu, aku langsung disambut dengan bau wangi yang menusuk hidungku.
Wangi sekali hingga aku seperti terbuai dan melayang ke langit ketika merasakan bau yang begitu wangi tersebut.

Aku berdiri sejenak di depan pintu kamar yang telah terbuka. Terlihat dua gadis itu masuk terlebih dahulu dan tampak berbicara dengan seseorang yang berada di ranjang yang terlindung serambu dari kain tipis berwarna hijau muda.

Tak lama kemudian salah satu dari gadis itu menyuruhku mendekat kearah orang yang ada didalam ranjang tersebut.

Ketika aku semakin mendekat ke ranjang itu, aku melihat seorang wanita yang sangat cantik berbaring di ranjang. Tubuhnya hanya berbalut kain tipis dan berposisi miring dengan kepalanya bertumpu di tangan nya.

“Kesini Nduk, gak usah malu-malu. Aku nyai Banowati. Aku sangat ingin dipijit oleh mu. Kamu itu keturunan ku yang sangat kucintai. Sini Nduk, gak usah takut, gak usah malu” ucapnya dengan lembut.

Hah keturunan, apa maksudnya. Aku makin tak paham dengan semua ini.

Aku sempat ragu-ragu, namun kini aku mulai berjalan pelan-pelan menuju ke arah nyai Banowati.

Ketika aku berdiri di depan nya, dia memandangku sejenak, lalu tangan nya membelai rambutku perlahan, dan kurasakan telapak tangan nya begitu lembut ketika menyentuh rambutku.

“Cah Ayu-Ayu kayak gini, kok hidupnya sengsara, tenang aja Nduk, setelah ini kamu akan jadi perempuan paling kuat seantero Sido Mulyo, atau bahkan bisa jadi wanita terkuat se Jawa timur” ucapnya sambil tersenyum sangat manis kepadaku.

Aku tak paham maksudnya, aku hanya membalas senyumnya dan masih bingung dengan semua ini.

Kemudian dia berposisi siap dipijat olehku.
Dengan ragu-ragu dan perlahan tangan ku mulai mendekati punggung nya.

Ketika telapak tangan ku menyentuh kulit pungunggnya, kurasakan punggung itu begitu lembut. Sangat jauh jika dibandingkan punggung para buruh tani atau kuli yang sering kupijat.

Tak banyak obrolan diantara kami, dan kulihat nyai Banowati tampak menikmati pijatan ku.

Beberapa lama kemudian pijatan ku selesai, aku langsung berdiri dan menundukkan kepala di samping ranjang nya.

“Enak sekali pijatan mu Nduk. Aku tahu kamu bingung, dan mungkin takut. Tapi aku sebenarnya tiap hari mengawasi mu. Aku juga tahu kamu disakiti keturunan Abdiprawiro itu. Karena aku dulu juga sama Nduk, aku korban dari keturunan Abdiprawiro. Jadi lewat kamu, aku ingin membalaskan dendam kita, trah keluarga kita selalu disakiti oleh trah Abdiprawiro. “ ucapnya menggebu kepadaku.

Aku terkejut dengan ucapan nya. Apakah benar semua kata-katanya? Kalau benar, berarti rasa sakit yang ku alami, juga pernah dialami para pendahulu ku dulu?

“Mohon maaf nyai, tapi dengan segala kekuatan dan kekuasaan yang nyai miliki, bukan kah nyai bisa dengan mudah membalaskan dendam nyai?” Tanyaku penasaran kepadanya.

Nyai Banowati tersenyum sejenak mendengar pertanyaan ku.

“Nduk… sepatutnya yang hiduplah yang membalaskan dendam kepada yang masih hidup. Keturunan Abdiprawiro yang sudah mati, sudah aku siksa di alam ku, mereka akan selalu menjadi abdi ku dan bekerja untuk ku, hingga akhir jaman” ucapnya menjawab pertanyaan ku.

“Jadi aku harap, kamu bisa melanjutkan dendam kita Nduk, kamu tak usah khawatir dengan kekuatan, karena aku yang akan selalu menjagamu. Yang kuingin, kamu hanya bersumpah setia kepadaku.” Ucapnya sambil menatapku dalam-dalam.

Aku sempat ragu, apakah yang kulakukan ini benar, namun jika kuingat lagi bagaimana Harsono menghancurkan ku dan keluarga ku, maka ini kesempatan ku.

Akupun mengangguk pelan.

Diapun tersenyum, sambil memberi perintah kepada salah satu gadis yang ada di dekatnya.

Tak lama kemudian gadis itu membawa sebuah kotak kayu kecil.
Kotak kayu itu diserahkan kepada nyai Banowati.
tak lama kemudian nyai Banowati membuka kotak itu.

“Kemarikan tangan mu Nduk” perintahnya kepadaku.

Ku julurkan pelan-pelan tangan ku ke arah nyai Banowati. Kemudian dia mengambil benda di dalam kotak itu. Ternyata benda itu adalah sebuah cincin.

“Cincin ini adalah tanda ikatan kita. Lewat cincin ini juga kamu nantinya akan bisa berhubungan dengan ku kapan pun kau mau. Cincin ini juga akan menjadikan mu wanita yang sangat menarik dimata banyak orang, semua orang yang selama ini meremehkan mu, mulai sekarang akan menghormatimu. “ jelasnya kepadaku.

Akupun mengamati cincin yang kini melingkar di jari manis ku. Cincin ini sangat indah, dengan mata berlian berwarna hijau. Dan perlahan aku mulai menyukainya. Cincin ini seperti mempunyai daya tarik yang besar, dan kini seolah melekat di kulit ku, dan aku merasa sesuatu hal buruk akan terjadi jika aku melepaskan nya.

“Satu lagi Nduk, biarkan aku yang merawat si Sarmito. Biarkan dia hidup senang di istanaku ini.
Aku akan menjadikan nya pangeran disini.” Ucapnya kepadaku.

“Emm apakah tak merepotkan nyai?” Tanyaku polos.

“Tak apa Nduk, itu sudah kewajiban ku menjaga keturunanku. Biarkan aku menjemputnya nanti setelah kau pulang kerumahmu.”

“Dan nanti jika kamu sampai di kediaman mu, kamu lihatlah sesuatu di bawah tikar pandan mu. Gunakan itu untuk membuat usaha, usaha apa saja boleh, nanti aku yang mengaturnya agar usahamu sukses besar Nduk” ucapnya sembari tersenyum.

Aku sangat gembira, aku berkali-kali bersujud kepadanya. Dan berkali-kali mengucapkan terima kasih.

Lalu akupun di ijinkan pulang, kedua gadis itupun mengantarku berjalan keluar kamar itu.

Hingga tak lama kemudian aku tiba di depan pintu besar di depan rumah.

Tampak pria yang tadi menjemputku mendekat ke arahku.

“Sri kamu langsung jalan saja, mengikuti jalan yang kita lewatin tadi. Dan inget, kamu jangan tengok ke belakang, udah jalan terus aja kedepan hingga sampai di obor terakhir. Kamu ngerti kan” perintahnya kepadaku.

Akupun mengangguk tanda mengerti kepadanya .

Lalu akupun mulai berjalan keluar rumah besar itu. Memang rumah ini begitu besar bak istana. Sehingga mungkin sarmito akan nyaman tinggal disini. Meskipun sebagian hati ku masih ragu dan bingung.

Akupun kini tiba di halaman rumah besar itu. Para sinden, penari dan penabuh gamelan tak terlihat melakukan aktivitasnya. Namun, kini mereka duduk berjajar, dan mengucapkan kata yang berulang-ulang.

“Nambah nyowo neh, nambah nyowo neh” (nambah nyawa lagi,nambah nyawa lagi) ucap mereka bersama dan berulang-ulang.
Dan masih dengan tatapan mata datar dan kosong dengan senyuman lebar.

Aku tak paham maksud ucapan mereka, akupun makin bergidik dan segera lari meninggalkan tempat itu.

Sampai di depan pagar rumah besar itu, aku ingat kata-kata pria tadi, bahwa aku dilarang menoleh kebelakang.

Aku menundukkan kepala dan mulai berjalan cepat. Namun, aku sangat penasaran, aku ingin mengetahui apa yang terjadi ketika aku menoleh kebelakang.

Meskipun ragu, aku mengabaikan perintah pria tadi.
Pelan-pelan kutolehkan kepalaku kebelakang.

Dan seketika aku terkejut bukan kepalang.
Kini rumah besar yang terang tadi berubah menjadi rumah tua yang gelap dan hanya ada cahaya obor yang temaram.

Dan yang paling mengerikan, pagar bambu di depan rumah yang tadi nampak indah, kini berubah menjadi pagar manusia. Ya, pagar itu berubah menjadi manusia-manusia yang di jajarkan dengan rapi, dengan tubuh mereka ditusuk dengan tombak layaknya sate. Mereka ditusuk dari mulai lubang bawah hingga tembus ke mulut.

Semua orang itu telanjang, baik laki-laki maupun perempuan. Semuanya ditusuk dan banyak yang mengeluarkan darah lewat mulut mereka, bahkan ada yang ususnya juga keluar dari mulut mereka.

Aku bergidik ngeri dan tak percaya dengan yang ku lihat. Aku kini sangat menyesal kenapa aku tak mengikuti perintah pria itu.

Aku segera berbalik arah, dan ingin segera pergi dari tempat itu.

Ketika aku berbalik, kini aku melihat hal yang tak kalah mengerikan. Kini jalan yang penuh obor dan di batasi oleh pagar bambu tiap sisinya, berubah menjadi jalan yang memang masih diterangi obor, tapi pagar bambunya berubah menjadi manusia, manusia yang seperti kulihat di pagar rumah tadi saat aku berbalik badan. Manusia itu berbaris, layaknya sate di kedua sisi jalan itu. Dengan ditusuk dari lubang bawah hingga tembus ke mulut.
Aku terkejut hingga tak bisa berkata-kata.

Kini akupun ketakutan untuk berjalan melalui jalan itu. Padahal itulah jalan satu-satunya.

Siapakah para manusia ini?? Ini pemandangan yang paling mengerikan yang pernah kulihat.

Tiba-tiba.

“Nduk, tolong…tolong aku. ..” ucap salah satu manusia itu dengan suara yang mirip orang berkumur, karena di mulutnya sudah penuh darah, dan tombak yang menancap dari lubang bawah hingga tembus ke mulut itu membuatnya susah berbicara.


















regmekujoAvatar border
bukhoriganAvatar border
motherparker699Avatar border
motherparker699 dan 4 lainnya memberi reputasi
5
668
6
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan