- Beranda
- Komunitas
- Regional
- TULIS AJA KASKUS
Siapa Penulis Itu? Karya: Terbitcom Yt


TS
terbitcomyt
Siapa Penulis Itu? Karya: Terbitcom Yt
Thanks To: @junirullah

Pagi yang sangat cerah, sinar mentari begitu hangat masuk ke sela-sela jendela menghangatkan keningku. Semakin lama hangatnya semakin menusuk dan terasa hampir membakar kulit di dahiku. Kubuka mata dengan maksud menutup tirai jendela yang sedikit terbuka.
Kutengok jam dinding masih menunjukkan pukul setengah sembilan, masih cukup pagi bagiku untuk melanjutkan tidur lagi di hari minggu seperti ini. Kepalaku masih terasa berat dan masih terasa sangat pusing untuk bisa kuangkat. Aku berusaha mengangkat namun sia-sia, kepalaku masih lengket dengan bantal yang menyangga kepalaku dari bawah. Aku hanya bisa pasrah untuk memejamkan mata.
Terdengar langkah kaki masuk ke dalam kamarku, semakin lama langkah itu terdengar makin dekat ke arahku. Kubuka mataku terlihat sosok perempuan cantik sudah berada di samping ranjangku. Wajahnya begitu mulus, mata belok ditanami bulu mata panjang yang sangat lentik bagai sayap kupu-kupu sedang hinggap di kelopak matanya, hidungnya mancung, bibir basah berwarna merah muda terlihat begitu menggairahkan bagiku. Aku tak tahu siapa perempuan yang tiba-tiba masuk ke kamarku.
“Selamat pagi, Mas,” terucap kata dari bibir basahnya. Aku terkesima hingga tak mampu berkata-kata. Dalam hati ingin sekali menjawab salam selamat paginya, namun bibir ini terasa sulit untuk mengucapkannya.
“Siapa kamu?” tanyaku tanpa menjawab salamnya. Dua kata itu yang terasa sangat mudah keluar dari lidah.
Pandangan matanya sedang menatap ke arahku dengan penuh cinta. Lesung pipi dan bibir tipis membumbui senyum manis yang dilemparkannya. Dengan suara lembut dia membisikkan suara yang terdengar bagai alunan nada yang begitu indah di telingaku, “Aku isterimu, mas.” Perempuan cantik itu mengaku isteriku.
“Apa?” lagi-lagi terucap kata tanya karena aku sangat terkejut mendengarnya.
“Kata dokter, benturan di kepala menyebabkan amnesia. Mungkin sekarang kamu masih tak bisa mengingatnya, tapi sedikit demi sedikit Dysta akan membuatmu ingat semuanya, Mas,” jawabnya lagi-lagi sambil menawarkan senyuman yang begitu indah. Sepertinya aku jatuh cinta kepada perempuan yang mengaku isteriku pada pandangan yang pertama.
“Dysta bawakan makanan untuk kamu, Mas. Mari Dysta suapin,” ucap dia sambil mengarahkan sesendok makanan ke depan mulutku.
Aku tak mampu menolak meski perutku masih terasa agak mual. Ku berusaha membuka mulut, dengan otomatis makanan itu masuk ke dalam rongga mulutku. “Mungkin beginilah rasanya disuapi bidadari,” gumamku dalam hati sambil menikmati cantiknya perempuan ini. Kedua mataku masih berjalan memutari permukaan kulit wajah yang tampak ayu. Membelai, mengusap dan mengelus kedua pipi yang ditumbuhi lesung pipi itu.
Aku sangat iri dengan sendok dan piring yang dipegang Dysta (aku tahu namanya karena dia sendiri yang menyebut dirinya ‘Dysta’), telapak tangan dan jari-jarinya menjamah kedua benda itu dengan gemulainya. Aku membayangkan betapa nikmatnya dipegang kedua tangan itu. Bayangan dan khayalanku mengarah kemana-mana, otak mesumku seolah tak mau terkurung di kepala. Dia berusaha kabur dan keluar dari dalam kepalaku, menyelinap melewati jari-jari yang lentik itu, berjalan menyusuri lembutnya kulit yang membalut kedua lengan yang ditumbuhi bulu-bulu halus di atasnya. Terus masuk sampai ke pangkal lengannya, hingga …
“Ayo dibuka lagi mulutnya, Mas,” terdengar suara Dysta menghentikan langkah otak mesumku. “Sial!” Satu kata yang keluar dari otakku. Dengan terpaksa aku kembali membuka mulutku.
Aku tak tahu apa yang sedang dipikirkannya, yang jelas dia memandangku dengan senyuman yang terlihat tak sama. Bagiku apapun bentuk senyumnya, asalkan dari bibirnya terasa sangat istimewa. Tatapannya menyusuri sekujur tubuhku, mungkin dia menyadari ada sesuatu yang menyembul dari bawah selimut di pertengahan tubuhku. Biarlah, aku memang tak bisa menyembunyikannya.
“Haak …!” aku sengaja membuka mulut untuk menghentikan tatapannya yang seolah bisa menembus sampai balik selimut.

Pagi yang sangat cerah, sinar mentari begitu hangat masuk ke sela-sela jendela menghangatkan keningku. Semakin lama hangatnya semakin menusuk dan terasa hampir membakar kulit di dahiku. Kubuka mata dengan maksud menutup tirai jendela yang sedikit terbuka.
Kutengok jam dinding masih menunjukkan pukul setengah sembilan, masih cukup pagi bagiku untuk melanjutkan tidur lagi di hari minggu seperti ini. Kepalaku masih terasa berat dan masih terasa sangat pusing untuk bisa kuangkat. Aku berusaha mengangkat namun sia-sia, kepalaku masih lengket dengan bantal yang menyangga kepalaku dari bawah. Aku hanya bisa pasrah untuk memejamkan mata.
Terdengar langkah kaki masuk ke dalam kamarku, semakin lama langkah itu terdengar makin dekat ke arahku. Kubuka mataku terlihat sosok perempuan cantik sudah berada di samping ranjangku. Wajahnya begitu mulus, mata belok ditanami bulu mata panjang yang sangat lentik bagai sayap kupu-kupu sedang hinggap di kelopak matanya, hidungnya mancung, bibir basah berwarna merah muda terlihat begitu menggairahkan bagiku. Aku tak tahu siapa perempuan yang tiba-tiba masuk ke kamarku.
“Selamat pagi, Mas,” terucap kata dari bibir basahnya. Aku terkesima hingga tak mampu berkata-kata. Dalam hati ingin sekali menjawab salam selamat paginya, namun bibir ini terasa sulit untuk mengucapkannya.
“Siapa kamu?” tanyaku tanpa menjawab salamnya. Dua kata itu yang terasa sangat mudah keluar dari lidah.
Pandangan matanya sedang menatap ke arahku dengan penuh cinta. Lesung pipi dan bibir tipis membumbui senyum manis yang dilemparkannya. Dengan suara lembut dia membisikkan suara yang terdengar bagai alunan nada yang begitu indah di telingaku, “Aku isterimu, mas.” Perempuan cantik itu mengaku isteriku.
“Apa?” lagi-lagi terucap kata tanya karena aku sangat terkejut mendengarnya.
“Kata dokter, benturan di kepala menyebabkan amnesia. Mungkin sekarang kamu masih tak bisa mengingatnya, tapi sedikit demi sedikit Dysta akan membuatmu ingat semuanya, Mas,” jawabnya lagi-lagi sambil menawarkan senyuman yang begitu indah. Sepertinya aku jatuh cinta kepada perempuan yang mengaku isteriku pada pandangan yang pertama.
“Dysta bawakan makanan untuk kamu, Mas. Mari Dysta suapin,” ucap dia sambil mengarahkan sesendok makanan ke depan mulutku.
Aku tak mampu menolak meski perutku masih terasa agak mual. Ku berusaha membuka mulut, dengan otomatis makanan itu masuk ke dalam rongga mulutku. “Mungkin beginilah rasanya disuapi bidadari,” gumamku dalam hati sambil menikmati cantiknya perempuan ini. Kedua mataku masih berjalan memutari permukaan kulit wajah yang tampak ayu. Membelai, mengusap dan mengelus kedua pipi yang ditumbuhi lesung pipi itu.
Aku sangat iri dengan sendok dan piring yang dipegang Dysta (aku tahu namanya karena dia sendiri yang menyebut dirinya ‘Dysta’), telapak tangan dan jari-jarinya menjamah kedua benda itu dengan gemulainya. Aku membayangkan betapa nikmatnya dipegang kedua tangan itu. Bayangan dan khayalanku mengarah kemana-mana, otak mesumku seolah tak mau terkurung di kepala. Dia berusaha kabur dan keluar dari dalam kepalaku, menyelinap melewati jari-jari yang lentik itu, berjalan menyusuri lembutnya kulit yang membalut kedua lengan yang ditumbuhi bulu-bulu halus di atasnya. Terus masuk sampai ke pangkal lengannya, hingga …
“Ayo dibuka lagi mulutnya, Mas,” terdengar suara Dysta menghentikan langkah otak mesumku. “Sial!” Satu kata yang keluar dari otakku. Dengan terpaksa aku kembali membuka mulutku.
Aku tak tahu apa yang sedang dipikirkannya, yang jelas dia memandangku dengan senyuman yang terlihat tak sama. Bagiku apapun bentuk senyumnya, asalkan dari bibirnya terasa sangat istimewa. Tatapannya menyusuri sekujur tubuhku, mungkin dia menyadari ada sesuatu yang menyembul dari bawah selimut di pertengahan tubuhku. Biarlah, aku memang tak bisa menyembunyikannya.
“Haak …!” aku sengaja membuka mulut untuk menghentikan tatapannya yang seolah bisa menembus sampai balik selimut.
0
14
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan