djendradjenarAvatar border
TS
djendradjenar
Di Culik Kalong Wewe - KUNCEN
Bandung
Sekitar tahun 1990 - an awal.

Menjelang malam jumat kliwon (yang saya tahu kemudian setelah kejadian berlangsung), waktu itu saya sedang bersama beberapa teman yang seusia, yaitu kurang lebih delapan tahun, kami tinggal disatu komplek perumahan yang sama, dimana beberapa meter setelah gerbang masuk perumahan itu disebelah kanan masih terhampar luas lapangan yang dulunya bekas area persawahan yang mengering, kemudian diubah menjadi lapangan yang disekitarnya terdapat beberapa pohon bambu yang menjulang tinggi dan sangat rimbun, jika terhempas hembusan angin maka suaranya seolah olah berbisik sesuatu yang menyeramkan, seperti desahan sosok tak kasat mata yang haus atau kelaparan, mungkin juga seperti rintihan karena kesakitan, entahlah. 

Disisi lainnya juga terdapat sebuah pohon beringin yang juga rimbun, konon katanya usianya lebih dari seratus tahun. Saya tidak terlalu suka dengan penampakkan penampakkan pohon pohon tadi, karena setiap kali melewati area lapangan itu ada semacam tarikan energi negatif yang tidak enak, selalu merasakan perut mual, merinding, dan entah kenapa setiap saya lewat situ, angin selalu berhembus kencang membuat rimbunan pohon bambu itu bersuara, ssshhhhh, ssshhhh, kemudian batang batang pohon bambu saling beradu, seperti musik tradisional yang mengandung unsur mistis dan magis. Jiwa saya seperti selalu merasa ditarik untuk menggerakkan raga saya agar melihat ke arah pohon pohon tadi, dan rata rata itu selalu berhasil. Ada sesuatu yang kerap memperhatikan saya, namun saya tidak ingin melihatnya, meski saya bisa.

Sore itu saya dan teman teman sedang bermain bola, ada sebagian lain anak laki laki yang sedang bermain layang layang, dan beberapa anak perempuan sedang main lompat tali, hampir semuanya satu sekolah dasar dengan saya, hanya berbeda kelas saja. Saya tidak suka main di lapangan itu, namun karena ajakan teman teman yang selalu mengajak kesana akhirnya mau tidak mau saya dengan terpaksa mengalah juga. Sekilas langit mulai nampak gelap, mungkin sudah lewat setengah enam sore menjelang magrib, pandangan sesaat itu seiring dengan tendangan bola yang begitu kencang diarahkan ke saya, bola itu lalu melewati raga saya dan melesat jauh ke arah rimbunan pohon bambu, lalu terdengar hembusan angin yang menerpa pohon bambu itu, ssshhhh, ssshhhh, saya merinding, kemudian terdengar halilintar menggelegar.

"Ambil bolanya. Ambil bolanya. Mau hujan, cepat, cepat." Kata si pemilik bola berteriak kearah saya.

Halilintar kembali menggelegar, saya menelan ludah, dan napas terengah engah, membolakbalikkan kepala kearah teman saya dan kearah rimbunan pohon bambu yang mendadak basah karena hujan mulai mengguyur kota Bandung. 

"Duuuaaarrr." Halilintar kembali menggelegar, diiringi desahan desahan sosok sosok tak kasat mata seiring rimbunan pohon bambu yang saling beradu, ssshhhh, ssshhhh.

Belasan teman teman berlari menjauh dari lapangan karena hujan, sementara saya berlari secepat kilat untuk mengambil bola dengan rasa panik luar biasa, jantung berdegup kencang, dengan tubuh yang basah karena bercampur keringat dan air hujan itu lalu dengan sejadi jadinya berusaha mengambil bola ketika halilintar kembali menggelegar. Saya terjautuh karena kagetnya, lalu sesuatu yang besar dan hitam melesat dari balik rimbunan pohon bambu, berambut panjang, giginya bertaring, bersayap seperti burung, dan berdada besar, menyambar saya, dan membawa terbang secepat kilat. Saya berteriak kencang, sosok itu mendesah panjang, ssshhhh, ssshhhh, lalu saya tidak ingat apa apa. 

Sekitar jam 11 malam, saya terbangun disebuah rumah kosong yang gelap, namun ada yang aneh karena saya melihat raga saya sedang terbaring dilantai yang kotor, dengan jelas saya melihat raga sendiri karena ada bantuan cahaya dari rumah rumah disekitar rumah kosong itu, dari lampu lampu luar rumah lebih tepatnya. Saya bergegas keluar, dan hujan sudah berhenti lama sepertinya, saya mendengar keramaian diluar, di area komplek perumahan saya tinggal itu saya melihat puluhan orang berlalu lalang. Saya memanggil Mama, saya setengah menangis, saya juga memanggil Papa saya, bahkan berulang ulang, namun anehnya mereka sama sekali tidak mendengar suara saya, dan mereka tidak melihat saya ada disitu, disekitar kerumunan orang orang yang berlalu lalang, ada Pak RT yang membawa senter besar, ada Bapak Bapak Poskamling yang juga membawa senter.

"Lihat lagi ke rumah kosong itu, coba periksa lagi dekat sumur di bagian belakang. Lapangan sudah diperiksa belasan kali tidak ada anaknya." Teriak salah satu Bapak Bapak Poskamling.

Saya berlari ikut masuk ke dalam rumah kosong itu lagi, saya masih mendapati raga saya yang terbaring kaku dilantai yang kotor itu, tapi entah kenapa orang orang tidak melihat raga saya, padahal saya berteriak teriak sekencang kencangnya, ini saya, ini saya sambil menangis. Lalu mereka menjauh meninggalkan rumah kosong itu, yang letaknya dua blok dari rumah tinggal saya. Disitu saya menangis sejadi jadinya, dan rumah kosong itu kembali gelap dan gulita.

"Tidak ada, tidak ada anaknya. Astagfirullah, Astagfirullah." Kata sebagian orang orang dengan serempak.

Selang beberapa waktu, saya melihat sosok lain, sosok hewan berkaki empat dengan ukuran besar, Macan Kuning, itu adalah Macan Kuning yang pernah saya lihat sebelumnya di rumah Nenek yang ada di wilayah lain tinggalnya, tepatnya di Cibeureum, Bandung, yang berbatasan dengan Kota Cimahi sekarang. Macan Kuning itu adalah Macan Lodaya, kata Nenek yang pernah menceritakannya karena saya pernah melihatnya beberapa kali dirumahnya. Nenek bilang, keluarganya masih ada keturunan dengan keturunan Sribaduga Maharaja Prabu Siliwangi. Setelahnya saya melihat Nenek, dia mengusap usap kepala saya, Nenek bilang, sebentar lagi dibawa pulang, lalu Nenek menghilang, meninggalkan saya dengan Macan Kuning, yang sesekali mengaum seolah ingin berkata bahwa dia akan menjaga saya dari sosok sosok negatif tak kasat mata yang mengerikan dan menyeramkan.

Lebih dari satu jam setelahnya, saya berhasil ditemukan di rumah kosong itu dalam keadaan sedang pingsan dilantai yang kotor, padahal warga berkali kali bolak balik memasuki rumah kosong itu untuk mencari saya yang dinyatakan hilang beberapa jam yang lalu menjelang magrib. Sekitar tujuh jam lebih setelah dinyatakan hilang, Nenek secara Batin merasakan ada kejanggalan yang terjadi pada saya, Feeling dan Insting Nenek yang kuat itu sangat terkoneksi dengan jiwa saya yang menurut penuturannya keluar dari raga, karenanya Nenek Meraga Sukma untuk mencari saya mengembalikan jiwa ke dalam raga, namun ada beberapa ritual yang harus dilakukannya. 

Nenek bilang rumah kosong itu dihalimunan, atau ada yang menutupi karena pengaruh unsur gaib dari makhluk gaib negatif yang energinya besar, karenanya Nenek sebelum datang ke komplek dimana saya tinggal itu ditemani Kakek ke daerah Alun Alun Bandung, tepatnya ke Gedung PLN karena disitu ada Sumur Keramat bernama Sumur Bandung. Nenek harus mengambil air dari situ yang kemudian dicampurkan dengan garam kasar pada sebuah ember, lalu menyiramkannya berkali kali kesekitar rumah kosong itu, setelahnya Nenek dengan membawa senter masuk ke dalam, dan membangunkan saya, puluhan warga terkaget kaget padahal mereka belasan kali bolak balik tapi tidak melihat saya. 



Diubah oleh djendradjenar 06-09-2023 23:41
azhuramasdaAvatar border
rinandyaAvatar border
zadinda332708Avatar border
zadinda332708 dan 4 lainnya memberi reputasi
5
429
7
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan