dzaki999925Avatar border
TS
dzaki999925
LAHIRNYA SANG HAMBA IBLIS PART 5



Lahirnya sang hamba iblis

Part 5. Rumah di ujung desa



Kami bertiga berjalan dengan lemah siang itu, meninggalkan rumah kami yang kini telah rata dengan tanah.

Aku tak tahu kemanakah kami akan menuju.
Bahkan kami tak tahu, dimana kami akan tidur malam ini.

Sepanjang kami berjalan, aku hanya melamun, ibuku juga tak nampak banyak bicara. Mungkin kejadian tadi benar-benar membuatnya terguncang. Sehingga dia pun hanya bisa terdiam larut dengan fikiran nya sendiri.

Ibuku hanya sesekali bertanya tentang sarmun yang sedari tadi tak kelihatan.
Aku pun menenangkan ibuku dengan berkata bahwa nanti aku akan mencarinya.

Beberapa kali kami bertemu dengan warga di jalan itu, dan mereka hanya menatap kami dengan kesedihan tanpa berani bertanya lebih banyak lagi. Dan yang sedikit membuatku risih, beberapa warga menatapku dengan wajah aneh.

Tiba-tiba ada suara yang ku kenali menyapa kami.

“Loh Sri, mau kemana?” Ucap suara itu yang membuyarkan lamunan ku.

“Eh, mas joko,… gak..gak tau nih mas mau kemana” ucapku lemas.

“Loh, kok gak tau, kok muka kalian sedih kayak gitu”

Tampak wajah mas Joko mengisyaratkan kekawatiran. Akupun tak langsung menjawab. Aku dan ibuku saling berpandangan. Sebenarnya terlalu malu bagi kami menceritakan kasus kami.
Apalagi jika orang-orang tahu apa yang aku lakukan, entah bagaimana mereka akan memperlakukan ku.

“Lah, kok diem aja.”

Mas joko nampak memahami perasaan kami.
Diapun mengambil nafas dalam-dalam dan mengembuskan nya sambil menggelengkan kepala.

“Yo wes lah, ayo kerumah ku saja, ini tadi istriku nyuruh aku nyabut singkong di pinggir kali sono, lumayan nih,… em… kamu belum makan kan Sri” ucap mas Joko sambil memperlihatkan seikat singkong kehadapan kami.
Akupun hanya mengangguk pelan dengan sedikit malu-malu.

Kamipun berjalan bersama menuju rumah mas Joko.


“Oalah, emang kebangetan si Sarno bapak mu itu, bisa-bisa nya punya utang sama rentenir busuk itu, aku saja gak mau urusan sama dia, mending aku gak makan daripada minjem duit ama Harsono. “ ucap mas Joko dengan ketus ketika kami menceritakan kisah kami ke mas Joko siang itu.

“Untung kamu gak diapa-apain Sri, biasanya si Harsono itu minta macem-macem ama korban nya, apalagi kalau korban nya punya anak cantik, pasti dia udah godain dengan iming-iming utang orang tua nya lunas” tambah mas Joko.

Aku yang mendengar ceritanya, langsung tersedak, singkong rebus yang aku makan seperti menyangkut ditenggorokan ku.

“Alon-alon, pelan-pelan makan nya Nduk,” ujar ibuku sambil memijat leher belakangku.

“Iya ko, untung Sri gak diapa-apain, rumah sama tanah diambil ya sudah gak papa, yang penting anak-anak ku gak disakiti” kata ibuku kepada mas Joko.

Kata- kata ibuku seperti sambaran petir di siang bolong. Darah ku seperti tak mampu naik ke otak, dan keringat dingin langsung terasa dalam tubuhku.

Aku hanya khawatir, bagaimana sedihnya ibuku kalau dia tau kehormatan ku telah direnggut Harsono.
Aku hanya berharap ibuku tak pernah tahu hal ini. Aku sangat khawatir dia akan terguncang ketika mengetahui fakta yang menyedihkan ini.

Tak lama kemudian sarmun tiba dirumah mas Joko. Dia langsung memeluk ibuku.
Tapi pandangan matanya tajam kearahku.

“Darimana kamu Mun, ibuk daritadi nanyain kamu lo” tanyaku ke Sarmun.

Sarmun tak lekas menjawab, dia masih menatapku dengan tatapan tajam dan aneh. Entah, aku tak bisa menterjemahkan apa maksud tatapan matanya.

“Lah…mbak sendiri tadi malam kemana aja, semalaman gak pulang?” Tanya nya balik kepadaku.

Deg jantung ku seperti ditusuk, semua tatapan mata mengarah kepadaku.

“Mati aku” gumamku dalam hati.

Kini nampak semua orang menunggu jawaban ku.
Ibuku tampak serius menatapku.

“Emm, aku dari… dari…rumah siti, niatnya pulang gak terlalu malem tapi malah hujan deras, jadi aku nginep disana” jawabku sekenanya.

Jawaban ku nampaknya tak membuat sarmun puas, dia ingin mengatakan ssesuatu lagi.

Tapi langsung dicegah oleh ibuku .
“Sudah,sudah.. yang penting sekarang sudah pada kumpul” ucap ibuku menengahi.


Singkatnya kami diijinkan tinggal dirumah mas Joko.

Kebetulan dibelakang rumah mas Joko, ada lahan kosong yang dulunya dipergunakan untuk kandang kambing. Namun, saat paceklik melanda, mas Joko terpaksa menjual kambing-kambing nya untuk bertahan hidup.

Bangunan kandang itu masih cukup baik, bentuknya segiempat, cukup untuk tidur kami bertiga. Meskipun beberapa bagian harus dibersihkan dan diperbaiki.


Mas Joko mengajak aku dan sarmun memperbaiki kandang kambing itu.

Kandang itu dipasang pintu sederhana dari triplek dan kayu sisa. Lantai nya dari tanah, dan diberi tikar pandan seadanya.
Yang penting sementara kami punya tempat bernaung. Karena saudara ibuku jauh dikampung sebelah. Sedangkan saudara bapak ku sudah tak peduli dengan bapak dan keluarga kami, karena bapak ku memang sosok yang sangat mereka benci. Untunglah masih ada orang baik seperti mas Joko yang dengan ikhlas membantu kami, padahal dia juga serba kekurangan.

Hari demi hari berlalu, aku berinisiatif membantu ibuku bekerja. Karena akhir-akhir ini kulihat ibuku tak terlalu se sehat dulu. Beberapa kali dia terlihat lemah, dan terbatuk-batuk. Sepertinya banyak masalah yang kami alami memepengaruhi kesehatan ibuku.

Dan kami juga ingin memberi beberapa uang ke mas Joko, sebagai ucapan terimakasih kami yang telah di ijinkan tinggal di kandang kambing nya.

Memang sangat berat masalah yang kami hadapi, beberapa warga ada yang mencibir kami, bahkan Sarmun sempat hanya termenung dan mengeluarkan air mata, ketika beberapa teman nya mengolok-olok nya dengan sebutan anak kambing karena kami tinggal di kandang kambing ini.

Namun kami mencoba bersabar. Dan menerima semua ujian ini dengan lapang dada.


Aku tahu aku punya kelebihan dalam memijat. Sehingga aku mencoba berkeliling untuk menawarkan jasa pijat.


Pelan-pelan aku mulai mendapatkan pelanggan, mulai dari orang tua, ibu-ibu sampai anak-anak.

Karena memang banyak yang cocok dengan pijatan ku.

Akupun bisa memberikan sebagian uang hasil pijatan ku kepada ibuku, agar kelak kami bisa membeli tanah dan membuat rumah lagi.

Sarmun juga ikut membantu ibu berjualan sabut kelapa dan tikar pandan keliling kampung.

Tapi kebahagiaan ku tak lama. Ternyata si brengsek Harsono tak tinggal diam.

Dia dan centeng nya menceritakan kejadian naas yang menimpaku malam itu kepada banyak orang.

Aku mulai menyadari ada yang aneh, ketika beberapa bapak-bapak hidung belang, minta dipijat sekaligus “di layani” nafsu birahi nya olehku.

Akupun berang, aku marah, dan mereka berkata bahwa sudah menyebar berita sampai ke pelosok desa bahwa aku adalah pramuria.

Pantas saja akhir-akhir ini banyak pria menggodaku bahkan berani mengajak aku melakukan perbuatan yang menjijikkan itu.

Sialan, si Harsono itu, dia tak henti-hentinya mengusik keluargaku. Seolah dia tak puas dengan yang apa yang telah dia perbuat terhadap keluargaku.

Yang ku khawatir kan hanya ibuku. Bagaimana kalau dia tahu???

Aku bergegas pulang ke tempat tinggal kami.
Dan yang ku takutkan benar adanya. Ibuku terbaring lemah siang itu. Sarmun juga nampak mengompres dahi nya. Sedangkan si sarmito nampak khawatir dengan kondisi ibuku.

“Ibuk kenapa Mun” ucapku sembari mendekati ibuku.

Sarmun hanya diam, dia tak menjawab sepatah kata pun.

Sedangakan ibuku masih tertidur dengan badan yang kulihat menggigil.

“Eh Sri, sini” panggil mas Joko kepadaku.

Akupun berjalan mengikuti mas Joko.
Dan seperti yang sudah kuduga, mas Joko bertanya tentang kebenaran berita yang sudah tersebar di kampung kami.

“Kok kamu gak rembukan dulu ama ibumu to Sri, bisa- bisanya kamu sampai melakukan hal itu, sekarang ibumu sakit, itu karena tadi dia denger banyak cerita dari warga kampung, tentang kamu. Dia kayaknya kaget, terus langsung ambruk”
Ucap mas Joko seperti menghakimi ku.

Akupun bingung dan tak bisa mengatakan apa-apa

Aku langsung meninggalkan mas Joko, dan kembali melihat ibuku.

Aku menangis dan memeluk ibuku erat-erat.
Ibuku pun bangun dan membalas pelukan ku.
Aku tahu ibuku pasti sangat sedih. Tapi aku tak bisa mengatakan apa-apa. Yang bisa kulakukan hanya menangis.

Aku sangat menyesali keputusan ku, yang telah menyerahkan tubuhku ke bandot tua itu.

Kini semua nya memburuk, dan aku tak bisa mengulang waktu kembali.
Rumah dan tanah ku direnggut, sekaligus kehormatan ku.

Dan sepertinya berita tentang ku jauh lebih membuat ibuku terpukul dibanding saat kami kehilangan tanah dan rumah.

Hari demi hari kondisi ibuku semakin memburuk. Ditambah, kami tinggal ditempat yang sangat tak layak, saat malam begitu dingin, dan kalau hujan atap kandang inj sering bocor. Tapi aku tak bisa protes kepada mas Joko, karena dia sudah sangat baik hati menolongku.

Akupun tak lagi menawarkan jasa memijat, karena aku sangat malu bertemu para warga kampung.

Sudah dua minggu ibuku menderita sakit.
Dan Malam itu ibuku makin memburuk, wajahnya makin pucat, bibirnya membiru.

Akupun panik tak tau apa lagi yang harus kulakukan, nafasnya sudah terlihat satu satu.

“Nduk…. Jaga adik-adikmu ya.” Ucapnya pelan kepadaku. Dalam lubuk hatiku aku merasa, hal ini seperti kalimat perpisahan.

Tak lama kemudian ibuku pun menghembuskan nafas terakhir. Tangisku pun pecah malam itu, adik-adikku pun juga ikut menangis.

Inilah hal yang paling aku takutkan, kini orang yang paling aku cintai telah pergi meninggalkan ku. Dan dia meninggal karena kebodohan ku.
Mungkin ibuku telah lelah secara jasmani dan rohani, dan ketika dia mendengar berita tentangku, dia seperti dipukul jatuh, dan dia pun tak mampu melawan segala ujian itu.

Aku tak menyangka begitu banyak hal buruk yang aku alami secara beruntun.

Apa salah kami ya Tuhan.
Kenapa engkau memberi cobaan begitu berat.



Seminggu setelah kematian ibu, aku kembali bersedih, kini Sarmun pergi entah kemana. Semenjak kematian ibu, Dia sangat membenciku, bahkan dia tak mau berbicara dengan ku. Dia menganggap semua ini karena perbuatan ku.

Akupun sudah mencari Sarmun kemana-mana, namun tak pernah ku temukan.

Akhirnya aku menyerah, aku hanya berharap dia masih bertahan hidup, dan bisa menjaga dirinya.

Karena negara ini belum lama lepas dari Jepang. Sehingga, aku takut Belanda masuk lagi ke negara kami lagi dan mereka menangkap Sarmun.


Aku hanya bisa berdoa yang terbaik untuk nya. Dan berharap suatu saat bertemu dengan nya kembali.

Sampai saat ini, aku masih tinggal di kandang kambing mas Joko. Malu rasanya kepada keluarga mas Joko, apalagi jika aku ingat bagaimana buruk nya warga memandangku.
Namun mas Joko dan istrinya tetap baik kepadaku, bahkan mereka ikut merawat dan membesarkan sarmito, meskipun mereka juga mempunyai anak sendiri. Tapi mereka menganggap sarmito sudah seperti anak mereka juga.

Malam itu aku tertegun meratapi nasibku sambil berbaring di bekas kandang kambing itu.

Aku berandai-andai jika seandainya aku tak gegabah dan sebodoh itu mungkin semua ini tak terjadi.

Ingin juga aku menghakiri hidup saja karena beban ini sudah terlalu berat ku tampung sendiri. Ibuku meninggal, adikku pergi entah kemana.

Entah motivasi apa lagi yang kugunakan agar aku mempunyai alasan untuk tetap hidup.


Malam itu serasa sangat sunyi. Aku berbaring sediri di gubuk ini.
Sarmito tidur bersama Wage anaknya mas Joko.

Tiba-tiba aku dikejutkan suara ketukan pintu.

“Tok…tok…tok”

Akupun tak lekas menjawab, tak lama kemudian ketukan pintu pun terdengar lagi.

“Mas Joko??…
“Mbak Sarmi?? Teriak ku dari dalam rumah, menyebut nama-nama orang yang aku pikir merekalah yang mengetuk pintu.

“Ada apa ya??” ucapku lagi.

Tapi orang yang mengetuk pintu itu seperti tak peduli. Dan masih mengetuk pintu.

Aku sedikit ketakutan, badan ku meremang. Namun akupun juga penasaran. Dan akhirnya penasaran ku, mengalahkan ketakutan ku.
Pelan-pelan aku berjalan kearah pintu.

Kubuka pelan pintu itu dan nampaklah seseorang berbadan tegap tinggi besar berdiri di depan pintu.

Dia menggunakan caping besar, sehingga tak terlalu nampak mata dan raut mukanya, hanya bibirnya saja yang nampak di mataku.

Orang itu menenteng obor, dan sesekali bias cahaya api nya menerangi wajahnya. Namun tetap tak bisa kulihat dengan jelas wajahnya.

“Iya pak, ada apa ya” tanya ku dengan sedikit bergetar. Karena aku takut dia adalah salah satu dari centeng Harsono.

“Sri, ..nyai menyuruh saya untuk jemput kamu, nyai mau dipijat, gimana, kamu bisa gak” ucapnya dengan nada datar.

“Waduh mas, saya udah gak mijat lagi.” Jawabku menolak dengan halus.

Dia diam sejenak, lalu dia melemparkan sebuah kantong kearahku dan segera kutangkap kantong itu dengan keterkejutan.

Kantong itu cukup berat, dan kutebak isinya seperti logam.

Aku memandang sejenak kearah nya dan dia seperti mengijinkan ku membuka nya.

Aku terkejut bukan kepalang melihat kedalam kantong itu, karena kantong itu berisi uang logam yang sangat banyak. Kutebak itu bisa lebih dari ribuan rupiah.

Bahkan mungkin aku butuh berbulan-bulan memijat baru mendapatkan uang dengan jumlah yang setara di kantung itu.

“iii…iiini maksudnya apa?” Tanyaku gemetaran.

“Itu buat kamu, kalau kamu mau lebih banyak, ayo ikut aku untuk bertemu nyai” jawabnya dengan tegas .

“Nyai??? Nyai siapa?” Tanyaku penasaran .

“Nyai Banowati” ucapnya sambil mengajak ku untuk mengikutinya.

Setelah ku pikir-pikir tak ada salahnya mengikutinya.
Siapa tau aku mendapatkan uang lebih banyak lagi, sehingga aku bisa menabung dan membeli tanah lagi.

Akupun berganti pakaian dan mengikuti orang itu.

Dia berjalan menggunakan obor di depan ku.
Tak ada obrolan antara kami berdua. Aku sebenarnya masih cukup takut, tapi aku coba menepis rasa ketakutan ku.
Sepanjang perjalanan aku menengok ke kanan dan kiri, dan anehnya malam itu begitu sunyi, sama sekali tak ada suara hewan-hewan malam.
Yang kudengar hanya suara langkah kaki kami yang menginjak tanah malam itu.

Aku mengenali jalan yang kami lewati.
Jalan ini, jalan kearah ujung desa.

Tepatnya jalan menuju ke punden keramat.
Aku mengenali jalan nya dan mengenali pohon turinya yang rindang di sepanjang jalan.

Aku masih menengok ke kanan dan kiri, kegelapan masih menyelimuti kami, hanya cahaya api obor satu-satunya penerangan kami. Meskipun mataku lama kelamaan bisa beradaptasi di kegelapan malam.

Kemudian ketika aku kembali melihat kedepan, aku terkejut bukan kepalang, mataku terbelalak seakan tak percaya.
ketika jalan yang kulihat yang tadinya sunyi dan dipenuhi pohon turi di setiap sisinya, kini berubah menjadi jalan yang halus, dan sangat terang.

Aku seperti berjalan di sebuah jalan yang sangat bagus, tiap sisi kanan kirinya terdapat obor obor yang disangkutkan di pagar bambu.

Semua obor itu menyala sehingga malam itu tampak begitu terang. Aku tak pernah melihat jalan yang begitu terang dengan banyak obor dan pagar tinggi. Pagar dari bambu itu seperti ditata rapi dengan sangat bagus.

Aku terhenyak, aku terdiam sejenak, aku tak percaya dengan apa yang kulihat.

Melihat aku tertegun heran, pria di depan ku menegurku.

“Ayo jalan, jangan diam aja, nyai udah nunggu kamu” ucapnya membuyarkan kekagumanku.

Aku tak tahu dimana aku sekarang, apakah ini normal, atau aku sedang ke alam lain.
Aku merasa sedikit takut sekaligus kagum.

Kami berjalan cukup jauh melalui jalan yang penuh obor itu. Hingga akhirnya kami tiba di ujung jalan tersebut.

Dan lagi-lagi aku terkejut, kini aku tiba didepan sebuah rumah yang sangat besar, jauh lebih bagus dan besar dibandingkan rumah Harsono. Dengan pagar tinggi dari bambu yang di anyam dan ditata dengan sangat bagus.

“Ini tempat apa?” ucapku kepada orang itu.

“Inilah kediaman nyai Banowati”
Ucapnya sembari membuka pagar yang tinggi itu.

Setahuku dan seingat ku tak ada rumah semewah dan semegah ini dikampung kami. Padahal aku merasa baru berjalan tak lama dari tempat tinggalku. Harusnya ini masih dikampung ku.

Dan siapakah nyai Banowati itu? Apakah dia orang yang sangat kaya, atau dia bukan manusia?
Kepalaku kini dipenuhi dengan jutaan pertanyaan yang tak mampu terjawab.

Aku hanya diam termenung tak percaya dengan yang kulihat.

Aku masuk perlahan kedalam rumah itu. Dan dihalaman nya yang luas terdapat banyak wanita yang sedang menari, di iringi suara gamelan yang lembut namun menghanyutkan sekaligus mengerikan.

Bulu kuduk ku sampai meremang melihat orang orang di halaman rumah itu.

Aku masih tertegun bingung. Apakah ini nyata, atau semua ini hanya mimpi?.


Bersambung…
ariefdiasAvatar border
bukhoriganAvatar border
motherparker699Avatar border
motherparker699 dan 2 lainnya memberi reputasi
3
243
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan