- Beranda
- Komunitas
- News
- Civitas Academica
Unsur Intrinsik Puisi Sajak Sebatang Lisong, Karya W.S. Rendra


TS
dede.rudiansah
Unsur Intrinsik Puisi Sajak Sebatang Lisong, Karya W.S. Rendra

kreasipribadi
***
Saya merupakan orang yang senang membaca puisi sekaligus senang mengurai hal-hal unik yang biasanya ada di dalam puisi. Berikut saya sajikan hasil analisis saya di puisinya WS Rendra yang berjudul Sajak Sebatang Lisong. Semoga berkenan.
Jika responsnya baik maka akan saya lanjutkan ke analisis berikutnya. Jika kurang baik, kira-kira konten tulisan apa sich yang berkenan bagi agan-agan sekalian? Boleh tulis di kolom komentar yeah. Salam, adios!
***
Puisi Sajak Sebatang Lisong, karya WS Rendra
Menghisap sebatang lisong,
melihat Indonesia Raya,
mendengar 130 juta rakyat.
dan dilangit
dua tiga cukong mengangkang.
berak di atas kepala mereka.
Matahari terbit.
Fajar tiba.
Dan aku melihat delapan juta kanak-kanak
tanpa pendidikan.
Aku bertanya.
Tetapi pertanyaan-pertanyaanku
Membentur meja kekuasaan yang macet,
Dan papantulis-papantulis para pendidik
Yang terlepas dari persoalan kehidupan.
Delapan juta kanak-kanak
menghadapi satu jalan panjang,
tanpa pilihan.
tanpa pepohonan,
tanpa dangau persinggahan,
tanpa ada bayangan ujungnya.
....................................................................................
Menghisap udara
Yang disemprot deodorant,
Aku melihat sarjana-sarjana menganggur
Berpeluh di jalan raya ;
Aku melihat wanita bunting
Antri uang pensiunan.
Dan dilangit ;
Para teknokrat berkata :
Bahwa bangsa kita adalah malas,
Bahwa bangsa mesti dibangun,
Mesti di-up-grade,
Disesuaikan dengan teknologi yang diimpor.
Gunung-gunung menjulang.
Langit pesta warna di dalam senjakala.
Dan aku melihat
Protes-protes terpendam,
Terhimpit di bawah tilam.
Aku bertanya,
Tetapi pertanyaanku
Membentur jidat penyair-penyair salon,
Yang bersajak tentang anggur dan rembulan,
Sementara ketidakadilan terjadi di sampingnya,
Dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan
Termangu-mangu di kaki dewi kesenian.
Bunga-bunga bangsa tahun depan
Berkunang-kunang pandang matanya,
Di bawah iklan berlampu neon.
Berjuta-juta harapan ibu dan bapak
Menjadi gemalau suara yang kacau,
Menjadi karang di bawah muka samodra.
.....................................................................................
Kita mesti berhenti membeli rumus-rumus asing.
Diktat-diktat hanya boleh memberi metode,
Tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan.
Kita mesti keluarke jalan raya,
Keluar ke desa-desa,
Mencatat sendiri semua gejala,
Dan meghayati persoalan yang nyata.
Inilah sajakku !
Pamplet masa darurat.
Apakah artinya kesenian,
Bila terpisah dari derita lingkungan.
Apakah artinya berpikir,
Bila terpisah dari masalah kehidupan
19 Agustus 1997
ITB Bandung
*sajak ini dipersembahkan kepada para mahasiswa Institut Teknologi Bandung. Dan dibacakan di dalam salah satu adegan film Yang Muda Yang Bercinta, yang disutradarai oleh Sumandjaya.
ANALISIS
a. Tema
Dari puisi diatas dapat disimpulkan bahwa tema yang terkandung di dalam puisi Sajak Sebatang Lisong adalah tentang ironinya pendidikan. Para penguasa yang menganggap pentingnya pendidikan, namun kenyataannya seolah tidak peduli padanya, dan para pendidik yang bergelut dalam pendidikan namun seolah terlepas dari hakikat pendidikan itu sendiri, yaitu tentang masalah kehidupan. Perhatikan bait : Para teknokrat berkata : Bahwa bangsa kita adalah malas, Bahwa bangsa mesti dibangun, Mesti di-up-grade, Lalu kenyataannya perhatikan pada bait Dan aku melihat delapan juta kanak-kanak. Tanpa pendidikan. Di ulangi lagi pada bait ke-9 Dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan.
Kemudian penyair menegaskannya kembali pada.
Bait ke-3 :
Aku bertanya.
Tetapi pertanyaan-pertanyaanku
Membentur meja kekuasaan yang macet,
Dan papantulis-papantulis para pendidik
Yang terlepas dari persoalan kehidupan.
Penyairpun menyimpulkan bahwa pendidikan tidak hanya berhenti di atas teori-teori atau metode-metode, pendidikan yang sebenarnya haruslah yang bersinggungan langsung dengan masalah lingkungan dan masalah kehidupan yang sebenarnya. Perhatikan pada dua bait terakhir :
Bait ke-11 dan ke-12 :
Kita mesti berhenti membeli rumus-rumus asing.
Diktat-diktat hanya boleh memberi metode,
Tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan.
Kita mesti keluarke jalan raya,
Keluar ke desa-desa,
Mencatat sendiri semua gejala,
Dan meghayati persoalan yang nyata.
Inilah sajakku !
Pamplet masa darurat.
Apakah artinya kesenian,
Bila terpisah dari derita lingkungan.
Apakah artinya berpikir,
Bila terpisah dari masalah kehidupan
b. Rasa :
Dari puisi diatas penyair telah menangkap permasalahan pendidikan sebagai objeknya. Tafsiran dan renungan penyair dalam puisi Sajak Sebatang Lisong diatas lebih terasa seperti ungkapan kekesalan terhadap keadaan pendidikan di Indonesia khususnya pada tahun 1997. Perhatikan pada bait Dua tiga cukong mengangkang. Berak di atas kepala mereka.Gambaran yang tercipta pada baris itu adalah para penguasa yang bertindak sewenang-wenang terhadap rakyatnya
Lalu gambaran kesal penyair yang ingin ikut merubah kondisi pendidikan namun tidak pernah di anggap oleh para penguasa, perhatikan bait berikut.
Bait ke-3 :
Aku bertanya.
Tetapi pertanyaan-pertanyaanku
Membentur meja kekuasaan yang macet,
Dan papantulis-papantulis para pendidik
Yang terlepas dari persoalan kehidupan.
Kemudian gambaran kesal penyair terhadap orang-orang dari golongannya yang seolah-olah tidak peduli terhadap persoalan nyata yang sedang terjadi, terlukis dalam bait berikut.
Bait ke- 9 :
Aku bertanya,
Tetapi pertanyaanku
Membentur jidat penyair-penyair salon,
Yang bersajak tentang anggur dan rembulan,
Sementara ketidakadilan terjadi di sampingnya,
c. Nada :
Dari puisi diatas dapat dirasa bahwa nada yang di sampaikan penyair ke pembaca adalah memberi tahu dan mengajak. Untuk bagian yang memberi tahu bisa kita perhatikan pada bait terakhir berikut
Bait ke-12 :
Inilah sajakku !
Pamplet masa darurat.
Kita mesti berhenti membeli rumus-rumus asing.
Diktat-diktat hanya boleh memberi metode,
Tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan.
Kita mesti keluarke jalan raya,
Keluar ke desa-desa,
Mencatat sendiri semua gejala,
Dan meghayati persoalan yang nyata
Pada bait di atas penyair memberi tahu bahwa di masa ditulisnya puisi ini pendidikan sedang dalam kondisi yang darurat, gambarannya seperti ini ; ‘berpendidikan tapi seperti tidak berpendidikan’.
Kemudian untuk bagian yang mengajak bisa kita perhatikan pada bait berikut
Bait ke-11 :
Kita mesti berhenti membeli rumus-rumus asing.
Diktat-diktat hanya boleh memberi metode,
Tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan.
Kita mesti keluarke jalan raya,
Keluar ke desa-desa,
Mencatat sendiri semua gejala,
Dan meghayati persoalan
Pada bait diatas penyair memberikan saran sekaligus mengajak kepada pembaca khususnya para penggerak pendidikan untuk berhenti bergantung kepada pihak-pihak lain, dan harus menjadi seorang mandiri, yang mampu mencatat semua gejala dan permasalahannya sendiri.
d. Diksi :
Sebenarnya jika menurut penyusun yang dinamakan diksi itu berarti semua kata yang ada di dalam puisi, karena semuanya adalah hasil pemilihan dari sang penyair, jika mengacu pada definisi bahwa diksi adalah pilihan kata.Namun memang dalam puisi Sajak Sebatang Lisong terdapat beberapa diksi yang khas dan tidak bisa diganti dengan kata lain sekalipun kata itu memiliki makna denotatif yang sama
Dari puisi Sajak Sebatang Lisong diatas bisa dilihat bahwa si penyair memilih kata-kata yang dianggap mengandung nilai dan mengandung rasa tertentu, perhatikan pada kata, lisong, aku, cukong, mengangkang, dangau, berpeluh, teknokrat, diupgrade, menjulang, senjakala, terpendam, tilam, termangu-mangu, gemalau, kacau, dan pamplet.
Apabila kata-kata itu diganti dengan kata lain yang makna denotatifnya sama, misalnya kata aku diganti dengan saya, maka bait itu akan berbunyi Dan saya melihat delapan juta kanak-kanak. Rasa pada bait itupun ikut berubah.
e. Pengimajinasian :
Adalah rangkaian diksi atau pilihan kata yang bila dibaca bisa menciptakan daya khayal / imajinasi. Dari puisi diatas pada bait terdapat 3 pengimajinasian, yaitu imajinasi visual (pengllihatan), auditif (suara), dan taktil (perasaan).
Bait ke-1 :
(pengimajinasian visual)
Menghisap sebatang lisong,
Melihat Indonesia Raya,
(pengimajinasian auditif)
Mendengar 130 juta rakyat.
(pengimajinasian visual)
Dan dilangit
Dua tiga cukong mengangkang.
Berak di atas kepala mereka.
Bait ke-3 :
(pengimajinasian taktil)
Aku bertanya.
Tetapi pertanyaan-pertanyaanku
(pengimajinasian visual)
Membentur meja kekuasaan yang macet,
Dan papantulis-papantulis para pendidik
Yang terlepas dari persoalan kehidupan
Bait ke-8 :
(pengimajinasian visual)
Gunung-gunung menjulang.
Langit pesta warna di dalam senjakala.
(pengimajinasian taktil)
Dan aku melihat
Protes-protes terpendam,
Terhimpit di bawah tilam
Bait ke-9 :
(pengimajinasian taktil)
Aku bertanya,
Tetapi pertanyaanku
Membentur jidat penyair-penyair salon,
Yang bersajak tentang anggur dan rembulan,
Sementara ketidakadilan terjadi di sampingnya,
(pengimajinasian visual)
Dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan
Termangu-mangu di kaki dewi kesenian
f. Kata Konkrit :
Dari puisi diatas kata-kata yang digunakan cenderung mengandung kata-kata yang lugas dan bermakna jelas, misalnya bisa ditemukan beberapa kata konkrit pada bait Aku melihat sarjana-sarjana menganggur disana tergambar jelas mempunyai makna bahwa seorang sarjana sekalipun bisa menganggur/tidak punya pekerjaan, atau pada bait Protes-protes terpendam disana tergambar jelas mempunyai makna bahwa aspirasi/pendapat-pendapat rakyat kecil sering kali tidak bisa tersampaikan dan hanya bisa dipendam, perhatikan bait terakhir.
Bait ke-12 :
Apakah artinya kesenian,
Bila terpisah dari derita lingkungan.
Apakah artinya berpikir,
Bila terpisah dari masalah kehidupan.
Disana tergambar jelas mempunyai makna bahwa kesenian dan pendidikan hanya akan jadi omong kosong belaka bila terlepas dari hakikatnya yaitu dari masalah kehidupan.
g. Gaya Bahasa :
Dari puisi diatas bisa dilhat beberapa macam gaya bahasa yang dipakai. Perhatikan pada bait
Bait ke-2 :
Dan aku melihat delapan juta kanak-kanak
Bait ke-9 :
Dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan
Kedua bait diatas menggunakan majas Sinekdoke, karena mengatakan sebagian untuk menjelaskan seluruh.
Bait ke-8 :
Langit pesta warna di dalam senjakala.
Pada bait diatas menggunakan majas Personifikasi, karena menggambarkan benda mati seolah-olah hidup.
Bait ke-9 :
Yang bersajak tentang anggur dan rembulan,
Bait diatas menggunakan majas Epifet, karena menyatakan satu sifat suatu hal, untuk mewakili suatu hal. Anggur dan rembulan berarti tentang sesuatu yang bersifat khayal dan pribadi / individu.
Bait ke-10 :
Bunga-bunga bangsa tahun depan
Berkunang-kunang pandang matanya,
Bait ke-10 :
Berjuta-juta harapan ibu dan bapak
Menjadi gemalau suara yang kacau,
Menjadi karang di bawah muka samodra.
Kedua bait diatas menggunakan majas Metafora, karena menggunakan perbandingan secara langsung, yang menggabungkan pokok pertama dengan pokok kedua.
h. Irama :
Dari puisi diatas dapat di rasa bahwa irama yang terkandung padanya adalah irama yang menghentak-hentak. Coba perhatikan pada bait
Bait ke-3 :
Aku bertanya.
Tetapi pertanyaan-pertanyaanku
Membentur meja kekuasaan yang macet,
Dan papantulis-papantulis para pendidik
Yang terlepas dari persoalan kehidupan
Bait ke-9 :
Aku bertanya,
Tetapi pertanyaanku
Membentur jidat penyair-penyair salon,
Yang bersajak tentang anggur dan rembulan,
Sementara ketidakadilan terjadi di sampingnya,
Dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan
Termangu-mangu di kaki dewi kesenian.
Bait ke-12 :
Inilah sajakku !
Pamplet masa darurat.
Apakah artinya kesenian,
Bila terpisah dari derita lingkungan.
Apakah artinya berpikir,
Bila terpisah dari masalah kehidupan
i. Rima :
Dari puisi diatas dapat di perhatikan terdapat rima yang terkandung di dalamnya, Rima asonansi, mengulangi bunyi huruf vokal yang sama pada baris yang sama dan aliterasi, pengulangan bunyi huruf konsonan yang sama pada barisa yang sama juga. Perhatikan pada bait ke-1 baris pertama adalah rima aliterasi sedangkan baris kedua dan ketiga adalah rima asonansi.
Bait ke-1,
Menghisap sebatang lisong, (ng, ng, ng)
Melihat Indonesia Raya, (a, a, a)
Mendengar 130 juta rakyat. (a, a, a)
j. Tipografi :
Dari puisi diatas dapat dilihat penampang wajah puisi sebatang lisong pada dasarnya seperti puisi pada umumnya, namun perbedaannya terletak pada pemakaian huruf kapital dan tanda baca, misalnya :
Bait ke-2 :
Matahari terbit.
Fajar tiba.
Dan aku melihat delapan juta kanak-kanak
tanpa pendidikan.
Pada bait diatas terlihat semua awal kata pada tiap baris berawalan huruf kapital, namun pada baris terakhir tidak demikian.
Bait ke-4 :
Delapan juta kanak-kanak
menghadapi satu jalan panjang,
tanpa pilihan.
tanpa pepohonan,
tanpa dangau persinggahan,
tanpa ada bayangan ujungnya.
....................................................................................
Pada bait diatas terlihat tanda baca yang digunakan koma(,) dan titik(.) kemudian kekhasannya lagi pada bagian akhir bait yang disertai titik-titik panjang.
k. Amanat :
Dari puisi Sajak Sebatang Lisong di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa puisi tersebut mengandung amanat atau pesan mengenai pendidkan yang seharusnya mendasar pada kehidupan dan permasalahan yang nyata bukannya berhenti di teori-teori dalam kelas.
***
0
860
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan