sofanfitriAvatar border
TS
sofanfitri
Gubernur Pertama Jawa Timur : Gubernur Suryo

“Berulang-ulang telah kita kemukakan bahwa sikap kita ialah: lebih baik hancur daripada dijajah kembali. Juga sekarang dalam menghadapi ultimatum pihak Inggris kita akan memegang teguh sikap ini. Kita tetap. Menolak ultimatum itu.”Adalah sepenggal pidato yang diucapkan oleh Gubernur Suryo melalui radio pada tanggal 9 November 1945 pukul 23.00 menanggapi ultimatum dari pihak Inggris mengenai penyerahan senjata agar dipenuhi oleh rakyat Surabaya. Dengan dasar tersebut, Gubernur Suryo lewat pidatonya di radio, menetapkan menolak untuk menuruti ultimatum Inggris.
Bernama lengkap Raden Mas Tumenggung Ario Soerjo dan terlahir di Magetan, Jawa Timur, pada tanggal 9 Juli 1898 adalah seorang pahlawan nasional Indonesia dan gubernur pertama Jawa Timur dari tahun 1945 hingga tahun 1948. Sebelumnya, ia menjabat Bupati di Kabupaten Magetan dari tahun 1938 hingga tahun 1943. Sikap tegas Gubernur yang menentang penjajahan ini bisa dilihat pada saat pasukan Inggris yang dikomandoi oleh Brigadir Jendral Mallaby mendarat di Surabaya tanggal 25 Oktober 1945. Kemudian, dua perwira Inggris mendatangi kantor Gubernur Suryo, memintanya untuk hadir berunding di kapal mereka. Namun, Gubernur Suryo menolaknya. Dua hari kemudian, pasukan Inggris datang ke kota dan mengultimatum para pemuda di Surabaya untuk menyerahkan seluruh persenjataannya ke pihak sekutu. Namun karena semangat juang para pemuda Surabaya tidak semudah itu ditundukkan mereka menolak untuk menyerahkan persenjataan ke pihak sekutu. Perang tidak dapat dihindarkan lagi dan berlangsung selama 3 hari dari 28 Oktober 1945 sampai 30 Oktober 1945 yang berakibat tewasnya Brigadir Jendral Mallaby dari pihak Inggris.
Kondisi ini yang membuat Presiden Soekarno, Moh. Hatta, dan Amir Syarifuddin datang ke Surabaya. Dengan turunnya Presiden Soekarno dari pesawat dengan membawa bendera merah putih, sontak pemuda Surabaya menghentikan perlawanannya. Tewasnya Brigjen Mallaby dianggap sebagai tanggung jawab Gubernur Suryo. Alhasil, Inggris mengirimkan Mayjen Mansergh ke Surabaya. Mayjen Mansergh meminta Gubernur Suryo datang ke kantornya untuk berunding. Namun, dengan tegasnya sikap Gubernur Suryo dalam menentang penjajah, ia menolaknya dengan mengirimkan tiga residen Surabaya: Sudirman, Ruslan Abdul Gani, dan Kundan. Dengan penolakan tersebut, Mansergh menyebarkan surat edaran yang bersifat ultimatum untuk rakyat Surabaya, jika permintaannya tidak dipenuhi paling lambat pukul 06.00 pagi tanggal 10 November 1945 waktu Surabaya. Dengan dasar tersebut, Gubernur Suryo lewat pidatonya di radio, menetapkan menolak untuk menuruti ultimatum Inggris.
“Lebih baik hancur, daripada dijajah kembali,” sepenggal kalimat yang diucapkan oleh Gubernur Suryo lewat pidatonya di radio yang membakar semangat para pemuda Surabaya. Tanggal 10 November 1945 merupakan peristiwa heroik dimana rakyat dan para pemuda Surabaya dengan persenjataan seadanya berani melawan Inggris dan sekutunya sampai titik darah penghabisan. Pertempuran sengit tak terhindarkan dan terjadi di hampir seluruh kawasan di Surabaya. Tak terhitung korban nyawa melayang akibat pertempuran tersebut dan hari dimana terjadi peristiwa heroik itu yang sekarang kita kenal dengan Hari Pahlawan. Selama tiga minggu pertempuran terjadi, Surabaya akhirnya menjadi kota mati.
Gubernur Suryo termasuk golongan terakhir yang meninggalkan Surabaya dan membuat pemerintahan darurat di Mojokerto. Pemerintahan darurat ini berlatarbelakang hancurnya Surabaya akibat bombardir Inggris. Samidi juga menyatakan pemindahan pemerintahan yang bersifat darurat ini merupakan langkah birokrat terakhir Gubernur Suryo di pemerintahan.
Pada tanggal 10 November 1948, Guberno Suryo akan pergi ke Madiun dalam rangka menghadiri peringatan 40 hari adiknya yang mati terbunuh oleh PKI. Di tengah perjalanan, tepatnya di Desa Brogo, Ngawi, mobil yang ia tumpangi bertemu dengan rombongan PKI yang dipimpin oleh Maladi Yusuf. Sementara dari arah yang berlawanan, rombongan PKI juga bertemu dengan mobil yang ditumpangi oleh Kombes Polisi M. Duryat dan Komisaris Polisi Suroko. Gubernur Suryo, M. Duryat, dan Suroko dibawa ke hutan Sonde. Mereka dibunuh oleh PKI yang dipimpin oleh Maladi. Mayatnya kemudian ditemukan penduduk setempat dan dibawa ke Magetan untuk dikebumikan.
Pada tanggal 17 November 1964, Suryo diangkat menjadi pahlawan nasional Indonesia, atas dasar teguhnya pendirian dalam melawan penjajah.

SUMBER REFERENSI :
https://www.selasar.com/politik/hari...gubernur-suryo
http://www.tokohindonesia.com/biogra...puran-surabaya









hnurmalaAvatar border
hnurmala memberi reputasi
1
79
2
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan