kaze27Avatar border
TS
kaze27
I Hate You but I Love You
    
I Hate You but I Love You


 

Shakira Zahrana

Pernah mendengar istilah benci menjadi cinta? Hal ini mungkin tak asing di telinga siapapun yang mendengarnya. Bukan hanya cerita fiksi atau dongeng. Ini benar-benar nyata. Dan hal ini benar-benar terjadi dalam kehidupanku.

Dimulai dari lima tahun yang lalu, saat itu orang tuaku sedang membahas mengenai perjodoanku dengan seorang pria yang bahkan tak pernah aku temui sekali pun. Aku yang saat itu baru berumur 20 tahun hanya bisa menerimanya, karena itu sudah menjadi tradisi untuk seorang wanita yang sudah menginjak usia dewasa untuk segera menikah. Mungkin terdengar kolotdan ketinggalan jaman, tetapi di dalam keluargaku tradisi semacam ini masih kental dan mendarah daging.

&

12 Juli 2018

Hari ini adalah pertama kalinya aku bertemu dengan pria yang akan dijodohkan denganku. Dia seorang pria bertubuh tinggi dan tegap, sepantaran denganku, memiliki raut wajah yang baik, tapi dengan mata yang tajam dan bersinar- sinar, seolah mereka bisa tembus pandang.

“Nathan Zenquen, 20 tahun, tinggi 6’4’’. Bukankah kamu wanita yang diberitahu untuk kutemui?” ucapnya sambil menatapku dengan sorot mata yang dingin dan tampak kesal, sepertinya dia juga sama denganku yang terpaksa untuk datang.

“Kamu terlambat,” tambahnya.

Aku melirik jam di ponselku sesaat setelah mendengarnya bahwa aku terlambat. Dia benar, aku terlambat, tapi hanya beberapa menit saja ataga. Aku rasa dia sangat disiplin.

“Uhm, maaf.” kataku, sambil menatapnya dan merasa tak enak karena menyita waktunya. Aku tak ingin mencari alasan untuk kesalahanku, karena memang benar aku yang salah di sini karena tak tepat waktu, meskipun itu hanya beberapa menit.

“Tidak apa-apa.” ucapnya sambil menatapku, matanya mengamati caraku berpakaian, rambutku, wajahku. Dia tak mengatakan apa-apa lagi, tapi aku bisa tahu kalau dia sedang menilaiku dan aku tidak suka dengan tatapannya itu.

 Dia berdiri dari tempat duduknya, seperti memberi isyarat agar aku mengikutinya, nadanya masih datar dan hampir kesal.

Aku terdiam dan sedikit bingung dengannya, “Mau kemana?” tanyaku dengan sedikit menaikan sebelah alisku.

Dia memutar matanya, berbalik dan berjalan pergi tanpa menjelaskan kemana dia pergi.

“Ayolah tuan putri, kamu sudah membuatku menunggu cukup lama.” ucapnya sambil terus berjalan melewati lobi restoran, tidak sekali pun melihat ke belakang ke arahku untuk melihat apapakah aku mengikutinya atau tidak.

Aku mengerutkan keningku dan menatapnya dengan aneh sekaligus bingung.

“Ada apa dengannya? Haruskah aku mengikutinya? Merepotkan.” gumamku kesal sambil berdiri dari kursiku dan mengikutinya.

“Hei, tunggu sebentar!” kataku sedikit berteriak sambil mengejarnya, karena langkah kakinya yang panjang membuatku sedikit berlari.

Dia berhenti dan berbalik menatapku. Matanya menyipit di bawah alisnya yang tebal.

“Apa yang kamu inginkan, Tuan putri?” tanyanya sambil menyilangkan lengannya, bersandar di dinding lobi restoran dan menatapku dengan matanya yang menyipit.

“Kamu sudah berhasil menyia-nyiakan sebagian waktuku.”

Nada suaranya dingin dan tajam, tak diragukan lagi dia memang tak suka denganku.

Aku mengedip dan sedikit terkejut dengan sikapnya dan apa yang dia bicarakan. Aku terdiam selama beberapa detik sebelum akhirnya mendongak menatapnya dengan mata yang tajam.

“Aku minta maaf jika aku sudah menyita waktumu terlalu banyak. Aku tahu kalau aku salah karena datang terlambat. Jujur saja, seperti kamu yang mungkin juga terpaksa untuk datang, aku pun juga sama. Aku terpaksa datang untuk menemuimu dan membicarakan omong kosong tentang perjodohan ini.”

Dia menatapku lagi, bibirnya membentuk garis tipis.

“Jadi, kamu terpaksa menikah denganku?”

Cara dia mengatakannya hampir terdengar seperti sebuah pertanyaan, nadanya masih blak-blakan dan dingin.

Aku mengerutkan keningku dan masih menatapnya dengan bingung, “Maaf, tapi kita belum menikah. Apa yang kamu bicarakan?”

Dia menghela nafas, terdengar kesal.

“Ayahmu dan ayahku memutuskan kamu untuk menikah denganku. Harus.” ucapnya terdengar kesal hanya karena harus menjelaskannya padaku. Dia bahkan tak bergerak, dan bahkan tidak menatapku terlalu lama.

“Aku tahu itu, lalu kenapa? Apa yang membuatmu kesal padaku? Aku sudah mencoba bersikap baik padamu dan ini kali pertama aku bertemu denganmu, jadi kenapa kamu terus berteriak dan menatapku dengan kesal?”

Aku bingung dengannya yang selalu menatapku dengan kesal seakan akulah akar dari permasalahannya disini. Padahal, aku juga sama sepertinya, aku terpaksa.

“Karena aku tak ingin berada disini.” ucapnya terus terang sambil melotot padaku. Suaranya masih kesal, tapi ada sesuatu yang lain di baliknya. Sepertinya dia marah padaku.

“Jika kamu ingin pernikahan ini berjalan baik, datanglah.” ucapnya sambil menatapku sebelum berbalik dan pergi meningalkanku.

Aku terdiam dan hanya berdiri di tempat, mencoba memahami dan mencerna semua kalimat yang dia ucapkan.

Apa maksud dari perkataannya? Apa dia sedang mempermainkanku? Pernikahan apa? Bahkan pertemuan pertama kita saja tak berjalan dengan baik.

“Hei! Sebentar. Jelaskan dulu padaku. Apa maksudmu?” tanyaku sambil berjalan mengikutinya.

Dia berhenti dan kembali menatapku dengan benar, ekspresinya berubah dari kesal menjadi marah saat dia menjawab.

“Kita akan menikah. Orang tuamu dan orang tuaku sudah menyutujuinya. Tidak peduli apa katamu atau aku, kita akan menikah. Sekarang!

Minggir, Nona. Kamu membuatku kesal hanya berdiri disana.” ucapnya saat dia memberiku isyarat untuk menyingkir dari jalannya.

Aku menatapnya dengan kesal dan tak habis pikir dengan pria satu ini. Dia sangat menjengkelkan.

“ Hei, hei. Apa maksudmu dengan menikah sekarang? Kamu gila, ya? Dan maaf saja, itu terserahku untuk berdiri dimana pun.”

Dia melotot padaku sebelum pergi meninggalkanku dengan raut wajah yang kesal tanpa mengatakan apapun.

“Apasih? Dasar aneh.” cibirku tanpa memperdulikannya yang sudah pergi entah kemana.

 

&

12 Juli 2023

Suasana malam yang hening dan tenang. Aku tengah duduk dan bersandar di tempat tidur sambil menatap lurus ke arah foto pernikahan yang tergantung dengan manis di dinding kamarku dan sedikit melamun, saat memikirkan kilas balik tentang kisah cintaku dengannya.

“Sayang, kamu ngapain? Ada apa, hm?” tanya Nathan sambil merangkul bahuku dan menatapku dengan mata elangnya yang mulai melembut dan sedikit khawatir saat melihatku yang sedang melamun.

Aku sedikit terkejut saat mendengar suaranya. Aku menggeleng dan menatapnya dengan senyuman di bibirku. “Tidak kok, aku hanya memikirkan sesuatu.” kataku nyengir.

Nathan sedikit menaikan sebelah alisnya dan menatapku dengan penasaran. “Apa yang kamu pikirkan sampai membuatmu tak menyadari keberadaanku, hm?”

“Aku sedang memikirkanmu.”

&

Kalian pasti bisa menebak, apa yang terjadi setelah lima tahun yang lalu saat meihatku dan Nathan menjadi akur saat ini. Yah, kita berakhir menikah dan saling jatuh cinta. Aku tak pernah menyangka, aku akan bisa merasakan perasaan tentang bunga-bunga yang bermekaran dan sensasi menggelitik di perutku saat Nathan menatapku dan berada di dekatku. Aku tak pernah sekali pun berpikiran, untuk mencintainya saat itu. Siapa juga yang akan mencintai pria angkuh dan sombong sepertinya.

Bukan seperti dongeng yang menceritakan tentang cinta pada pandangan pertama. Kisahku dengannya penuh lika-liku sampai akhirnya kita menikah dan memutuskan untuk membangun keluarga bersama. Banyak hal yang berubah saat aku mengenalnya dan banyak pelajaran yang bisa aku dapat darinya. Dia yang aku anggap angkuh dan sombong saat pertama bertemu ternyata tak seburuk itu setelah kita menikah. Sikapnya yang perlahan berubah menjadi lebih perhatian dan lembut, meskipun cara penyampaiannya saja yang terkesan tegas dan sedikit kaku. Mungkin dia hanya tak tahu bagaimana cara untuk menyampaikan perasaannya. Nathan adalah pria pekerja keras dan sangat bertangung jawab. Aku seakan mengenal dirinya yang baru setelah kami menikah. Dia yang selalu menyempatkan waktunya untuk bersamaku meskipun dia sangat sibuk dengan pekerjaannya dan selalu bersabar dengan semua sikap dan perubahan moodku.

Memang benar ya kalau, rencana-Nya itu pastilah yang terbaik, entah itu diawali dengan ujian maupun peristiwa yang tak terduga. Manusia hanya bisa berencana dan berdoa, selebihnya Allah lah yang berkuasa dan menentukannya. Hati manusia itu gampang berubah dan Allah mampu membolak-balikan hati.

 

 

 

 

 

 

bukhoriganAvatar border
scorpiolamaAvatar border
scorpiolama dan bukhorigan memberi reputasi
2
84
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan