Lima Film Indonesia Tahun 80-an yang Sebaiknya Dibikin Ulang
TS
misterveejay
Lima Film Indonesia Tahun 80-an yang Sebaiknya Dibikin Ulang
Remake, atau membuat ulang sebuah film sudah jamak terjadi di industri film, termasuk di Indonesia. Nah, menurut ane pribadi nih, ada lima film dari era 80-an yang kayaknya bisa diremake karena ane pikir temanya masih cocok dengan selera penonton sekarang, atau bahkan bisa dibuat lebih dahsyat lagi.
Film-film tersebut antara lain:
Spoiler for 1. Bawalah Aku Pergi (1981):
Film karya sutradara MT Risyaf ini bercerita tentang seorang penulis novel bernama Rauf yang melakukan perjalanan ke Vietnam dan Singapura setelah patah hati akibat cintanya ditolak. Soalnya, orang tua si kecengannya itu merasa hidup seorang penulis tidak punya masa depan (duh!).
Di Singapura, ternyata Rauf ketemu pemain gitar cantik bernama Kartika. Dia anak dari seorang profesor sastra gitu deh. Singkat cerita, Rauf dan Kartika jatuh cinta. Awalnya cinta itu tidak direstui oleh si profesor, tapi akhirnya dia luluh setelah membaca novel terbaru Rauf yang diberikan pada Kartika. (Gampang banget ya meluluhkan hati camer? Tinggal kasih novel)
Kalau diperhatikan, ini cerita cukup unik, apalagi karakter tokoh seorang novelis agak jarang diangkat jadi film. Lalu dia juga harus pergi ke beberapa negara, bahkan ada cerita Rauf sampai terlibat konflik perang Vietnam dan kehilangan sahabat baiknya. Akan banyak drama yang bisa dinikmati, dan syuting di beberapa negara sepertinya bukan masalah besar di jaman sekarang, malah bisa jadi nilai plus.
Spoiler for 2. Mereka Memang Ada (1982):
Film karya sutradara Mardali Syarief ini, terbagi dua. Pertama dia bercerita tentang Nugroho, seorang waria masyarakat bawah yang tinggal bersama Nining, adeknya, serta ibu mereka di sebuah perkampungan kumuh. Nugroho menjadi tulang punggung ekonomi keluarga. Semua menerima “kondisi” Nugroho, kecuali ayah tirinya yang bernama Robaka. Setiap kesempatan, Robaka mengejek dan menghina Nugroho, padahal Robaka juga bukan kepala keluarga yang baik, bahkan dia sampai tega berniat merudapaksa Nining.
Lalu kisah kedua tentang Daniel, seorang waria dari kalangan atas. Keluarganya merasa tercemar dan malu akan kodrat yang dialami Daniel. Suatu saat Daniel disiksa untuk menghilangkan sifat kebanciannya. Daniel bisa menyelamatkan diri dan dititipkan ke tokoh pemimpin waria bernama Mirna. Di sana Daniel berhasil dibimbing menjadi seorang model berbakat. Akhirnya keluarga Daniel menyadari dan mengerti dengan keadaan Daniel.
Menurut ane, tema ini menarik. Kisah dua waria dengan perbedaan strata ekonomi dan status sosial. Keduanya menghadapi musuh yang berbeda, tapi konflik internalnya sama: kewariaannya membuat mereka dapat cap jelek dan direndahkan. Film ini memotret bagaimana mereka mencoba berjuang keluar dari masalah itu. Sebuah potret yang menarik, dan rasanya tidak apa-apa jika dibuat ulang dengan seting jaman sekarang. Apalagi pemikiran tentang waria, kaum pelangi, LGBTQ, dan lain sebagainya tentu sudah lebih berkembang. Istilah kata sih, kalau di tahun 80-an saja film ini bisa rilis, kenapa sekarang tidak?
Spoiler for 3. Perempuan Bergairah (1982):
Film karya sutradara Jopi Burnama ini berkisah tentang Renny Basuki, seorang gadis juara judo yang membentuk kelompok gulat bebas bayaran bernama “Idola”, untuk mencari biaya perawatan adiknya yang sakit keras. Tapi akhirnya Renny kecewa karena ibunya tidak mau menerima uang hasil jerih payahnya itu, ibunya malah ingin Renny berhenti jadi pegulat dan menikah dengan lelaki pilihan orang tuanya.
Untuk membuktikan tekadnya, Renny berontak dan terus melakukan pertandingan demi pertandingan lagi, sampai akhirnya dia mendapatkan seorang manajer bernama Indra. Long story short, “Idola” memenangkan sebuah turnamen besar dan Renny mendapatkan kemenangan ganda: juara turnamen dan pacaran dengan Indra.
Hmm, terasa FTV? Tidak juga kalau agan dan sista membayangkan tonenya seperti film Fight Club (1999), misalnya. Menurut ane, film tentang perempuan cantik juara judo, bikin grup gulat bebas bayaran untuk membebaskan idealisme sekaligus mencari uang untuk adik; lalu dia dapat benturan klasik ketika orang tua tidak setuju, tapi perempuan ini keras kepala, sampai akhirnya bisa membuktikan prestasi sekaligus dapat kekasih.
Pasti menyenangkan kalau diremake lagi. Artisnya bisa Andrea Dian, Maudy Ayunda, Jihane Almira, atau Pevita Pearce? Terserah sih, banyak opsi.
Spoiler for 4. Menentang Maut (1984):
Film karya sutradara Helmud Ashley ini bercerita tentang sebuah musibah yang terjadi di terowongan milik ICA, perusahaan gabungan Indonesia-Jerman. Akibatnya, 50 orang terkurung di sana. Dalam usaha penyelamatan, seorang ahli dari Jerman memperagakan alat canggih, gabungan tenaga laser dengan gelombang ultrasonik, yang dapat mengebor segala jenis batu sekeras apapun.
ICA memutuskan untuk mengangkut alat tersebut dengan truk yang dikendarai Ted, bekas juara rally, dibantu oleh Heinz, seorang insinyur Jerman. Namun, untuk menghindari sabotase saingan perusahaan mereka yaitu IMPEX, alat tersebut dikabarkan juga akan diangkut dengan pesawat terbang.
Sayangnya, IMPEX mengetahui muslihat itu, mereka pun langsung mengejar truk yang membawa alat canggih itu. Tetapi berkat pengalaman Ted dan Heinz, usaha IMPEX dapat digagalkan. Akhirnya Ted dan Heinz dapat menolong para korban yang nyaris tewas kekurangan oksigen dalam terowongan.
Film ini hasil kerjasama antara Rapid film dengan GMBH Munchen, meski tampaknya dominan artis bule, tapi banyak juga artis papan atas Indonesia main di sini. Antara lain: WD Mochtar, Barry Prima, Dicky Zulkarnaen, dan Advent Bangun. Kalau lihat ceritanya, tampak menarik. Campuran antara film tentang kecelakaan kerja macam Deepwater Horizon (2016) dengan kejar-kejaran mobil ala-ala Fast Furious. Mungkin bagus juga kalau dibikin macam Fast & Furious 6 (2013) yang ada kejar-kejaran pakai tank di atas jembatan layang. Dengan teknologi jaman sekarang, pasti adegan actionnya bisa lebih seru lagi. Apalagi sudah cukup lama juga Indonesia tidak punya film action. Mungkin bisa dipertimbangkan?
Spoiler for 5. Istana Kecantikan (1988):
Film karya sutradara Wahyu Sihombing ini bercerita tentang Nico, seorang gay yang didesak untuk segera menikah. Karena tidak mungkin untuk jujur pada kondisinya, maka kepura-puraan pun harus dimainkan oleh Nico. Atas permintaan kawannya yang bernama Sumitro, maka Nico pun menikah dengan Siska yang sedang hamil. Belakangan baru diketahui kalau Siska ternyata hamil anak Sumitro.
Konflik makin rumit ketika Nico ketahuan berkencan dengan Toni, seorang pegawai salon, dan seolah masih kurang rumit Nico pun harus memergoki Toni pacara dengan Siska. Nico merasa ditipu dari berbagai arah. Nico hendak membunuh Siska, tapi Toni yang jadi korban. Maka Nico harus mendekam di penjara.
Pendapat ane, sama dengan film “Mereka Memang Ada”, menarik untuk mengangkat lagi kisah di seputaran kaum LGBT. Bukan karena ane mendukung campaign tertentu, ini murni karena ane melihat ada captive market yang bisa disasar dari tema-tema seperti ini. Melihat perkembangan seperti itu, film dengan konflik seorang homoseksual bukan hal yang mustahil diproduksi. Perkara akan muncul pro-kontra, ya itu sudah risiko. Tapi intinya, calon penonton sudah ada, tinggal ingin buat atau tidak.
Lima dulu saja, sebenarnya kalau mau ngorek-ngorek nyari-nyari lagi pasti banyak, mengingat industri film Indonesia kan usianya sudah panjang. Siapa tahu ada agan atau sista yang kebetulan produser film yang kepeleset jarinya ngeklik tulisan ini dan tertarik. Siapa tau kan?