Sampah adalah kebutuhan primer, seperti makan, papan, dan sandang karena kebutuhan akan membuang sampah tidak dapat ditunda ataupun di-nomor dua kan. Kasus penutupan Tempat Pembuangan Akhir di Piyungan Yogyakarta, menggegerkan masyarakat Yogyakarta sendiri maupun nasional. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan sampah, masih dianggap kebutuhan yang tidak begitu penting. Akibat dari penundaan-penundaan priortias pengelolaan sampah ini, akhirnya meledak dan menjadi bencana krisis sampah di Yogyakarta. Apabila Anda jalan-jalan di Yogyakarta saat ini, tumpukan sampah akan mulai menggunung dan terlihat di berbagai sudut jalan. Pemangku kebijakan yang kebingungan mengelola sampah, dengan mudah menyalahkan masyarakat yang tidak memilah sampah saat membuangnya. Padahal, masyarakat sejak kecil atau bangku sekolah tidak diberi tanggung jawab dalam mengelola sampah pribadi mereka masing-masing. Sehingga semakin bertumbuh dewasa, budaya buang sampah asal buang menjadi budaya dan kebiasaan yang tidak dapat dihilangkan dengan mudah. 



Gagapnya pemerintah Yogyakarta terlihat sekali dalam pengelolaan Sampah yang memang menjadi tanggung jawabnya. Berkaca dengan pengelolaan sampah di Kota Solo yang lebih tertata baik secara progress maupun visi ke depan dalam mengelola sampah, seharusnya kita malu dengan hal ini. Menimpakan kesalahan kepada masyarakat, sebenarnya langkah paling mudah, akan tetapi masyarakat perlu diberi ruang untuk memberikan kritik meskipun pedas kepada pengelola daerah, yang memang mempunya otoritas dalam mengelola daerahnya.