sofanfitriAvatar border
TS
sofanfitri
Kamu Guru? Belajar Sosok Ini dulu!
Penampilannya sehari-hari begitu sederhana, memakai peci agak bulat, kemeja Schiller putih serta mengenakan sarung Samarinda. Tokoh yang berkumis agak tebal ini juga sering menggunakan sandal. Sekalipun menjadi seorang menteri, penampilannya tidak banyak berubah. Ia juga tidak mau tinggal di rumah dinas saat ia menjabat sebagai menteri. Pria yang sederhana ini bernama Ki Sarmidi Mangunsarkoro.
Lahir di Surakarta pada tanggal 29 Mei 1904, Ki Sarmidi Mangunsarkoro dikenal sebagai pejuang yang banyak berjasa dalam bidang pendidikan di Indonesia. Ia pernah menduduki jabatan sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia pada tahun 1949 hingga tahun 1950. Ki Sarmidi yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga pegawai Keraton Surakarta ini juga dikenal akan kesederhanaannya.
Setelah menamatkan pendidikan menengahnya, Ki Sarmidi melanjutkan sekolahnya di Sekolah Guru Arjuna di Jakarta. Pengabdiannya kepada masyarakat dimulai setelah ia lulus dari Sekolah Guru. Tak lama setelah lulus ia langsung mengabdikan dirinya menjadi guru di HIS (Hollandsch-Inlandsche School) Taman Siswa di Yogyakarta. Taman Siswa merupakan sekolah yang didirikan oleh Ki Hadjar Dewantara pada 3 Juli 1922 di Yogyakarta.
Selain menjadi guru ia juga pernah diangkat sebagai kepala sekolah di HIS Jakarta pada tahun 1929. Satu tahun kemudian, warga Kemayoran meminta kepada Ki Mangunsarkoro untuk mendirikan Perguruan Taman Siswa di Jakarta. Menanggapi permintaan itu, ia pun meminta izin kepada sang pendiri Taman Siswa, Ki Hadjar Dewantara. Atas izin dan restu dari Ki Hadjar Dewantara, akhirnya perguruan Taman Siswa dapat didirikan di Jakarta. (Pranadipa Mahawira, 2013: 304)
Perguruan Taman Siswa di Jakarta itu sebenarnya penggabungan antara dua sekolah. Kedua sekolah itu adalah HIS Budi Utomo dan HIS Marsudi Rukun yang keduanya dipimpin oleh Ki Sarmidi sendiri. HIS atau Hollandsch-Inlandsche School adalah sekolah dasar pada zaman Belanda. Taman Siswa yang didirikan di Jakarta ini pun dapat berkembang dan maju dengan pesat.
Suatu Rapat Besar Umum Taman Siswa diadakan di Yogyakarta pada tanggal 13 Agustus 1930. Rapat tersebut merupakan rapat besar Taman Siswa pertama yang penah diadakan. Pada upacara pentupan rapat tersebut, Ki Sarmidi Mangunsarkoro bersama-sama Ki Sadikin, Ki S. Djojoprajitno, Ki Poeger, Ki Kadiroen dan Ki Safioedin Soerjopoetro menandatangani “Keterangan Penerimaan” penyerahan "Piagam Persatuan Perjanjian Pendirian” dari tangan Ki Hadjar Dewantara, Ki Tjokrodirjo dan Ki Prnowidigdo. Piagam tersebut bertujuan untuk mewujudkan usaha pendidikan yang berlandaskan hidup dan penghidupan bangsa dengan nama “Taman Siswa”. (Pranadipa Mahawira, 2013: 305)
Ki Sarmdi Mangunsarkoro adalah salah satu orang yang terpilih untuk memajukan, menggalakkan serta memodernisasikan Taman Siswa. Pada tahun 1931 ia diberikan tugas untuk menyusun Rencana Pelajaran Baru. Satu tahun kemudian, Rencana Pelajaran itu disahkan sebagai “Daftar Pelajaran Mangunsarkoro” yang mana mencerminkan cita-cita dari Taman Siswa dan pemikiran Ki Sarmidi sendiri. Atas dasar tugas tersebut, pada tahun yang sama ia menulis buku Pengantar Guru Nasional yang sempat dicetak ulang pada tahun 1935.
Ki Sarmidi kembali diberi tugas oleh Ki Hadjar Dewantara pada tahun 1947. Kali ini ia ditugaskan untuk memimpin suatu penelitian guna merumuskan dasar-dasar perjuangan Taman Siswa. Dalam tahun yang sama Rapat Besar Umum Taman Siswa kembali diadakan. Di dalam rapat itu, dipaparkan hasil pekerjaan tim peneliti yang dipimpin oleh Mangunsarkoro. Hasil penelitian itu disebut sebagai Pancadarma, yaitu Kodrat Alam, Kemerdekaan, Kebudayaan, Kebangsaan, dan Kemanusiaan. Pancadarma itu pun diterima dan dijadikan Dasar Taman Siswa.
Sumbangsih Ki Sarmidi terhadap dunia pendidikan di Indonesia tidak hanya dalam lingkup Taman Siswa. Dalam tahun 1930 hingga 1938, Ki Sarmidi menjadi Anggota Pengurus Besar Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI). Ia juga menjadi penganjur gerakan Kepanduan Nasional yang bebas dari campur tangan kolonialisme Belanda pada saat itu. Pada tahun 1932 hingga 1940, Ki Sarmidi pernah menjabat sebagai Ketua Departemen Pendidikan dan Pengajaran Majelis Luhur Taman Siswa. Jabatan itu ia pegang ketika menjadi Pemimpin Umum Taman Siswa Jawa Barat.) Di tengah-tengah kesibukannya tersebut ia juga sempat memegang Kepemimpinan Taman Dewasa Raya di Jakarta yang secara khusus memegang bidang Pendidikan dan Pengajaran.
Kiprahnya di dunia pendidikan memang tidak diragukan lagi, akan tetapi ia juga aktif dalam lingkungan politik di Indonesia. Ia menyelami dunia politik melalui Partai Nasional Indonesia (PNI). Ki Sarmidi pernah tampil sebagai pembicara dalam Kongres Pemuda II yang diselenggarakan pada tanggal 28 Oktober 1928. Di dalam kongres itu, ia menyampaikan sebuah pidato tentang Pendidikan Nasional. Di dalam pidatonya ia mengemukakan bahwa setiap anak harus mendapatkan pendidikan kebangsaan dan dididik secara demokratis. Ia juga menyampaikan perlu adanya keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. (Pranadipa Mahawira, 2013: 305)
Ki Sarmidi pernah terpilih sebagai Ketua PNI Pertama dari hasil Kongres Serikat Rakyat Indonesia (SERINDO) di Kediri. Ia merupakan salah satu tokoh nasional yang menentabg untuk kompromi dengan Belanda. Saat tAgres Militer Belanda II yang terjadi di Yogyakarta, Ki Sarmidi sempat ditangkap Belanda dan di penjara di Wirogunan.
Memasuki masa kemerdekaan Indonesia, Ki Sarmidi pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan RI. Terpilihnya Ki Sarmidi sebagai menteri tidak lepas dari dedikasinya dalam dunia pendidikan. Ia memegang jabatan itu pada saat Kabinet Hatta II di tahun 1949 sampai tahun 1950. Kepercayaan Pemerintah kepada Ki Sarmidi membuatnya terpilih lagi pada saat Kabinet Halim di tahun 1950. Sewaktu menjadi menteri, Ki Sarmidi mendirikan dan meremsmikan berdirinya Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) di Yogyakarta. Ia juga mendirikan Konservatori Karawitan di Surakarta. Ki Sarmidi juga menjadi salah satu inisiator dari lahirnya Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. (Pranadipa Mahawira, 2013: 305)

Selain itu, Ki Sarmidi berhasil menyusun dan memperjuangkan UU No. 45/1950 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah untuk Seluruh Indonesia. Undang-undang yang ia perjuangkan di parlemen itu akhirnya disahkan dan menjadi Undang-Undang Pandidikan Nasional Pertama.
Setelah berpuluh-puluh tahun lamanya menyelami dunia pendidikan dan perpolitkan di Indonesia, Ki Sarmidi menghembuskan nafas terakhirnya pada 8 Juni 1957 di Jakarta. Ia dimakamkan di pemakaman Keluarga Besar Taman Siswa “Taman Wijaya Brata”, Celeban, Yogyakarta. Atas pengabdian dan jasanya dalam memajukan pendidikan Indonesia, Ki Sarmidi Mangunsarkoro diberi gelar pahlawan pada tanggal 7 November 2011 berdasarkan Keppress No. 113/TK/2011. (Mirnawati, 2012: 297)
Nama Ki Sarmidi Mangunsarkoro diabadikan sabagai nama jalan di berbagai kota di Indonesia, antara lain; di Jakarta, Semarang, Solo, Yogyakarta, dan kota-kota lainnya. Ia juga menerima tanda jasa Bintang Mahaputra Adipradana dari pemerintah Indonesia. Hal ini dilakukan tak lain untuk menghormati dan mengenang jasa-jasa Ki Sarmidi Mangunsarkoro. Seorang pahlawan Indonesia yang sederhana namun memberikan warna dalam lembaran sejarah Indonesia.

Sumber:
Mahawira, Pranadipa. 2013. Cinta Pahlawan Nasional Indonesia: Terlengkap & Terupdate. Jakarta: PT Wahyu Media.
Mirnawati. 2012. Kumpulan Pahlawan Indonesia Terlengkap. Jakarta: Penerbit CIF.


0
8
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan