- Beranda
- Komunitas
- Regional
- Yogyakarta
Digitalk : "Memahami Peluang dan Dinamika Industri Start-up" - CfDS UGM


TS
GenkKobra
Digitalk : "Memahami Peluang dan Dinamika Industri Start-up" - CfDS UGM

Yogyakarta, 8 September 2023 – Bertempat di Fisipol UGM, seri Digitalk #58 diadakan mengulik fenomena perkembangan ekosistem start-up yang menjadi tulang punggung ekonomi digital Indonesia dan membuka peluang besar bagi wirausaha baru. Meskipun demikian, tantangan yang ada memerlukan strategi dan perhatian khusus untuk menjaga stabilitas, terutama bagi start-up yang sedang berkembang. Inisiatif forum diskusi Digitalk #58 X BUMI (Berkarya Untuk Masyarakat Indonesia) : "Memahami Peluang dan Dinamika Industri Start-up" diselenggarakan oleh Center for Digital Society (CfDS) UGM bersama Intudo, ditujukan untuk dapat menjadi wadah bagi pelaku industri start-up, ahli, mahasiswa, dan masyarakat umum untuk memperkenalkan berbagai dinamika dalam ekosistem start-up Indonesia dewasa ini.
Diskusi menghadirkan tiga key person dari tiga start-up di Indonesia, yaitu Intudo, bersama Patrick Yip selaku Intudo Founding Partner, Timothy Astandu, CEO dan Co-Founder Populix, dan Kenneth Tali selaku CEO dan Co-Founder SerMorpheus. Tidak hanya sharing session dalam format talkshow, para C-Level turut mengajak peserta lebih dekat dengan satu sama lain dalam sesi networking. Sesi ini menjadi kesempatan emas bagi para peserta dalam meraih career opportunity di start-up company, juga sebagai media pengembangan SDM ‘melek digital’ yang sesuai untuk kebutuhan perusahaan saat ini.
Syaifa Tania, Sekretaris Eksekutif CfDS UGM, menyampaikan bahwa kegiatan ini adalah upaya nyata yang CfDS UGM lakukan untuk mendukung perkembangan talenta digital Indonesia. “Kami sangat menyambut momen ini dengan antusias. Kami aktif bekerja sama dengan mitra-mitra dari berbagai lini untuk mempertemukan mereka dengan talenta digital yang siap bersaing di industri.” ujar Tania dalam sambutannya. Pertumbuhan start-up di Indonesia, yang menurut Databoks saat ini mencapai 2.483 start-up, didorong oleh perkembangan teknologi jaringan, populasi yang besar, kolaborasi antara pengusaha, investor, dan pemerintah, serta minat investor dalam ekosistem start-up. Intudo sebagai venture capital, bersama company portfolio mereka:
Populix dan SerMorpheus, hadir di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Mereka tumbuh dari sebuah keresahan dan bermaksud untuk turut berdinamika bersama ragam start-up karya anak bangsa lainnya, mendatangkan solusi lewat basis digital start-up. Pada kesempatan show and tell dalam Digitalk #58 ini, T
Pada kesempatan show and tell dalam Digitalk #58 ini, Timothy Astandu selaku CEO dan Co-Founder Populix memperkenalkan start-up karyanya. “Populix merupakan start-up yang dapat membantu Anda perihal kebutuhan riset, juga sebagai survey solution untuk menunjang kebutuhan individu dan akademik.” ujar Timothy. Menceritakan pengalamannya dalam membangun start-up, Timothy turut membagikan insight baru bagi para pegiat start-up di luar sana. “Berbicara mengenai membangun start-up, hal tersebut tentu tidak mudah. Di dunia, pasti ada susahnya. Semua start-up itu harus mulai dari titik nol. Start-up harus memiliki basis teknologi kuat yang bisa membawa dampak, mendisrupsi dunia.” ujar Timothy.

Perihal menggagas sebuah start-up dalam derasnya arus perkembangan industri tersebut, kreativitas dan adaptasi tentu perlu dipertimbangkan, seperti yang diinovasikan oleh SerMorpheus. Inisiatif kreatif yang dibawa SerMorphues dimaksudkan untuk mengenalkan Web3 kepada masyarakat awam dengan model yang lebih mudah dipahami. “SerMorpheus sebagai start-up di bidang cryptocurrency dan NFT menyajikan produk kebanggaan kami, yaitu Konser.co.id, suatu aplikasi pengorganisasian event. Lewat aplikasi ini, fokus kami adalah untuk membangun attestation dan loyalty lewat pengkoleksian ‘stiker’ layaknya NFT.” seperti yang diperkenalkan oleh Kenneth. Dari banyaknya start-up yang turut berkontestasi dalam perkembangan e-economy, Intudo tampil sebagai pendorong kemajuan industri start-up nasional. Mereka percaya akan kehebatan para start-up asal Indonesia, bahwa market mereka tak kalah kuat dengan pasar internasional.
“Kita lahir di Indonesia, hanya berinvestasi di Indonesia, dan hanya untuk Indonesia.” punggah Patrick Yip. Lewat BUMI (Berkarya Untuk Masyarakat Indonesia), Intudo menggiatkan pemberdayaan pelajar Indonesia untuk bergabung dengan ekosistem digital. “Kami siap untuk membantu para talenta digital di Indonesia untuk bersama-sama belajar dari ahli industri, membangun relasi, dan memperluas wawasan mereka.” tutur Patrick. Menghadapi tantangan dan dinamika pembangunan start-up, tentu di dalamnya banyak aspek yang memengaruhi. Pertimbangan matang lewat peran tim internal menjadi salah satu faktor penting. “Kolaborasi bersama antar stakeholder, baik dari sisi akademik, industri, swasta, serta pemerintah, diharapkan dapat mendukung persiapan masyarakat Indonesia yang lebih siap menyambut digitalisasi, AI, dan pembaharuan demi pembaharuan lain yang datang.” tutup Patrick.
Setyawan
Tentang :
Center for Digital Society (CfDS) adalah pusat kajian di bawah naungan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada. CfDS berfokus pada isu-isu dan studi tentang perkembangan teknologi, digitalisasi, dan masyarakat digital, termasuk bisnis digital dan gaya hidup. Melalui berbagai penelitian dan acara diskusi publik, CfDS menyediakan sarana edukasi kepada masyarakat mengenai dampak dari teknologi dalam berbagai aspek kehidupan. CfDS, melalui DigiTalk, menyediakan ruang diskusi publik yang mengusung tema perkembangan dunia digital dalam masyarakat. Acara ini rutin diselenggarakan setiap bulan oleh CfDS. Pada agenda kali ini, dengan berkolaborasi bersama Intudo Ventures, DigiTalk #58 x BUMI membahas terkait Peluang dan Dinamika Start-up di Indonesia
0
37
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan