- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Rumahku Berhantu, Bayi Siapa? - KUNCEN


TS
masnukho
Rumahku Berhantu, Bayi Siapa? - KUNCEN

🏚️Rumah Baru, dan Sosok Trek🏚️


Quote:
Aku bernama Johan, berprofesi sebagai seorang dokter spesialis gigi yang belum ada satu tahun menikah dengan seorang gadis desa yang aku kenal saat masih kuliah dulu.
Namanya Citra Maharani Kemala. Gadis cantik kembang desa yang membuat aku tergila-gila sampai rela meninggalkan kota kelahiran untuk tinggal di sebuah desa terpencil di ujung Provinsi Lampung.
Hidup selama kurang lebih 26 tahun di kota dan berpindah ke sebuah desa yang bisa dikatakan sangat terisolir dengan fasilitas umum yang minim, tentu cukup membuat aku merasa tidak betah dan ingin mengajak istriku pindah ke kota. Namun, sayangnya istriku menolak. Bukan tanpa alasan, melainkan karena harus menjaga kedua orang tuanya yang sudah sepuh, sedangkan istriku Citra adalah anak tunggal.
Meskipun mengurus orang tua yang sudah sepuh, bukan berarti aku dan Citra tinggal satu atap dengan mereka. Aku dan istri memutuskan untuk tinggal di sebuah rumah yang letaknya berseberangan dengan rumah mertua agar privasi sebagai suami istri tetap terjaga dan kami juga bisa belajar untuk hidup mandiri.
Suasana di kampung tempat kami tinggal bisa dikatakan masih sangat asri. Banyak pohon-pohon besar di pekarangan rumah, jarak antar tetangga pun cukup berjauhan, dan pastinya yang menjadi identik dengan sebuah desa yaitu jalanan tanah yang setiap sore menjelang malam di pinggirannya dipasang oncoratau obor sebagai alat penerangan.
Mencari rumah yang cukup luas untuk tempat tinggal berdua, merupakan keputusan yang aku ambil. Aku sendiri sengaja mencari rumah dengan banyak kamar karena memang salah satu kamarnya dikhususkan untuk membuka klinik pemeriksaan gigi bagi warga sekitar yang membutuhkan jasaku sebagai dokter gigi, sekaligus juga akan membuka usaha toko kelontong untuk Citra mengisi waktu luang di tengah kesibukannya mengajar di SD setempat.
Rumah dengan gaya tradisional Lampung yang terbuat dari kayu dan papan telah aku dan Citra pilih sebagai tempat tinggal. Bukan hanya lokasinya dekat dengan rumah mertua, rumah ini kami pilih karena kondisinya yang masih layak huni dan berada di persimpangan jalan besar. Tempat tersebut sangat strategis untuk buka praktik dan juga berjualan.
"Masih bagus ya mas rumahnya," kata Citra sembari menenteng tas.
"Iya, kata paman rumah ini dijual karena yang punya rumah pindah ke kota," jelasku pada Citra yang sudah nyelonong masuk ke dalam kamar.
Kurang lebih hanya satu bulan aku dan Citra tinggal di rumah itu. Rumah dimana setiap malam sering terdengar suara-suara aneh yang membuat kami merasa tidak nyaman dan terhantui.
"Kretek... kreteeek... kreeek...," suara aneh tersebut selalu muncul setiap kali tengah malam. Datang dari bawah rumah panggung tempat kami tinggal.
Mirip suara ranting-ranting patah, munculnya selalu dibarengi dengan suara bayi menangis kencang selayaknya bayi mencari ibunya untuk meminta susu.
Meski aku dan Citra sangat penakut, beberapa kali pernah mencari sumber suara yang tidak pernah diketahui bentuk atau wujudnya.

Malam itu, tepatnya pada malam Jum'at Kliwon pekan kedua bulan Oktober, kejadian tidak mengenakkan terjadi pada istriku Citra.
Sesaat setelah pergi dari kamar mandi untuk buang air kecil, tiba-tiba Citra terjatuh dan kesurupan tepat di depan pintu.
Matanya melotot menatapku, berteriak-teriak dengan menggunakan bahasa Jawa, dan sesekali mengerang menggaruk lantai papan seperti ingin menyerang.
Perasaan takut dan kalut tidak membuatku lemah untuk berteriak kencang meminta tolong kepada siapapun yang mendengar teriakanku atau lewat di jalan depan dan samping rumah.
"Aaaarrggghhh... haaah... aku njalok baleeek,"kata Citra dengan suara bocah kecil laki-laki.
"Tooolonnng... tolooonnnggg...," teriakku meminta bantuan dengan napas yang tersengal ketakutan.
Berhubung rumahku dekat dengan perempatan yang menjadi tempat lalu-lalang warga, muncullah Mbak Darmi dan Pak Jatmiko yang kebetulan lewat. Mereka masuk kedalam rumah dan melihatku ketakutan berada tepat di depan Citra yang kesurupan dengan mata membelalak merah menyala.
Pak Jatmiko bergegas menarik dan membangunkanku, sedangkan Mbak Darmi lari keluar rumah dan berteriak meminta bantuan tetangga.
Tak butuh waktu lama para tetangga sudah berkumpul di rumahku, bahkan juga dengan ayah dan ibu yang juga datang bersama dengan seorang ustadz untuk menyembuhkan anaknya. Pak Ustadz tanpa rasa takut mendekati Citra yang masih meraung-raung dengan membacakan doa pada air dalam gelas. Kemudian dicipratkan dan dibasuhnya air itu ke wajah istriku, diikuti hilangnya kesadaran Citra selama beberapa detik sebelum sadar kembali dan terlihat bingung dengan keadaan ramai rumahnya.
"Ada apa mas, kok ramai sekali?," tanya Citra padaku waktu itu.
"Nggak papa sayang, tetangga cuma mau lihat keadaanmu," jawabku berusaha menenangkan.
Tanpa diminta pak ustadz berkeliling di dalam dan luar rumah, melihat situasi dan kondisi rumah kami yang sepertinya dalam keadaan tidak wajar.
Setelah pak ustadz menelisik seluruh rumah, dia menjelaskan padaku bahwa di rumah yang aku dan Citra tinggali terdapat sebuah makam. Makam bayi yang jasadnya dikubur di bawah rumah panggung dan tidak disemayamkan dengan layak.
Bayi itu meminta untuk dimakamkan secara layak, sebab itulah arwah si bayi menunjukkan keberadaannya dengan merasuki badan Citra untuk menyampaikan bahwa dia ada dan ingin pulang ke tempat yang seharusnya.
Dia bernama Trek, bayi yang terlahir di usia muda atau belum waktunya lahir, sehingga orang tuanya berpikir jika jasad bayi tersebut masih aman kalaupun harus dikubur di bawah kolong rumah.
Hantu Trek ini sebenarnya tidak jahat, hanya saja mereka menginginkan untuk disemayamkan secara layak dan tidak berada di tempat yang dijadikan sebagai tempat tinggal manusia. Itu penjelasan pak ustadz padaku yang sudah terlanjur takut.
Setelah kejadian malam Jum'at Kliwon tersebut, paginya aku dan Citra memutuskan untuk pindah kerumah mertua. Meninggalkan rumah yang dibeli dengan uang hasil menabung dari kerja susah payah kami berdua, sampai Citra mengalami keguguran di awal bulan pertama tinggal di rumah itu.
Bukan bayi orang lain, jasad bayi yang ada di kolong rumah itu adalah anak kami. Usianya baru sepuluh Minggu, dan masih berbentuk janin warna merah darah sehingga tak pernah sedikitpun terpikir bahwa janin tersebut akan menuntut untuk dikebumikan dengan layak.
Tidak lagi ingin buah hati kami dendam dengan orang tuanya, aku dan Citra meminta bantuan pak ustadz untuk memindahkan janin ke tempat pemakaman yang lebih layak. Kami pun mengadakan acara tahlilan untuk menyempurnakannya selama tujuh malam.
Tepat di malam ketujuh, aku bermimpi bertemu dengan bayi imut dan menggemaskan. Dia tersenyum, menatapku penuh arti sebelum hilang bersama cahaya putih yang membuatku terbangun dari tidur dan terlihat telah banyak orang yang berkerumun karena ternyata aku pingsan saat tahlilan.
~TAMAT~
Namanya Citra Maharani Kemala. Gadis cantik kembang desa yang membuat aku tergila-gila sampai rela meninggalkan kota kelahiran untuk tinggal di sebuah desa terpencil di ujung Provinsi Lampung.
Hidup selama kurang lebih 26 tahun di kota dan berpindah ke sebuah desa yang bisa dikatakan sangat terisolir dengan fasilitas umum yang minim, tentu cukup membuat aku merasa tidak betah dan ingin mengajak istriku pindah ke kota. Namun, sayangnya istriku menolak. Bukan tanpa alasan, melainkan karena harus menjaga kedua orang tuanya yang sudah sepuh, sedangkan istriku Citra adalah anak tunggal.
Meskipun mengurus orang tua yang sudah sepuh, bukan berarti aku dan Citra tinggal satu atap dengan mereka. Aku dan istri memutuskan untuk tinggal di sebuah rumah yang letaknya berseberangan dengan rumah mertua agar privasi sebagai suami istri tetap terjaga dan kami juga bisa belajar untuk hidup mandiri.
Suasana di kampung tempat kami tinggal bisa dikatakan masih sangat asri. Banyak pohon-pohon besar di pekarangan rumah, jarak antar tetangga pun cukup berjauhan, dan pastinya yang menjadi identik dengan sebuah desa yaitu jalanan tanah yang setiap sore menjelang malam di pinggirannya dipasang oncoratau obor sebagai alat penerangan.
Mencari rumah yang cukup luas untuk tempat tinggal berdua, merupakan keputusan yang aku ambil. Aku sendiri sengaja mencari rumah dengan banyak kamar karena memang salah satu kamarnya dikhususkan untuk membuka klinik pemeriksaan gigi bagi warga sekitar yang membutuhkan jasaku sebagai dokter gigi, sekaligus juga akan membuka usaha toko kelontong untuk Citra mengisi waktu luang di tengah kesibukannya mengajar di SD setempat.
Rumah dengan gaya tradisional Lampung yang terbuat dari kayu dan papan telah aku dan Citra pilih sebagai tempat tinggal. Bukan hanya lokasinya dekat dengan rumah mertua, rumah ini kami pilih karena kondisinya yang masih layak huni dan berada di persimpangan jalan besar. Tempat tersebut sangat strategis untuk buka praktik dan juga berjualan.
"Masih bagus ya mas rumahnya," kata Citra sembari menenteng tas.
"Iya, kata paman rumah ini dijual karena yang punya rumah pindah ke kota," jelasku pada Citra yang sudah nyelonong masuk ke dalam kamar.
Kurang lebih hanya satu bulan aku dan Citra tinggal di rumah itu. Rumah dimana setiap malam sering terdengar suara-suara aneh yang membuat kami merasa tidak nyaman dan terhantui.
"Kretek... kreteeek... kreeek...," suara aneh tersebut selalu muncul setiap kali tengah malam. Datang dari bawah rumah panggung tempat kami tinggal.
Mirip suara ranting-ranting patah, munculnya selalu dibarengi dengan suara bayi menangis kencang selayaknya bayi mencari ibunya untuk meminta susu.
Meski aku dan Citra sangat penakut, beberapa kali pernah mencari sumber suara yang tidak pernah diketahui bentuk atau wujudnya.

Malam itu, tepatnya pada malam Jum'at Kliwon pekan kedua bulan Oktober, kejadian tidak mengenakkan terjadi pada istriku Citra.
Sesaat setelah pergi dari kamar mandi untuk buang air kecil, tiba-tiba Citra terjatuh dan kesurupan tepat di depan pintu.
Matanya melotot menatapku, berteriak-teriak dengan menggunakan bahasa Jawa, dan sesekali mengerang menggaruk lantai papan seperti ingin menyerang.
Perasaan takut dan kalut tidak membuatku lemah untuk berteriak kencang meminta tolong kepada siapapun yang mendengar teriakanku atau lewat di jalan depan dan samping rumah.
"Aaaarrggghhh... haaah... aku njalok baleeek,"kata Citra dengan suara bocah kecil laki-laki.
"Tooolonnng... tolooonnnggg...," teriakku meminta bantuan dengan napas yang tersengal ketakutan.
Berhubung rumahku dekat dengan perempatan yang menjadi tempat lalu-lalang warga, muncullah Mbak Darmi dan Pak Jatmiko yang kebetulan lewat. Mereka masuk kedalam rumah dan melihatku ketakutan berada tepat di depan Citra yang kesurupan dengan mata membelalak merah menyala.
Pak Jatmiko bergegas menarik dan membangunkanku, sedangkan Mbak Darmi lari keluar rumah dan berteriak meminta bantuan tetangga.
Tak butuh waktu lama para tetangga sudah berkumpul di rumahku, bahkan juga dengan ayah dan ibu yang juga datang bersama dengan seorang ustadz untuk menyembuhkan anaknya. Pak Ustadz tanpa rasa takut mendekati Citra yang masih meraung-raung dengan membacakan doa pada air dalam gelas. Kemudian dicipratkan dan dibasuhnya air itu ke wajah istriku, diikuti hilangnya kesadaran Citra selama beberapa detik sebelum sadar kembali dan terlihat bingung dengan keadaan ramai rumahnya.
"Ada apa mas, kok ramai sekali?," tanya Citra padaku waktu itu.
"Nggak papa sayang, tetangga cuma mau lihat keadaanmu," jawabku berusaha menenangkan.
Tanpa diminta pak ustadz berkeliling di dalam dan luar rumah, melihat situasi dan kondisi rumah kami yang sepertinya dalam keadaan tidak wajar.
Setelah pak ustadz menelisik seluruh rumah, dia menjelaskan padaku bahwa di rumah yang aku dan Citra tinggali terdapat sebuah makam. Makam bayi yang jasadnya dikubur di bawah rumah panggung dan tidak disemayamkan dengan layak.
Bayi itu meminta untuk dimakamkan secara layak, sebab itulah arwah si bayi menunjukkan keberadaannya dengan merasuki badan Citra untuk menyampaikan bahwa dia ada dan ingin pulang ke tempat yang seharusnya.
Dia bernama Trek, bayi yang terlahir di usia muda atau belum waktunya lahir, sehingga orang tuanya berpikir jika jasad bayi tersebut masih aman kalaupun harus dikubur di bawah kolong rumah.
Hantu Trek ini sebenarnya tidak jahat, hanya saja mereka menginginkan untuk disemayamkan secara layak dan tidak berada di tempat yang dijadikan sebagai tempat tinggal manusia. Itu penjelasan pak ustadz padaku yang sudah terlanjur takut.
Setelah kejadian malam Jum'at Kliwon tersebut, paginya aku dan Citra memutuskan untuk pindah kerumah mertua. Meninggalkan rumah yang dibeli dengan uang hasil menabung dari kerja susah payah kami berdua, sampai Citra mengalami keguguran di awal bulan pertama tinggal di rumah itu.
Bukan bayi orang lain, jasad bayi yang ada di kolong rumah itu adalah anak kami. Usianya baru sepuluh Minggu, dan masih berbentuk janin warna merah darah sehingga tak pernah sedikitpun terpikir bahwa janin tersebut akan menuntut untuk dikebumikan dengan layak.
Tidak lagi ingin buah hati kami dendam dengan orang tuanya, aku dan Citra meminta bantuan pak ustadz untuk memindahkan janin ke tempat pemakaman yang lebih layak. Kami pun mengadakan acara tahlilan untuk menyempurnakannya selama tujuh malam.
Tepat di malam ketujuh, aku bermimpi bertemu dengan bayi imut dan menggemaskan. Dia tersenyum, menatapku penuh arti sebelum hilang bersama cahaya putih yang membuatku terbangun dari tidur dan terlihat telah banyak orang yang berkerumun karena ternyata aku pingsan saat tahlilan.
~TAMAT~
Sekilas info: Sosok Trek atau las, di kepercayaan masyarakat Jawa adalah sosok arwah janin bayi yang tidak disemayamkan dengan layak.
Sebenarnya sosok ini tidak jahat, karena mereka terlahir tanpa dosa. Hanya saja orang tuanya yang kurang peduli yang membuat arwah janin ini belum tenang, karena memang mereka tidak mendapatkan apa yang sudah menjadi haknya yaitu untuk di tempatkan di tempat yang seharusnya.
Sebenarnya sosok ini tidak jahat, karena mereka terlahir tanpa dosa. Hanya saja orang tuanya yang kurang peduli yang membuat arwah janin ini belum tenang, karena memang mereka tidak mendapatkan apa yang sudah menjadi haknya yaitu untuk di tempatkan di tempat yang seharusnya.







Yuya2205 dan 6 lainnya memberi reputasi
7
911
Kutip
66
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan