Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

anasaufarazi810Avatar border
TS
anasaufarazi810
Hari-Hari yang Bebas
September 1959 hujan belum muncul samasekali. Justru kemarau seperti semakin abadi saja. Selepas Sinyokolas Hitam satu tahun lamanya, kami sebagai peranakan seakan merasa semua gerak-gerik terus diawasi dan dilarang. Aku sendiri kurang mengerti politik dan pengusiran itu, kami semakin jarang pulang ke tanah air. Dulunya kami tinggal di Brisbane, sekedar bisnis tanpa lekuk liku berarti. Sekarang melompat-lompat ke Inggris! Kelinci! Kami melompat-lompat laksana kelinci.

Ketahuilah di London sudah hampir musim salju. Martinez baru kirimkan tilgram dari seberang, migrasi umumnya terkendala akibat pemerintah semakin melarang pengaruh barat ke negerinya.

Kami sendiri seperti tidak pernah lepas dan lompat ke hari-hari sengang, semuanya penuh kesibukan, dan semakin berwarna pula kesibukan-kesibukan itu.

Abigail namaku, sementara sudariku Judy. Kami berseberangan satu sama lain bahkan rasa, pikiran dan semua saling berebut unggul satu sama lain. Kadang hatiku begitu peduli atau bahkan sayang dengan sudariku itu. Judy tidak pernah lelah untuk bekerja, ia bahkan hampir gila rutin, kami bekerja untuk pementasan teater. Suaranya yang bagus justru membuatnya semakin tak kenal keletihan.

Semua tak kecuali guru bimbingan opera, menyukainya bahkan mendorong untuk semakin giat tak henti-hentinya macam mesin dansa, sekaligus aku tahu hatinya tidak menginginkan itu.

Suatu pertemuan aku melihatnya menari dan bernyanyi dalam pakaian lena, dan payung sutra, bajunya sederhana layaknya perempuan sekarang yang tidak kenal modis.
Judy Abigail Hoorn, entah marga macam apa kami ini pastinya sudah begitu lama satu keluarga berbunyi Hoorn. Tidak satu pun tidak ada yang pandai musik, hampir semua bisa dan itu harus.

Aku duduk bersila di panggung teater. Menundukan wajah. Memandang Judy dikejauhan. Badannya gemulai dengan tarian lincah dan gerak-gerik kakinya; begitu indah. Mungkin itu alasan kuat dia berdiri di sini. Bristol teater.

“Mudah saja menguasai balet.” kataku menunjuk simbol gerakan di majalah.

“Tetapi tidak segampang itu. Lagi pula, kau sendiri bukan Jerman, dan penari handal semuanya lahir di negeri itu.”

“Kau mengundang makan malam benar?”

“Siapa itu Judy?” lelaki belum kami kenal. Judy sendiri baru kenalkan ke hadapanku.

“Kerkhov, sahabatku.”

Aku jabatan dengan tangannya. Satu telunjuk menuding ke hidungku. Judy keluarkan sesuatu dari kantong blacunya, sebatang anting-anting diberinya padaku.

“Gampang saja. Kemarin kau sudah banyak bantu. Terimalah hadiahku.”
Hatiku begitu senang dengan itu. Kerkhov sendiri tersenyum. Judy pun begitu. Aku berlainan kerja dengan mereka, bahasanya aku ini promotor, kerjaku menyewakan kostum dan skene untuk tampil mereka.

“Besok akan banyak orang ke Budokan. Seniman Inggris sendiri sering hibur tamu-tamu di sana.”

Judy tidak mungkin meninggalkan pekerjaannya. Karena dia penggila kerja. Pengagum hasil keras atas semua usaha-usahanya. Hollywood memang keras, kami sendiri sudah tahu itu. Setiap kerja pasti punya konsekuen, itu katanya suatu kali.
Lima belas tahun ketika Stalingard habis-habisan industri hiburan tetap harus bekerja, entah bagaimana caranya, kami tetap harus terus hidup dan tinggal hidup. Meski semua tahu belaka, sokongan uang dan uang itulah hambatannya.

“Aku menginginkan hari-hari bebas.” seperti sebuah dongeng aku dengar Judy berkata begitu. Kami teruskan olahraga vocal. Aku memacu piano akustik, Judy sendiri duduk mengikuti gerakan mulutku yang aneh serupa bebek berokestra.

“Apa menurutmu hiburan itu?” suatu kali kami hanya merokok berdua di lorong sepanjang kamar tunggu.

“Tidak ada yang indah seperti dongeng orang-orang. Hiburan bukan surga. Sebaliknya neraka yang memakan manusia dan nafsu-nafsunya.”

“Lalu untuk apa industri itu ada?” tanyaku.

“Semua butuh hiburan untuk bisa tertawa. Kami sendiri tidak pernah tertawa. Hiburan sudah mengambil hidup kami.”

“Dari mana kau berasumsi?” masih aku.

“Nyatanya, begitulah keadaan, uang dan uang, akan terus dikejar sampai akhir jaman. Pemilik modal punya jalan ke sana. Tidak ada enaknya jadi artis, justru penjara itulah hiburan dan kenikmatan semuanya tumpah buyar binasa di sana. Kekayaan, kokain dan skandal. Itulah hiburan sebenarnya.”

Dan kata-katanya memang bisa aku buktikan. Judy bukan golongan pembesar. Segalanya semata hanya menunjang hidup, tidak ada keindahan dalam gemerlap layar perak. Judy Hoorn sendiri semakin sukses kian harinya, keadaan justru membuatnya mudah menyesuaikan, meski aku tahu dirinya sudah hampir selesai.

Semenjak undangan makan-malam. Kerkhov sendiri mengenalkan kerabatnya di Bangor, Maine. Sebuah perusahaan indie akan mengambil Judy sebagai iklan layanan masyarakat, semula tidak lebih gajinya. Tidak lebih dari delapan ratus dollar, semakin jauh karirnya semakin sulit aku menemuinya. Kami hampir putus di antara arus keramaian, industri dan manusianya, mereka tidak melarangku untuk bertemu denganmu. Itu katanya. Mereka kuatir tidak ada yang bisa dihasilkan, itu kenapa Marco produser baru itu, selalu menelpon untuk kerjaan baru. Begitu suaranya. Terakhir kami bicara melalui tilpun.

Suatu hari gambar Judy terpampang di gedong teater, kesempatan bagus bisa menemuinya. Kekosongan itu aku manfaatkan sebaik mungkin. Benar saja, kakiku tidak sulit menemuinya. Judy menyambutku di depan pintu kamar pemain. Ia gembira bisa bermanju kembali denganku.

“Mungkin dalam mendatang, kita hanya bisa surat-suratan, pokoknya jangan lupakan aku. Cukup itu saja. Tidak ada yang lain.”

Sejak itu aku semakin jauh dengannya. Dia pun mungkin sudah hampir hirap ke dalam keramaian yang mustahil kutembus.

Pekan olahraga akan berlangsung di Inggris. Kebetulan kasutku sendiri sudah ganti. Sekarang musim gugur lima tahun setelah kami putus kontak. Kakiku terus menyusuri lorong, sendirian duduk seseorang menyapaku. Jantungku serasa terenggut tangan raksasa. Mataku menganga sempurna. Tidak kutahu Judy sendiri menonton polo tanpa orang lain, kami gembira saling peluk dan bagaimana ceritanya. Aku sudah kembali ke dalam rumahnya, yang hanya hanya sebidang pekarangan dengan pohon besar, dan sebidang lapangan ilalang, sunyi sepi menindas batin.

Judy merokok seperti biasanya. Mukanya tidak ubahnya seperti lima belas tahun lamanya, hanya sedikit pucat.

“Kau mainkan piano. Aku mau melihatnya.” suaranya yang bening membangkitkanku.

Aku ragu-ragu. Judy menatapku meringis. Aku teruskan juga pianoku yang coreng moreng bunyinya, memang hanya Tsaikovsky saja bidangku. Judy terhibur mendengarkan Angsa Putih. Kami dulunya sering balet dengan iringan musik itu.

Judy meletakan kepala ke atas papan piano grand. “Adakah aku bahagia bagimu?”

“Aku bahagia kau hidup dalam kesuksesan.”

“Justru kau yang harus lebih bahagia dariku.”

“Aku senang kau bahagia.” pelan namun pasti matanya yang renta itu menangis. Aku berusaha membahagiakan siapa pun, tetapi aku sendiri tidak tahu bahagia itu apa.

“Jika kau butuhkan aku panggil saja. Tidak perlu bayar untuk sebidang tawa dan kesenangan, semua punya asasi untuk senang dan bahagia di dunianya.” kataku menghiburnya.

“Tetapi di sini tidak.” Judy berdiri ke jendela. Merenggut piala oscar miliknya. Melempar kencang ke dinding kaca, kaca buyar pecah ke lantai. “Kemana lagi aku kembali. Tidak satu pun tahu hatiku belang bonteng, hatiku sudah milik modal dan seisinya, mereka habisi hatiku hanya untuk Remus-Romulus. Serigala kelaparan, habisi hatiku sampai keping.”

Judy duduk menggigit telunjuknya. Aku tidak henti menitik haruan membiru, matanya sebak, mataku pun sebak, kami sama-sama membisu dalam dekapan sementara. “Pulang, suamiku akan tidak suka kau ke sini.”

Aku bangkit kalungkan syal merah muda padanya. Judy sekali lagi memelukku. Aku tahu kakak baik baginya hanya aku sendiri, tidak ada yang lain, yang lain hanya kerakusan semakin habisi hatinya.

Aku melangkah ke pintu. Sosok laki-laki sudah berdiri di depan kami. Judy berubah tenang, meski aku pun tahu, jiwanya sudah habis ke dalam modal.

Akhir 1960an begitu berbeda. Suasana London sudah berubah, sana sini kebebasan tanpa kendali, kebebasan tak kenal batas. Beda dengan kami dulu, kami hanya mengikuti orangtua kami ajarkan dulunya. Kebaikan dan kebaikan. Keburukan dan kebaikan. Sekarang dunia seakan hanya berisi penentang dan penentang. Kecuali saja senjata manusia hanya satu, kedamaian, hanya kedamaian dan kebebasan. Banyak mau bebas. Sekarang anehnya kebebasan sudah hak bahkan legalitas kejatuhan dekadensi, hippies, marijane dan sychidelic.

Berdiri begini melewati kerumunan. Mataku menyipit meski tetap saja mataku besar. Saking dekatnya, hanya si bocah penjual koran. Seketika langkahku limbung, gedong besar dengan dekorasi belleuve itu, kini berkabung. Kakiku mendadak henti, bibirku tidak mampu menahan teriakan. Judy sudah dinyatakan wafat. Ia kehilangan jiwanya setelah minum bolsh melebihi batas.

Sekarang mobil aku pacu melewati perumahan wilayah Hamsphire. Seratus pelayat telah hilang ke rumah masing-masing. Dengan buru-buru sepatuku lompat keluar mobil dan meletakan kedua anting Judy. Menguburnya ke pinggiran makamnya. Mungkin kau tidak tahu seberapa besar cinta orang-orang luar sana, mungkin kau tidak pedulikan mereka, hanya karena semua sudah ditebus uang. Tetapi tidak denganku. Sekarang aku pulang, pulang meski kau sudah jauh entah ke mana. Pastinya, harini kau bebas seperti maumu. Hari-hari bebas sepenuhnya sudah kau dapatkan, semua kebebasan sekarang sudah milikmu ....

TAMAT

Catatan:

Sinterklas hitam, Desember 1957 diadakan pengusiran untuk keturunan Belanda, mungkin terancam diusir oleh rezim Soekarno.

Budokan di Jepang punya hall atau teater konser sepanjang 60an sampai 70an.

Perang dunia 2, perusahaan film barat tetap berjalan di tengah perang besar, luar sana.

Di Eropa orang yang berprofesi seniman hampir tidak ada liburnya, Elton John saja di tahun 1972 hampir 5 tahun bekerja tanpa henti, sampai overdose. Kewajiban industri di sana memang begitu, keras, itulah kenapa hampir semua prodak musik dan film Hollywood tidak ada yang jelek.

bukhoriganAvatar border
bukhorigan memberi reputasi
1
75
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan