Pengaturan

Mode Malambeta
Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

karlindimiya134Avatar border
TS
karlindimiya134
Asas Retroaktif Dalam Argumentasi Hukum
Dalam kehidupan, logika terus menjadi kontrol bagi manusia untuk menyelami hidup. Namun yang terpenting adalah bagaimana peraturan dan logika berjalan beriringan. Disamping itu kepentingan manusia akan terus berkembang sepanjang masa. Oleh karena itu peraturan hukum yang tidak jelas harus dijelaskan, yang kurang lengkap harus dilengkapi dengan jalan menemukan hukumnya agar aturan hukumnya dapat diterapkan terhadap peristiwanyaUnsur terpenting dan pokok dari peraturan hukum adalah asas hukum.
Asas hukum merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu bagi lahirnya suatu peraturan hukum. Satjipto Rahardjo menyebutkan asas hukum sebagai “jantungnya” peraturan hukum atau ratio legis dari peraturan hukum.Asas hukum ini tidak akan habis kekuatannya dengan melahirkan suatu peraturan hukum, melainkan akan tetap saja ada dan akan melahirkan suatu peraturan-peraturan selanjutnya.Dengan demikian, asas hukum adalah dasar normatif pembentukan hukum, tanpa asas hukum, hukum positif tak memiliki makna apa-apa, dan kehilangan watak normatifnya, yang pada gilirannya asas hukum membutuhkan bentuk yuridis untuk menjadi aturan hukum positif
Asas retroaktif secara istilah pada dasarnya mengandung dua kata pokok, yaitu "asas" dan "retroaktif". Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, "asas" diartikan sebagai hukum dasar atau dasar (sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat ). Sedangkan kata "retroaktif" berasal dari bahasa latin "rectroactus" yang artinya adalah "to drive back" yang berarti "bersifat surut berlakunya". Dengan demikian, pengertian asas retroaktif dari segi etimologi adalah dasar yang menjadi tumpuan pemberlakuan suatu aturan secara surut terhitung sejak tanggal diundangkannya.
Dalam sejarah dan praktik perkembangan hukum pidana di Indonesia, asas retroaktif masih tetap eksis meskipun terbatas hanya pada tindak pidana terntentu. Hal ini menunjukkan bahwa dasar pikiran pelarangan pemberlakuan asas retroaktif sebagaimana tersebut diatas relatif dan terbuka untuk diperdebatkan, apalagi dengan adanya berbagai perkembangan jaman menuntut peranan hukum, khususnya hukum pidana semakin diperluas. Selain itu, pemberlakuan asas retroaktif juga menunjukkan kekuatan asas legalitas berserta konsekuensinya telah dilemahkan dengan sendirinya.
Asas  retroaktif  sangat seharusnya  membantu  pemerintah  untuk  mengatasi  kejahatan-kejahatan  yang  terjadi  sebelum  adanya  peraturan  Perundang-Undangan  yang  telah  dibuat  untuk  dapat  diadili  dan  para  korban  dapat  menerima  keadilan  di  negeri  ini.  Walau  diketahui  bahwasanya  pembentukan  peraturan  Perundang-Undangan  karena  merupakan  produk  politik  revenge  (pembalasan)  Dan  pelaku  juga  wajib  mendapatkan  perlindungan  dari  pemerintah  walaupun  perbuatan  mereka  merugikan  banyak  orang  tetapi  pelaku  juga  manusia  yang  wajib  mendapatkan  hak  asasi  manusia.  Pelaku  berbuat    kejahatan    karena    ada    penyebabnya    kenapa    pelaku    bisa    melakukan    perbuatannya tersebut, dan itu sangat penting diselidiki karena semua perbuatan pasti tersistem.
Pengetahuan  bagi  kita  semua  yang  mana  asas  retroaktif  ini  sangat  bermanfaat  untuk  mengurangi  kejahatan  pelanggaran  berat  yang  dilakukan  sebelum    dan    sesudah    peraturan    dibuat,    oleh    orang-orang    yang    tidak    bertanggungjawab  dan  berharap  kepada  pemerintah  untuk  mengatasi  kejahatan-kejahatan pelanggaran berat HAM yang terjadi di dalam negeri dan agar perlindungan HAM pada masyarakat Indonesia dapat terjamin.
Penerapan Asas retroaktif, dari sisi pengetahuan hukum, asas retroaktif dapat diberlakukan secara rigid dan darurat limitatif, artinya apabila negara dalam keadaan darurat (abnormal) maka pemerintah harus menerapkan prinsip-prinsip hukum darurat (abnormaal recht), karena itu penempatan asas ini hanya bersifat temporer, jika jika kondisi negara sudah normal maka asas retroaktif tidak diberlakukan lagi. Dalam penerapan asas retroaktif harus memerhatikan prinsip-prinsip hukum universal sehingga tidak terkontaminasi dengan unsur-unsur yang dapat dikategorikan sebagai abuse of power.
Argumentasi hukum merupakan proses yang senantiasa dilakukan oleh para pemikir hukum. Dalam menghadapi peristiwa hukum, senantiasa diharapkan argumentasi hukumnya untuk memahami peristiwa itu secara baik. Argumentasi hukum ini dilahirkan melalui proses penalaran yang dilakukan. Penalaran hukum ini dimaknakan sebagai cara (hal) berpikir, menggunakan, mengembangkan atau mengendalikan sesuatu masalah (di bidang) hukum dengan nalar.
Dalam argumentasi hukum terdapat logika yang memiliki peran penting dan keduanya tidak dapat dipisahkan sebab saling berhubungan satu sama lain. Logika mengajarkan tentang berpikir sebagaimana yang seharusnya bukan berpikir sebagaimana adanya. Selain itu, logika mengajarkan tentang berpikir secara rasional dan kritis yang digunakan dalam menentukan aturan, argumen, putusan secara benar dan runtut. Tidak ada ilmu pengetahuan yang tidak didasarkan pada logika. Ilmu pengetahuan tanpa logika tidak akan pernah mencapai kebenaran ilmiah. Sebagaimana dikemukakan oleh Aristoteles, yaitu logika benar-benar merupakan alat bagi seluruh ilmu pengetahuan.
Pertanyaanya bagaimanakah peran asas retroaktif dalam argumentasi hukum?2
Pasal 1 Ayat (2) KUHP mengandung di dalamnya ketentuan tentang retro-aktif, namun sebenarnya lebih tepat dikatakan bahwa pasal itu mengatur tentang “aturan peralihan, yaitu aturan dalam masa transisi karena adanya perubahan UU. Pasal 1 Ayat (2) ini mengandung asas/prinsip, bahwa “ketentuan hukum yang diberlakukan dalam hal ada perubahan UU (dalam masa transisi) adalah ketentuan hukum yang menguntungkan/meringankan terdakwa”. Jadi Pasal 1 Ayat (2) mengandung asas, bahwa dalam menghadapi 2 (dua) pilihan perundang-undangan karena adanya perubahan, harus “dipilih (diterapkan/didahulukan) hukum yang menguntungkan/meringankan terdakwa”. Oleh karena itu dapat dikatakan mengandung “asas subsidiaritas”. Apabila Pasal 1 Ayat (2) dilihat sebagai masalah ”retroaktif”, maka asasnya ialah “hukum yang dapat diberlakukan surut adalah hukum yang menguntungkan/ meringankan terdakwa”.
Dalam hal larangan pemberlakuan surut suatu peraturan pidana (retroaktif) yang tercantum dalam Pasal 28 I ayat (1) UUD 1945 menurut penulis menimbulkan implikasi peraturan di bawah UUD 1945 tidak dapat mengesampingkan asas tersebut. Kenyataan yang timbul adalah ada pengecualian terhadap larangan tersebut yang diatur “hanya” dengan undang-undang yang dalam hirarkis perundang-undangan masih berada di bawah UUD 1945. Problematika ini menimbulkan persoalan dalam hukum pidana dan hirarki perundangundangan. Selain itu larangan penerapan peraturan pidana secara retroaktif ternyata menimbulkan persoalan yang rumit terutama dalam menghadapi kejahatan jenis baru yang tidak ada bandingannya dalam KUHP atau peraturan pidana khusus lainnya
0
12
0
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan