Entah sejak keputusan terburu-buru, jalan yang berbatu mendadak hilang, wajah-wajah keras berhadap-hadapan, berargumen tentang pilihan-pilihan, sedang sang pemimpi tegak lurus tangan dibelakang memegang batu;
Quote:
Oh.. Jadi dia yang mengambil batu dijalan? Sisanya dimana?! Apa sudah melemparnya di udara? Mengenai rumput yang sudah di injak-injaknya pula.
Tangan yang lain didepan mengantar kata pengantar dan isinya berisi kecewa dan makian. Perang diudara berlangsung di Pakistan, porak poranda, terkikis habis oleh kematian, debu-debu mengaburkan segala tentang kebenaran.
Quote:
Perang saudara juga berlangsung disini, kebenaran tergerus oleh demokrasi kotor, wajah-wajah berias tebal saling melempar batu sembunyi tangan.
Sebagian mendadak menjadi pintar, bolak-balik fakta seperti kadrun yang dulu, sekarang mereka membela lurahnya yang dulu dihinanya, lalu berteriak dibelakang anaknya bahwa cebong menghina, lupa kalau cebong membela bapaknya.
Quote:
Kampret seperti pahlawan kesiangan padahal hidupnya dimalam menemani setan-setan gentayangan. Semakin malam ditemani bulan setengah jadi, dibilik-bilik dan sekat kuping-kuping kotor membuat akun-akun palsu, seperti tentara memerangi udara yang mulai kotor, memproduksi hoaks yang laku keras, seperti batu berasap berasal dari gunung merapi terlempar ke kepala-kepala besar yang semakin besar.
Negaraku Berasap dari kepala-kepala batu, lihat dari drone, yang disetir dari balik jendela bertirai bid'ah seperti baru mau belajar nyetir, nyemplung di sungai solo mengalir sampai jauh kesarang teroris seperti Hamas di Gaza berlindung atas nama Pakistan.
Quote:
Pemilu dan pemilih ditengahnya ada perang, negaraku berasap dari titik-titik api berasal dari pemilik-pemilik pemarah, lihatlah yang kau pilih masih ada jejak-jejak bekas sepatu perang yang disembunyikan di gudang-gudang senjata yang ditutupi terpal hijau seperti rumput ditaman, indah dilihat dibawahnya bom waktu terpasang di otak masing-masing, merayap, menerjang, hingga tawa dan tangis tak bisa lagi dibedakan.
Dinegaraku pemilih bergumul oleh kecewa hingga percikan api membakar gudang hoaks hingga pecahannya melihat wajahnya sendiri.
Quote:
Dimanakah suara-suara kebenaran itu? Yang berisi madu, selain kita harus benjol untuk mendapat kebenaran mulai dari kumpulan musyawarah bukan wajah bonyok karena hoaks.
24-11-2024 Penulis Sastra Sajak Puisi Hamliana
Quote:
Profil ringkasan penulis:
Hamliana merupakan seseorang Sastrawati yang aktif dan kreatif dalam menulis Sastra Sajak Puisi dan telah menerbitkan Buku Edisi Pertama yang berjudul "Kitab Rindu", Hamliana seorang keturunan Bugis yang berkelahiran di Wilayah Bulukumba. Kota Makassar Sulawesi Selatan dan berpindah ke Kota Kendari Sulawesi Tenggara dan Lulusan Alumni Fakultas Ekonomi Pembangunan dari Universitas Haluoleo Provinsi Sulawesi Tenggara.