- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Pendekatan keamanan tidak menyelesaikan konflik di Papua


TS
mabdulkarim
Pendekatan keamanan tidak menyelesaikan konflik di Papua

News Desk - Kekerasan Di Papua, Konflik Papua, Papua, Pelanggaraan HAM, Pendekatan Militeristik
May 14, 2023
Konflik
Suasana Kuliah umum “Mencari Alternatif Dalam Konflik Bersenjata di Papua yang diselenggarakan BEM USTJ di Kota Jayapura,pada Sabtu (13/5/2023).- Jubi/Theo Kelen
Jayapura, Jubi – Pendekatan keamanan yang terus dilakukan Pemerintah Indonesia dinilai tidak akan menyelesaikan konflik bersenjata di Tanah Papua. Dialog damai, diyakini sebagai cara paling ideal menyelesaikan konflik bersenjata di Tanah Papua.
Ketua Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Cenderawasih, Melpayanty Sinaga menyatakan pendekatan keamanan dengan mengirimkan aparat keamanan guna menyelesaikan konflik melalui berbagai operasi militer yang telah dilakukan negara sejak dulu, seperti Operasi Sadar (1968), Operasi Sapu Bersih (1978-1982) hingga Operasi Damai Cartenz (2022).
Sinaga menilai berbagai pendekatan keamanan dengan berbagai operasi militer itu hanya semakin meningkatkan eskalasi konflik di Tanah Papua.
“Jadi bagaimana kita melihat pendekatan militer dilakukan Pemerintah Indonesia itu tidak menyelesaikan masalah [di Papua],” kata Sinaga kepada Jubi, usai Kuliah umum “Mencari Alternatif Dalam Konflik Bersenjata di Papua yang diselenggarakan BEM USTJ di Kota Jayapura,pada Sabtu (13/5/2023).
Sinaga menyatakan meningkatnya eskalasi konflik membuat masyarakat di berbagai kabupaten di Tanah Papua, seperti Intan Jaya, Puncak, Puncak Jaya, Yahukimo, Pegunungan Bintang, Nduga hingga Maybrat sebagai pihak yang paling berdampak. Data Gugus Tugas Papua Universitas Gadjah Mada mencatat 468 orang meninggal dunia pada periode Januari 2010 hingga Maret 2022 karena kekerasan atau konflik yang terjadi di Papua.
“Saya pernah pengalaman penelitian di wilayah Sorong. Mewawancarai warga dari Kabupaten Maybrat yang mengungsi ke Kabupaten Sorong. Jadi memang kondisi [mereka] itu sangat mengerikan. Saya melihat mereka harus berpindah dari zona nyaman harus tinggal di hutan maupun menyewa kos,” ujarnya.
Sinaga menyatakan Pemerintah Indonesia seharusnya fokus menyelesaikan akar konflik di Tanah Papua. Sinaga menyatakan dalam riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI ) terdapat empat akar permasalahan di Papua, yakni kegagalan pembangunan, marjinalisasi dan diskriminasi orang asli Papua, kekerasan negara dan tuduhan pelanggaran HAM, serta sejarah dan status politik wilayah Papua.
“Sehingga sampai sekarang masih [terus] ada gerakan-gerakan perlawanan,” kata Sinaga.
Sinaga menyatakan semua pihak perlu mendorong upaya dialog damai di Tanah Papua. Menurut Sinaga dialog damai dinilai sebagai jalan menyelesaikan konflik di Papua.
“Dialog yang lebih diprioritaskan [dalam penyelesaian konflik]. Dialog itu tidak membunuh siapapun,” ujarnya.
Bidang Pendampingan Hukum dan Kasus Hukum Aliansi Demokrasi untuk Papua atau ALDP, Helmi SH menyatakan pendekatan keamanan negara di Papua selalu ditandai dengan pengiriman pasukan yang masif untuk operasi militer selain perang. Pengiriman pasukan itu setidaknya untuk tiga tugas utama,yakni mengejar TPNPB, pengaman daerah perbatasan, dan pengamanan daerah rawan/objek vital nasional.
Helmi menyatakan ALDP mencatat sepanjang 2022 setidaknya sebanyak 9.205 anggota TNI/POLRI dengan kualifikasi tempur/operasi militer selain tempur dan kualifikasi intelijen di kirim ke Papua. Ribuan personel TNI/POLRI itu terdiri atas satuan TNI berjumlah 7.850 anggota dan POLRI sebanyak 1.355 anggota.
Helmi menyatakan sejauh ini pendekatan keamanan tidak pernah menyelesaikan konflik di Papua. Helmi menyatakan mekanisme penyelesaian konflik melalui dialog damai penting untuk dilakukan dalam rangka menjawab titik-titik sumber konflik karena masalah di Papua saat ini sudah sangat kompleks.
Helmi menyatakan bagian yang terpenting dari mekanisme penyelesaian konflik melalui dialog damai harus dilakukan atas inisiatif bersama antar pihak yang berkonflik. Helmi menyatakan dengan pendekatan yang saling membuka diri agar pihak yang berkonflik bisa saling mendengar dan kemudian tidak ada sikap saling curiga.
Helmi menyatakan dialog itu harus melibatkan tokoh kunci dalam hal ini Pemerintah, Petinggi TNI/Polri, dan juga mereka yang dianggap sebagai bagian dari representasi OAP yaitu TPNPB, KNPB, ULMWP serta yang ada di luar negeri. Helmi menyatakan dialog tersebut sebaiknya di fasilitasi pihak ketiga yang benar-benar dapat dipercaya dan punya pengaruh.[/b\
“Dulu kita punya sosok seperti Pater Neles Tebay, Muridan Widjojo. Tapi untuk saat ini memang harus detil menemukan peran dari pihak ketiga yang bisa dianggap dapat menjadi fasilitator dalam melakukan dialog. Kalau seperti yang kemarin dibuat Komnas HAM pasti banyak pihak yang tidak sependapat dan bisa banyak pertentangan,” kata Helmi kepada Jubi, pada Sabtu.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Papua, Emanuel Gobay menyatakan pengerahan pasukan TNI ke Papua dilakukan secara ilegal. Menurut Gobay pengerahan pasukan dalam jumlah yang banyak harus melalui mekanisme sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
“Jadi kami sebutkan ini bagian dari operasi militer ilegal. Pengerahan pasukan yang akan dilakukan itu wajib ada Keputusan Presiden dan berdasarkan berdasarkan rekomendasi DPR RI,” ujar Gobay kepada Jubi pada Sabtu.
Gobay menyatakan negara seharusnya fokus mengurus masyarakat yang sedang mengungsi di Papua yang berdampak konflik. Gobay menyatakan hingga saat ini Palang Merah Indonesia tidak pernah diturunkan untuk melakukan pendataan, pemulihan psikologi, hak pengungsi atas tempat tinggal, hak atas pendidikan, hak atas kesehatan.
“Sampai hari ini negara melalui PMI belum memberikan data akurat tentang pengungsi. Ini yang kemudian membuktikan pengungsi terbengkalai hak-hak mereka,” katanya. (*)
https://jubi.id/polhukam/2023/pendek...flik-di-papua/
\Emang KKB sudi duduk bareng sama ULWMP yang dianggap anteknya Inggris?

Kalaupun dialog paling cuma KNPB, ULMWP, dan NFRPB yang nuntut minta referendum
Apakah mau pemerintah Indonesia menuruti gelar aja referendum biar mingkem mulut mereka? Pastinya tidak..Karena belajar dari dulu pakai referendum pasti harus pakai PBB biar dianggap sah dan banyak pihak asing masuk
0
668
11


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan