Jakarta, CNN Indonesia -- Bareskrim Polri membantah tudingan adanya faktor politis dalam penetapan status tersangka pimpinan Pondok Pesantren Al Zaytun Panji Gumilang di kasus dugaan penistaan agama. Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro juga membantah ada upaya kriminalisasi terhadap Panji.
"Tidak ada unsur politis, masyarakat bisa menilai apakah ini kriminalisasi atau bukan," ujar Djuhandhani dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (4/8).
Djuhandhani menjelaskan penyidik mempunyai kewenangan untuk menetapkan status tersangka terhadap individu. Ia mengatakan terdapat pedoman yang mengatur penyidik hingga bisa memberikan status tersebut.
Ia memastikan seluruh proses atau pedoman tersebut telah ditempuh oleh penyidik hingga akhirnya Panji ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Bareskrim Polri.
"Sama dengan upaya paksa, itu kan pelanggaran HAM, tapi pelanggaran HAM yang diatur UUD, termasuk geledah. Ini sesuai UUD, ada prosesnya, kita ikuti semua sehingga yang bersangkutan memenuhi syarat untuk kita jadikan tersangka," ucapnya.
Sebelumnyam pengacara Panji, Hendra Effendi, menilai penetapan status tersangka terhadap kliennya dikarenakan ada faktor politisasi terkait Ponpes Al-Zaytun. Hendra juga menuding langkah yang dilakukan Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri sebagai bentuk kriminalisasi terhadap Panji.
"Kami sangat prihatin bagaimana tragedi kemanusiaan ini bisa terjadi di Bareskrim. Kami enggak paham, tapi kami dari awal sudah menduga terjadinya kriminalisasi dan politisasi persoalan Pak Panji Gumilang," ujarnya kepada wartawan di Gedung Bareskrim Polri, Rabu (2/8).
"Tujuannya ya kami belum paham, tapi kami menduga tentang kriminalisasi politisasi ini terjadi dalam perkara ini, dalam persoalan ini," imbuhnya.
Saat ini Panji ditahan di Rutan Bareskrim Polri setelah ditetapkan jadi tersangka kasus dugaan penistaan agama. Panji dijerat Pasal 156 A tentang Penistaan Agama dan juga Pasal 45a ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE dan atau Pasal 14 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara.
Selain itu, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus kini juga mulai menyelidiki dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan penyalahgunaan uang zakat yang diduga dilakukan Panji.
Berdasarkan berita tersebut, saya ingin menyampaikan beberapa analisis:
1. Bareskrim bersikeras bahwa penetapan Panji sebagai tersangka dilakukan secara prosedural dan tidak ada unsur politik. Namun pengacara Panji menyatakan ada faktor politisasi dan kriminalisasi dalam kasus ini. Kedua belah pihak membawa klaim berlawanan.
2. Tanggapan Bareskrim terkesan defensif dengan membandingkan penetapan Panji sebagai tersangka dengan upaya paksa lainnya yang diatur undang-undang. Ini menimbulkan keraguan mengenai kredibilitas alasan Bareskrim.
3. Bareskrim belum sepenuhnya membantah dugaan pencucian uang dan penyalahgunaan zakat terkait Panji. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai tuduhan penistaan agama semata-mata menjadi dalih untuk menyelidiki kasus tersebut.
4. Penting bagi Bareskrim untuk menjamin proses hukum berjalan adil dan transparan, serta meyakinkan publik bahwa pendakwaan Panji sepenuhnya didasarkan pada fakta-fakta yang kuat dan bukti-bukti yang memadai.
5. Semua pihak yang terkait perlu bersikap profesional dan menghindari spekulasi yang tidak berdasar. Penegakan hukum yang bijak dan menghormati hak asasi manusia perlu dijunjung tinggi.
Uraian penulis pribadi.
Quote:
Lebih Lanjut
Bareskrim bersikeras penetapan Panji Gumilang sebagai tersangka telah mengikuti tata cara hukum yang benar, namun pengacara Panji menuduh ada faktor politisasi dan kriminalisasi. Kedua klaim ini bertentangan namun harus ditangani secara bijak.
Tanggapan defensif Bareskrim membandingkan dengan upaya paksa lainnya justru menimbulkan keraguan terhadap alasan objektifnya. Bareskrim belum penuh membantah tuduhan pencucian uang dan penyalahgunaan zakat yang sedang diselidiki. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah tuduhan penistaan semata-mata dalih untuk menyelidikinya.
Penting bagi Bareskrim menjamin proses hukum berjalan adil dan transparan serta meyakinkan publik tuduhan Panji Gumilang didasarkan pada fakta yang kuat dan bukti memadai. Semua pihak harus bersikap profesional dan menghindari spekulasi. Penegakan hukum yang bijak dan menghormati HAM harus dijunjung tinggi.
Bareskrim harus tetap netral dalam menyelesaikan kasus ini secara prosedural, bukan didasari motif politik.Tuduhan penistaan agama harus didasarkan bukti-bukti konkrit, bukan spekulasi.Masyarakat berhak mengetahui proses penyelidikan dan dasar penetapan Panji sebagai tersangka secara jelas dan transparan.
Kebijakan penegakan hukum yang bijak akan mendukung citra positif lembaga penegak hukum. Politikisasi dalam penyelidikan akan menimbulkan kekhawatiran hak asasi dilanggar dan proses hukum tidak adil.Oleh karena itu penting bagi Bareskrim menyediakan akses informasi yang memadai untuk meyakinkan masyarakat.
Pihak manapun harus menghindari spekulasi dan tuduhan tanpa bukti konkrit. Dialog dan pendekatan bijak sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan kasus ini secara damai dan adil bagi semua pihak.
Uraian penulis lebih lanjut.
Quote:
Pendapat Penulis Terkait Berita Tersebut
Pendapat ini di dasarkan pada berita-berita yang selama ini penulis ikuti. Menurut pendapat penulis, penggunaan pasal penistaan agama setelah gagalnya pasal yang disangkakan sebelumnya ini memberikan indikasi atau persepsi negatif bahwa si saudara Panji Gumilang memang disengajakan untuk diperkarakan. Selain itu penggunaan pasal penistaan agama ini sebenarnya bukti bahwa kepolisian tidak memiliki pilihan lain selain daripada memperkarakan saudara Panji Gumilang mengingat apabila dibebaskan itu dapat mengulangi lagi cerita yang di mana ribuan massa bodoh yang berduyun-duyun demo di bait Al-Monas. Belum lagi ada satu organisasi yang di mana organisasi tersebut dapat menggerakkan massa bodoh yang dalam jumlah besar. Perlu diketahui bahwa salah satu poin yang membenarkan penggunaan pasal penistaan agama adalah fatwa MUI yang padahal sejatinya fatwa MUI bukanlah hukum positif (berarti hukum negatif donk?) jadi kepolisian tidak memiliki kewajiban untuk mengikuti isi daripada fatwa tersebut. Jadi ya secara teknis pendapat penulis ini hanya formalitas belaka yang dengan kata lain setidaknya berbau-bau politis. Kalau menurut kalian bagaimana?