Kaskus

Story

penacintaAvatar border
TS
penacinta
Kau Kejar Aku Setelah Kita Bercerai
Kau Kejar Aku Setelah Kita Bercerai

Part 1

“Sarapan, Mas!” Anna menyajikan roti bakar dan secangkir kopi susu di atas meja. Zahran bergeming. Anna hanya bisa diam melihat suaminya lebih sibuk dengan ponselnya.

Delapan bulan menjadi istrinya, Zahran masih tetap dingin bagaikan es di kutub Utara. Anna tahu, pernikahan ini hanya untuk menyenangkan hati ibu mertuanya. Anna sejak lama mencintai Zahran, namun tidak dengan Zahran. Pernikahan ini bagaikan neraka baginya. Ia terpaksa mengikuti kemauan sang Bunda karena Bundanya menderita sakit jantung kronis.

Bundanya sejak lama hidup dengan bantuan alat pacu jantung. Keinginan terbesarnya sebelum ia wafat adalah melihat Zahran menikah. Pilihan sang Bunda jatuh kepada Anna, gadis manis dan mandiri, putri dari mendiang sahabat karibnya.

Sekuat tenaga Zahran menolak perjodohan itu, namun apa daya, setiap kali ia dan bundanya gagal mencapai kata sepakat dalam membicarakan perjodohan itu, selalu saja berakhir dengan kondisi sang bunda yang menurun dan harus dirawat di rumah sakit.

Sampai pada di titik Zahran tak lagi bisa menolak dan akhirnya pernikahan itu terjadi.

“Kita, menikah tanpa cinta, Anna. Kamu jangan berharap lebih padaku. Cintaku sampai saat ini hanya untuk Zahira,” ujar Zahran tepat di malam pertama pernikahan mereka. Anna mengerti, ia cukup bahagia sudah menjadi istri sah Zahran, mungkin bukan sekarang, tapi nanti Zahran akan mencintainya. Ia hanya perlu bersabar, mengikuti semua saran sang ibu mertua untuk berusaha mengambil hati Zahran. Meski sampai saat ini Zahran tak pernah menyentuhnya.

Lamunan Anna terpecah saat melihat Zahran beranjak. Sarapan yang disediakan Anna tak disentuh seperti biasanya. Zahran biasanya hanya akan makan malam di rumah sebab bundanya selalu memaksanya menemani Anna.

“Mas, tas kerja kamu,” ucap Anna sembari menyambar tas itu dan menjajari langkah Zahran. Anna sudah memasukkan wadah bekal ke dalam tas kerja milik Zahran.

“Makasih,” ujar Zahran sambil mengambil tas kerjanya dari tangan Anna, kemudian ia pun berlalu. Anna cukup senang dengan satu kata yang terlontar dari mulut Zahran itu.

“Bekalnya jangan lupa dimakan, Mas!” Anna setengah berteriak pada Zahran yang hampir saja masuk ke dalam mobil. Ia tahu Zahran tak akan menyahut. Anna melambaikan tangan meski yakin Zahran juga tak akan membalasnya.

Anna ... Sabarlah, suatu hari nanti Zahran pasti akan mencintaimu, demikian ujaran sang ibu mertua yang selalu diingat oleh Anna.

Anna dan Zahran sudah kenal sejak kecil. Anna selalu senang tiap kali mama mereka bertemu dan mereka berdua diajak. Sejak dulu Zahran memang cuek. Anna sering mengajaknya bermain masak-masakan, namun Zahran tak pernah mau. Ia lebih suka membaca buku.

Anna mengajaknya bermain ayunan, Zahran selalu lebih memilih bermain trampolin. Mereka terpisah tatkala papa Anna harus pindah tugas ke luar pulau, sejak saat itu mereka tak lagi bersua.

Lima belas tahun berlalu, keduanya kembali bertemu. Farhana, ibunda Zahran sangat terkejut tatkala mendengar berita meninggalnya Lestari, mamanya Anna. Di sanalah keduanya bertemu kembali. Anna dipeluk erat oleh Farhana, ia memberikan kekuatan pada gadis polos itu. Anak tunggal yang kehilangan sosok ibu, Anna bagaikan tak ingin hidup lagi. Papanya pun sama rapuhnya, wanita yang begitu mereka cintai dan jadi tempat berteduh telah pergi untuk selamanya.

Sejak saat itu, Anna dan sang papa kembali ke kota itu. Anna bekerja pada sebuah perusahaan, praktis pertemuan Anna dengan bundanya Zahran jadi semakin intens. Anna pun kembali bisa menatap wajah sahabat masa kecilnya dulu. Benih cinta itu pun tumbuh di hati Anna. Ketika tiba-tiba Farhana memintanya menjadi menantu, Anna sangat bersukacita. Tapi itu semua tak seperti yang dirasakan oleh Zahran. Anna tahu, Zahran sudah memiliki kekasih yang begitu ia cintai.

Sayangnya sang bunda tak pernah setuju jika Zahran menikahi Zahira. Entahlah, Anna tak bertanya apa sebabnya. Setelah menikah, Anna mengundurkan diri dari pekerjaannya atas permintaan sang ibu mertua, Anna menurut.

Anna kembali tersadar dari lamunannya. Ia bergegas membereskan bekas sarapan Zahran yang tak tersentuh. Ia melahap roti bakar dingin dan kopi yang juga sama dinginnya dengan hati Zahran.

***

Senja menjelang, Anna bersiap menyambut Zahran pulang dari kantornya. Sebelum Zahran komplain pada sampah di depan rumah, Anna bersiap untuk membuangnya ke tempat sampah kompleks.

Mata Anna terpaku saat tanpa sengaja ia melihat Zahran membuang isi bekal yang pagi tadi Anna bawakan untuknya. Ternyata selama ini, Zahran selalu membuang makanan yang ia bawakan? Pantas saja setiap kali ia melihat wadah bekal suaminya, selalu isinya bersih. Anna mengira bekal yang selalu dibawakannya itu dimakan habis oleh Zahran, ternyata isinya habis dibuang. Seketika titik kecewa itu muncul.

Anna menyandarkan diri di tiang besar teras rumah itu. Semangatnya mendadak hilang. Usahanya untuk meluluhkan hati Zahran sia-sia. Ia berbalik, meninggalkan plastik sampah begitu saja.

Ia tetap menghangatkan makanan untuk Zahran lalu menatanya di meja. Saat Zahran masuk, Anna menawarkan Zahran untuk langsung makan.

“Mas, makanan sudah siap,” ujar Anna.

“Oke, mau mandi dulu,” jawabnya.

Anna duduk menunggu sampai Zahran selesai mandi dan berganti pakaian. Anna mengambil nasi dan disodorkan kepada Zahran.

Zahran tak bicara apa-apa, ia memilih lauk dan makan. Anna diam, biasanya ia akan ikut menemani Zahran makan, tapi kali ini selera makannya sudah menguap.

“Kenapa kamu gak makan?” tanya Zahran.

“Gak apa-apa, Mas. Mas makanlah, aku mau ke kamar,” sahut Anna, entah kenapa perasaannya juga tiba-tiba jadi tak enak. Zahran tak peduli, ia biarkan Anna menjauh, itu lebih membuatnya nyaman.

Malam itu sebenarnya Zahran ada janji untuk bertemu Zahira. Tapi ia terpaksa membatalkan janjinya itu karena perawat di rumah bundanya tiba-tiba menelepon.

“Ibu jatuh, Pak. Ibu langsung saya bawa ke rumah sakit. Bapak tolong segera menyusul, ya,” ujar perawat bundanya itu dengan nada panik.

“Bunda jatuh? Kok bisa?”

“Tiba-tiba saja Ibu lemas saat selesai shalat maghrib,” jelas sang perawat lagi.

“Oke, oke! Saya segera kesana sekarang!” Zahran meninggalkan makanannya dan bergegas menyambar kunci mobilnya. Anna mendengar percakapan itu, hatinya semakin perih karena Zahran bahkan tak mengajaknya untuk menjenguk sang bunda. Anna sempat mondar-mandir selama beberapa waktu menunggu kabar dari Zahran, namun nihil.

Anna meraih kunci mobilnya sendiri lalu bergegas pula ke rumah sakit. Ia sudah tahu rumah sakit mana yang biasanya didatangi oleh ibu mertuanya itu. Jalanan malam itu lumayan padat, Anna tak berani menyalip kendaraan lain sehingga perjalanannya harus lebih melambat.

Sampai di sana, Anna melihat Zahran menangis sembari memegangi dinding rumah sakit. Bahunya berguncang hebat.

“Sus, Bunda kenapa?” tanya Anna pada suster perawat mama mertuanya itu.

“Ibu sudah gak ada, Mbak,” jawabnya sambil menunduk.

“Innalillahi wainnailaihi roji'un ....” Anna menutup mulutnya saking tak percaya dengan apa yang ia dengar. Lututnya lemas. Baru kemarin ibu mertuanya itu berkunjung dan mereka bercerita banyak soal masa depan. Tentang keinginannya untuk memiliki cucu dari Anna. Kini harapan itu hanya tinggal kisah kenangan saja. Ibu mertuanya sudah dipanggil Sang Pencipta tanpa sempat meninggalkan sepatah kata pada mereka.

***

Zahran masih terpekur di hadapan pusara sang bunda. Anna pun masih setia mendampinginya. Para pelayat perlahan mulai undur diri. Ucapan duka cita itu membuat hati Anna semakin perih. Tak ada lagi pembelanya. Tak ada lagi mertua yang selalu menguatkannya.

“Selamat jalan, Bunda ... Anna akan selalu menyebut nama Bunda di dalam doa-doa Anna,” bisiknya dalam hati.

Zahran beranjak, Zahira pun datang ke pemakaman. Ia memeluk Zahran tanpa ada rasa segan. Anna hanya diam, dia bisa apa? Marah? Itu terlalu konyol dilakukan di tengah suasana duka seperti ini.

“Sabar, ya, Mas. Mas gak sendirian, aku akan selalu ada untuk kamu,” bisiknya sambil mengerling nakal ke arah Anna. Ia tahu betul, Anna hanya istri boneka bagi Zahran.

Anna memilih untuk berpaling, meninggalkan tempat pemakaman itu dengan perasaan hancur berkali-kali lipat. Kini sudah tak ada lagi alasan Zahran untuk tetap bersamanya, jadi Anna cukup tahu diri.

Sehari, dua hari, Zahran masih terlihat berduka, namun tak ada obrolan tentang bagaimana hubungan mereka nantinya. Anna tetap menyiapkan makanan, pakaian bersih, dan segala keperluan Zahran meskipun Zahran tetap bersikap sedingin es.

Satu bulan berlalu, Anna menerima tawaran untuk bekerja sebagai manajer keuangan di perusahaan yang direkomendasikan oleh Diandra --sahabat karibnya.

“Kakak gue lagi cari manajer yang kompeten, dan gue tau banget lo cocok bekerja di sana. Gue tau gimana dedikasi lo saat dulu masih bekerja.”

“Makasih, Di. Sepertinya emang udah waktunya gue balik ke karier yang tertunda.”

“Suami lo ngizinin, kan?”

“Aku yakin dia gak akan masalah, kok.”

“Bagus kalau begitu. Lagian lo juga kan belum ada momongan, daripada lo cuma di rumah aja, mendingan lo berkarier.”

“Iya, Di. Besok gue ke kantor kakak lo.”

“Oke, bilang aja nama lo, kakak gue udah tau.”

“Siapa nama kakak lo itu, Di?”

“Mas Gara.”

“Oh, oke. Pak Gara.”

“Yups. Ya udah, gue gak bisa lama-lama, nih. Gue cabut duluan, ya, Ann.”

“Oke, thanks, ya, Di.”

“Sama-sama. Bye ....”

“Bye ....” Anna melambaikan tangan pada Diandra.

Anna menghembuskan napas panjang. Setelah memilih resign dari pekerjaannya dulu, demi mengabdi sepenuhnya pada Zahran, kini Anna memilih untuk kembali mengejar mimpinya.

Anna kembali ke rumah, ia melihat mobil Zahran terparkir di rumah. Anns bergegas masuk. Mata Anna tertumbuk pada pemandangan di hadapannya.

Zahran dan Zahira, mereka bercumbu mesra di ruang tamu. Ingin rasanya Anna cumiik marah.

“Eh, sorry,” ucap Zahira saat menyadari kehadiran Anna. Zahran pun buru-buru membetulkan posisi duduknya. Anna ingin marah, ingin menjerit sekuat-kuatnya, tapi lagi-lagi logikanya berkata, untuk apa? Toh Zahran tak akan membelanya.

“Kalian lanjutkan saja,” ujar Anna sambil bersiap pergi ke kamarnya.

“Ann, aku mau bicara,” ujar Zahran.

“Iya, Ann. Karena kamu udah tahu, jadi sekalian saja,” sambung Zahira.

“Duduklah dulu, Ann!” pinta Zahran lagi.

“Oke,” jawab Anna. Sekuat tenaganya menahan air matanya agar tidak tumpah. Ia marah, cemburu, namun tak berdaya. Ia pun duduk di sofa itu, menghadap Zahira yang sedang mendekap erat lengan Zahran.

“Bunda sudah gak ada, Ann. Sudah saatnya kita akhiri saja pernikahan sandiwara ini,” ujar Zahran. Zahira tersenyum sembari mengangguk.

“Baik, Mas. Aku atau kamu yang akan mengurus berkas perceraian kita?” tanya Anna. Hatinya sakit, tapi bibirnya menutupi itu semua. Lagi-lagi Zahira tersenyum.

“Bagus kalau kamu gak mempersulit semuanya, Ann. Kamu tetap akan dapat bagian dari Mas Zahran. Lima ratus juta, iya, kan, Sayang?” ucap Zahira.

“Iya, Ann. Anggap saja itu sebagai tanda terima kasih karena kamu sudah banyak membantu almarhumah Bundaku. Membuat sisa waktu hidupnya jadi lebih bahagia, soal perceraian, biar aku yang urus semuanya,” jelas Zahran.

“Gak perlu, Mas. Aku akan meninggalkan rumah ini tanpa membawa apapun. Aku tidak meminta serupiah pun dari kamu.”

“Itu lebih bagus, karena emang kamu gak rugi apa-apa,” sahut Zahira. Senyum wanita itu benar-benar memuakkan.

“Gak masalah, aku bisa kembali ke rumah papa. Apa ada yang lain yang ingin kamu sampaikan, Mas?”

“Cukup, kok. Silakan kalau kamu mau pergi,” jawab Zahira tanpa memberi kesempatan pada Zahran untuk bicara. Anna beranjak, bergegas mengemasi semua pakaian dan barang pribadi miliknya. Ia biarkan Zahran dan Zahira berduaan di ruang tamu. Anna sudah dibuat terlalu sakit, mencintai sendirian. Statusnya sebagai istri hanyalah kepalsuan.

“Aku pamit, Mas,” ujar Anna sambil membawa dua koper besar miliknya.

“Ya, hati-hati,” jawab Zahran. Anna pun berlalu. Ia memasukkan koper ke bagasi mobilnya lalu melaju menuju rumah sang papa. Entah alasan apa yang nanti akan ia sampaikan pada satu-satunya orang tua yang tersisa. Di tengah jalanan yang rimbun pepohonan itu, Anna berhenti dan menangis sejadi-jadinya.

Lanjut yuk baca di Fizzo, di Fizzo sudah tayang 22 Bab❤️
bukhoriganAvatar border
bukhorigan memberi reputasi
1
212
2
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan