sofanfitriAvatar border
TS
sofanfitri
Ringkasan Kerajaan Mataram Kuno berdasarkan ahli


Asal-Usul Wangsa Sailendra
Istilah Sailendrawangsa dijumpai pertama kali dalam prasasti Kalasan tahun &00 Saka (778). Istilah sailendra muncul pula di luar Jawa, yaitu dalam prasasti Ligor B⁵, Nalanda, dan Leiden. Prasasti-prasasti tersebut semuanya menggunakan bahasa Sansekerta. Kenyataan ditambah dengan ada beberapa nama wangsa di India dan Asia Tenggara yang sama artinya dengan Syailendra, yaitu raja gunung.
R.C Majumdar beranggapan bahwa wangsa sailendra di Indonesia berasal dari Kalingga di India Selatan. G. Coedes lebih condong beranggapan berasal dari Fu-nan atau kamboja. J. Przyluski istilah wangsa Sailendra menunjukan bahwa raja-raja itu menganggap dirinya berasal dari sailendra yang berarti raja gunung. Oleh Nilakanta Sastri mengajukan pendapat wangsa Sailendra berasal dari daerah Pandya di India Selatan. Banyaknya pendapat wangsa Sailendra berasal dari luar indonesia ditentang oleh R.Ng Poerbatjaraka. Pendapat Poerbatjaraka ini di latar belakang dari pendapat para ahli yang memberikan teori-teori, seolah-olah bangsa indonesia ini hanya mampu diperintah oleh bangsa asing.


Ho-ling dan Kanjuruhan
Munculnya wangsa Sailendra bersamaan dengan perubahan penyebutan jawa dalam berita-berita Cina. Berita-berita Cina dari zaman dinasti Tang (618-906 M) menyebut Jawa dengan sebutan Ho-ling sampai tahun 818 M, kemudian berubah menjadi She-p’ o tahun 820 sampai tahun 856 M. Berita tentang Holing antara lain, Ho-ling juga disebut She- p’o terletak di laut selatan. Sebelah timur terletak P’o-li dan baratnya To-p’o-teng. Sebelah selatan adalah lautan, utaranya Chen-la.
L.C Damais mengidentifikasi Holing dengan Walaing. Identifikasi secara fonetis dapat dipertanggungjawabkan, tetapi sepanjang dapat disimpulkan dari sumber epigrafi, pelbagai prasasti, bukan pusat kerajaan. Dari prasasti-prasasti diketahui kerajaan wangsa sailendra disebut Matarām dan ibukotanya Mědang sampai zaman pemerintahan Pu sindok.
Di daerah pegunungan ada sebuah daerah bernama Lang-pi-ya, tempat raja menikmati pemandangan laut. Pada pertengahan musim panas akan didirikan gnomon setinggi 8 kaki. Pada masa Chen-kuan (627-649 M), raja Ho-ling, bersama raja To-ho-lo dan to-p’o-teng, mengirim utusan ke Cina menyerahkan upeti.


Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya
Raja Sanjaya disebut sebagai raja pertama yang bertakhta di Mědang. Raja Sanna, telah diserang oleh musuh dan gugur dalam pertempuran ini yang menyebabkan terjadinya kekosongan wilayah. Oleh karena itu, Sanjaya dinobatkan menjadi raja, dan dibangun ibu kota baru.
Nama Kunjarakunja Poerbatjaraka mengemukakan pendapat bahwa yang dimaksud adalah daerah Sleman sekarang. Bahwa Sanjaya dikatakan telah menaklukkan raja-raja di sekelilingnya dapat dipahami. Peristiwa serupa dapat dilihat pada raja Dharmawangsa Airlangga, yang menaklukkan kembali raja-raja bawahan sebelum mengakui kemaharajaan Dharmmawangsa Těguh.

Rakai Panangkaran dan pengganti-penggantinya
Rakai Matarām sang Ratu Sanjaya telah membangun kembali kerajaan setelah raja sanna gugur. Pada tahun 717 M Sanjaya menjadi raja di Mědang yang mungkin terletak di Poh Pitu. Pada tahun 732 M, ia mendirikan bangunan suci untuk pemujaan lingga diatas gunung Wukir.
pada sejarah kerajaan Mataram tidak pernah ada dua wangsa, melainkan hanya satu wangsa, yaitu wangsa Sailendra.

A. WANGSA ISANA
1. Cikal bakal Wangsa Isana
Dalam prasasti Pucangan yang dikeluarkan raja Airlangga pada tahun 963 Saka
( 1041 M ). Memuat silsilah raja Airlangga, dimulai dari raja Sri Isanatungga atau Pu Sindok. Sri Isanatungga beranak perempuan bernama Sri Isanatunggawijaya yang menikah dengan Sri Lokapala, mereka beranak Sri Makutawangsawarddhana. Karena letusan Gunung Merapi yang menghancurkan kerajaan Mataram di Jawa Tengah maka Pu Sindok membangun kembali kerajaan di Jawa Timur, yang dianggap sebagai cikal bakal wangsa baru yaitu wangsa Isana.

2. Dharmawangsa Teguh
Setelah pemerintahan Pu Sindok ada masa gelap sampai masa pemerintahan Dharmawangsa Airlangga. Dalam kitab Wirataparwa yang ditulis pada tahun 918 Saka ( 996 m ) menyebutkan raja yang memerintah saat itu yaitu Sri Dharmawangsa Teguh Anantawikrama tidak disebutkan dalam prasasti Pucangan tetapi dalam prasasti raja Jayawarsa Digwijaya Sastraprabhu menyebutkan nama ini. Berdasarkan kitab Wirataparwa yang memerintah dalam dasawarsa terakhir abad X M sampai dengan 1017 M. Melihat gelarnya yang mengandung unsur Isana ia jelas keturunan Pu Sindok secara langsung. Kemungkinan besar ia anak Makutawangsawarddhana.
Dharmawangsa Teguh begitu berambisi untuk meluaskan kekuasaannya sampai luar pulau Jawa yang ternyata mengalami keruntuhan ditangan seorang raja bawahannya sendiri. Dalam Prasasti Pucangan yang memberitakan tentang keruntuhan itu, mengatakan bahwa tidak lama sesudah perkimpoian Airlangga dengan putri Teguh, ibukota kerajaan yang sekian lama indah menjadi hancur seperti abu. Perpindahan pusat kerajaan dari daerah Jombang ke daerah Maospati pada masa pemerintahan Dharmawangsa Teguh sama sekali tidak ada sumber yang dapat memberikan penjelasan.

3. Airlangga
Prasasti Pucangan menyebutkan bahwa Dharmawangsa Airlangga dapat menyelamatkan diri dari penyerangan Haji Wurawari dan masuk kedalam hutan diikuti seorang hambanya yang bernama Narottama. Meski belum banyak pengalaman dan belum mahir menggunakan senjata, ia tidak dapat binasa oleh kekuasaan mahapralaya karena ia adalah penjelmaan dari Wisnu. Mengenai masa pemerintahan Dharmawangsa Airlangga lebih banyak didapatkan, karena banyak prasasti yang ditemukan kembali. Prasasti Pucangan cukup banyak memberikan informasi tentang peristiwa-peristiwa pada masa pemerintahannya. Prasasti Pucangan memuat silsilah Airlangga yang dibuat oleh para pujangga untuk pengesahan kepadanya, maka dimuatnya silsilah Airlangga untuk melegitimasi dirinya dan menunjukkan bahwa ia benar-benar masih keturunan Pu Sindok, pendiri dinasti Isana.
Pada tahun 945 Saka, Airlangga mengalami kekalahan sehingga ia terpaksa meninggalkan keratonnya dan melarikan diri ke Patakan. Peristiwa itu diperingati dengan prasasti Terep tahun 945 Saka ( 21 Oktober 1032 M ).


B. STRUKTUR KERAJAAN MATARAM

1. Landasan Kosmogonis
R. von Heine Geldern menyatakan bahwa kerajaan-kerajaan kuno di Asia Tenggara mempunyai suatu landasan kosmogonis, yaitu kepercayaan akan harus adanya keserasian antara dunia manusia ( mikrokosmos ) dengan alam semesta ( makrokosmos ).

2. Struktur Birokrasi
Di dalam struktur pemerintahan kerajaan-kerajaan kuno raja ( Sri maharaja ) adalah penguasa tertinggi. Dari sumber prasasti tentang birokrasi di tingkat pusat kerajaan. Raja didampingi oleh para pangeran, di antaranya putra mahkota, seorang pejabat kehakiman yaitu rakryan mapatih i hino, i halu, i sirikan, i wka, dan pamgat tiruan.
Para pejabat tinggi kerajaan dan para pangeran yang menduduki jabatan dalam hirarki pemerintahan tingkat pusat, baik yang bergelar rakai maupun pamgat, lebih banyak di lingkungan ibukota kerajaan. Untuk mengelola daerah lungguh, mereka mempunyai pejabat-pejabat di daerah masing-masing. Demikian pula halnya dengan para penguasa daerah yang bergelar rakai atau pamgat.
Data dari sumber prasasti-prasasti dapat disimpulkan bahwa jabatan di tingkat watak baik di bawah seorang rakai atau pamgat, yang terutama adalah juru ( atau tuhan ) ning kanayakan, patih, wahuta, citralekha, mantanda, parujar, juru ning wadwa rarai, juru ning kalula, juru ning mainrakat, dan juru ning mawuat haji.
Data prasasti menunjukkan bahwa para pejabat tinggi tidak selalu tinggal di suatu desa yang masuk ke dalam wilayah para pangeran dan para pejabat itu. Pada masa kerajaan Mataram kuno juga terjadi pergeseran dan permutasian jabatan. Hal itu dapat disebabkan karena pejabat tersebut meninggal dunia atau melakukan kesalahan terhadap raja.

3. Sumber Penghasilan Kerajaan
Sering kita jumpai dalam berbagai prasasti keterang bahwa satu daerah atau sebidang tanah mempunyai penghasilan pajak dan mempunyai kewajiban kerja bakti dengan mengerahkan sekian orang setiap tahunnya, sering juga kewajiban kerja bakti itu dinilai dengan uang. Pajak hasil bumi dan pajak tanah rakyat harus juga membayar pajak perdagangan dan pajak usaha kerajinan. Pajak yang dikenakan kepada para pedagang dan para pengrajin. pada pungutan tertentu yang dikenakan ring salawang salawang (dikenakan atas setiap pintu). Disamping itu ada juga panraga skar (persembahan bunga) yang harus dipersembahkan pada tiap bulan purnama di bulan Jyestha (bulan juni) dan pada tiap bulan purnama di bulan Caitra (april). Setiap kepala keluarga mempunyai kewajiban membayar pajak sesuai dengan penghasilannya baik sebagai petani atau sebagai perdagangan atau pengrajin atau sebagai apa saja yang menjadi mata pencahariannya.
administrasi pengadilan
Sumber penghasilan kerajaan dan pemerintah daerah yang lain ialah denda-denda yang dikenakan atas segala macam tindak pidana yang disebut sukha dukha. Tentang sukha dukha terdapat di dalam prasasti Guntur dijelaskan perkara tentang hutang piutang yang dapat diselesaikan di tingkat watak oleh seorang pamgat. Di dalam surat keputusan itu disebutkan sebagai sebab yang pertama mengapa Sang Dharma dikalahkan perkaranya karena ia tidak hadir di persidangan. Andaikata mereka itu beranak, anak-anak itu mewarisi hutang yang dibuat oleh ibunya dan bila anak-anak itu belum cukup umur, maka ayahnya yang harus menanggung. Prasasti guntur ini juga memberi petunjuk tentang kedudukan seorang istri, antara lain ia dapat melakukan transaksi sendiri tanpa sepengetahuan suaminya. Pihak yang tidak hadir dalam persidangan harus dinyatakan kalah perkaranya ditentukan dalam naskah hukum.


4. Administrasi pengadilan
Sumber penghasilan kerajaan dan pemerintah daerah yang lain ialah denda-denda yang dikenakan atas segala macam tindak pidana yang disebut sukha dukha. Tentang sukha dukha terdapat di dalam prasasti Guntur dijelaskan perkara tentang hutang piutang yang dapat diselesaikan di tingkat watak oleh seorang pamgat. Di dalam surat keputusan itu disebutkan sebagai sebab yang pertama mengapa Sang Dharma dikalahkan perkaranya karena ia tidak hadir di persidangan. Andaikata mereka itu beranak, anak-anak itu mewarisi hutang yang dibuat oleh ibunya dan bila anak-anak itu belum cukup umur, maka ayahnya yang harus menanggung. Prasasti guntur ini juga memberi petunjuk tentang kedudukan seorang istri, antara lain ia dapat melakukan transaksi sendiri tanpa sepengetahuan suaminya. Pihak yang tidak hadir dalam persidangan harus dinyatakan kalah perkaranya ditentukan dalam naskah hukum.


sumber: Marwati Djoened, Poesponegoro, Nugroho Notosusanto. 2009. Sejarah Nasional Indonesia Jilid 2: Zaman Kuno. Jakarta: Balai Pustaka
hnurmalaAvatar border
hnurmala memberi reputasi
1
325
8
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan